Harry Potter and The Philosopher’s Stone
(Harry Potter dan Batu Bertuah)
JK Rowling @ 1997
Listiana Srisanti (Terj.)
GPU – September 2000
384 hal.
Untuk anak 12 tahun ke atas
(Gramedia – Hero Gatot Subroto)
“Harry Potter… “ (ucapkan dengan nada a la
Profesor Snape)
Entah sudah berapa kali saya membaca buku Harry
Potter dan Batu Bertuah ini, dan gak ada bosennya. Membaca buku ini, malah
membuat saya bernostalgia, mengenang ‘perkenalan’ saya dengan Harry Potter dan
teman-temannya. Bisa dibilang agak terlambat saya mengenal Harry Potter. Saat
pertama saya membaca buku ini, buku kedua juga sudah diterjemahkan. Adalah
‘mantan’ pacar saya yang bilang “Beli Harry Potter deh, katanya bagus tuh.”
Dan… saya tak menyesal sudah membeli buku ini.
Susah ya, untuk mereview buku
pertama ini. Karena saya harus berusaha ‘menghilangkan’ sosok terakhir dari
Harry Potter. Gak perlu kali ya ditulis sinopsis atau sekilas cerita, pastinya
udah pada hafal lah cerita Harry Potter yang pertama ini.
Membaca seri pertama ini, saya langsung
terkagum-kagum dengan imajinasi dari seorang JK Rowlings. Yah, buku yang
mengantarkan beliau menjadi salah satu orang terkaya di Inggris.
-
Dimulai
dari surat yang
berterbangan di rumah Paman Vernon, yang mengikuti keberadaan Harry Potter
sampai di pondok terpencil saat badai hebat sedang berlangsung.
-
Lalu,
daerah Diagon Alley. Dengan berbagai toko perlengkapan sihir, seperti kuali
berpantat emas dan berbagai jenis kuali lainnya. Toko tongkat sihir-nya Oliver
yang bernurut gue paling kental nuansa magisnya.
-
Kemegahan
Sekolah Sihir Hogwarts, dengan segala sihir yang ada di dalamnya.
Hantu-hantunya, kastil-kastil tua, guru-guru yang sifatnya beraneka ragam.
Bahkan bisa-bisanya JK Rowlings kepikiran untuk bikin tokoh guru dalan sosok
hantu untuk pelajaran sejarah sihir.
-
Tak
ketinggalan Quidditch. Sampai gue nonton film-nya, gue gak punya bayangan,
seperti apa permainan Quidditch ini.
-
Tokoh-tokoh
yang selain Harry Potter tentunya, yang juga memberi kesan ‘mendalam’ saat
membaca buku ini, tanpa mereka, Harry Potter gak akan lengkap:
a.
seperti
Ron – sahabat Harry Potter dengan ciri khas rambut merahnya, agak sinis, pengen
juga tampil hebat seperti Harry. Ron yang takut dengan laba-laba dan jago
banget main catur. Di akhir buku pertama ini, Ron bahkan berhasil mengalahkan
catur yang sudah disihir oleh Profesor McConagal.
b.
Hermione,
gadis ‘muggle’ yang pintar. Kepintarannya melebih penyihir berdarah murni
sekalipun. Sempat jadi sosok yang menyebalkan untuk Harry dan Ron, tapi
gara-gara troll mereka pun bersahabat.
c.
Neville
– yang gugup dan penakut, tapi pintar di pelajaran Herbiologi.
d.
Si
kembar, Fred dan George Weasley (duh, jadi sedih kalo inget si kembar ini).
Mereka ini isengnya bukan main, tapi malah jadi membuat Hogwarts lebih ceria.
e.
Tak
ketinggalan Draco Malfoy – si ganteng yang jadi tokoh antagonis. Dari kecil
keliatan banget sombongnya.
f.
Profesor
Snape yang selalu sinis sama Harry Potter. Yeah, di buku pertama ini, beliau
jadi sosok yang menyebalkan dan ngeselin
g.
Guru-guru
yang baik, seperti Profesor McGonagal, Dumbledore
h.
Nyaris
beneran pingsan kalo ngebayangin Profesor Quirell yang berbau bawang putih itu
(hmm… lebay sih gue)
i. Tak
ketinggalan hantu-hantu dari tiap menara. Mereka ini seolah jadi maskot dari
masing-masing menara. O ya, ada Peeves si hantu jail, plus Flich dan si kucing
Mrs. Norris.
j. Voldermort,
musuh besar Harry Potter. Kalo mau
dibilang, seri Harry Potter ini adalah masalah pribadinya Harry Potter dengan
Voldermort, tapi bikin seluruh dunia penyihir jadi kacau balau. Sosoknya yang
dingin, bikin saya merasa berdekatan dengan es. Serius nih… Gak heran,
keberadaannya sering bikin kepala Harry
sakit, karena bekas luka di kepalanya itu yang berdenyut-denyut hebat.
k. Jubah
gaib, cermin tarsah, permen kodok, permen yang rasanya macem-macem itu, foto
yang bisa bergerak, hutan terlarang, topi seleksi…. Duh, banyak lagi hal-hal
gaib dan unik di dalam buku ini.
Aduh, apa lagi ya yang terlewat? Ma’af kalo ada yang
ketinggalan.
Di buku pertama ini, tak hanya Harry harus
berjuang melawan musuh besarnya, tapi juga pencarian jati diri akan siapakah
dia sebenarnya. Identitas yang dirahasiakan oleh Paman Vernon dan Bibi Petunia. Di Hogwarts pun,
Harry harus bersikap ‘biasa’ ketika orang memandangnya dengan kagum, mencoba
berkenalan dengannya, atau bahkan merasa kasihan. Sementara Harry sendiri tak
tahu, kejadian hebat yang membuat dirinya terkenal. Bijaksana bagi Dumbledore
untuk menitipkan Harry di keluarga Durdsley, agar dirinya tak jadi sombong.
Harry Potter membuat saya menyukai fantasi. Tanpa
perlu berkhayal dengan susah payah, membayangkan seperti apa dunia Harry Potter
itu. Gak seperti saat saya membaca Trilogi Lord of The Rings. Ceritanya pun,
meskipun serius, tapi tak terasa berat. Adanya para muggle, membuat cerita ini
jadi lebih ‘dekat’. Terus, ngelirik kiri-kanan.. hmm… jangan-jangan, di sekitar
saya ada penyihir… atau malah berkhayal, pengen jadi ‘wizard’ juga… hehehe…
Kembali ke buku pertama, bikin kangen, pengen
nonton dan baca lagi.. lagi dan lagi…
*review edisi nostalgia… hehehe*
Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam:
- Event
Fun Year With Children’s Literature yang dihost oleh B’zee (bulan pertama: kategori
Bildungsroman)
8 comments:
Setuju, toko-nya Oliver paling bernuansa magis di Diagon Alley! :)
Dan aku juga baru bisa benar2 membayangkan Quidditch saat udah nonton filmnya. Berarti daya imajinasi J.. Rowling patut diacungi jempol.
lucu waktu baca buku ini, betapa hebohnya anak2 sama piala asrama, pertandingan quidditch dll - ceria banget dibanding buku2 sebelumnya yang makin suram dan suram.
*acung tangan* untuk bagian yang berkhayal jadi wizard :))
waktu nonton film yang pertama ini, rasanya setiap adegan punya kejutan. pertama liat Diagon Alley, bilang 'wow', ngeliat Hogwarts, lebih 'wow' lagi....
buku-buku selanjutnya, terutama mulai buku ke empat, makin bikin stress, makin suram...
untungnya aku nonton dulu baru baca mba jadi bisa membayangkan Quidditch pas baca hehehee...tp JKR tuh imajinasinya bener-bener keren yaa..dalam kastil ada hantu lah bahkan jadi guru lagi *tepuktangan*
Paman Vernon sigap banget waktu menghalangi Harry baca suratnya.. sampe segitunya
Hehehe..si profesor hantu ini suka ketiduran pas lagi ngajar :D
Ah ya.. Paman Vernon itu emang sigap banget dalam segala hal.
Di buku pertama ini ceritanya masih simpel dan anak-anak banget ya... dan sepertinya karena Harry Potter itu fantasi yang "dekat" (ada unsur non-penyihir juga) dan segala tetek bengek dunia sihir menarik yang diciptain JKR, makanya seri Harpot bisa jadi best seller yang cetar membahana gitu... *tendang Fifty Shades* #eh
Post a Comment