Tuesday, July 31, 2007

The Floods: Playschool (Keluarga Flood: Sekolah Sihir)

The Floods: Playschool (Keluarga Flood: Sekolah Sihir)
Colin Thompson
Shinta Harini (Terj.)
Penerbit Atria, Cet. 1 – Juli 2007
226 Hal.

Seperti yang sudah diceritakan di buku pertama, anak-anak Keluarga Flood bersekolah di sekolah sihir yang letaknya nun jauh di sana, melewati samudera, pegunungan dan terjangan badai dengan kendaraan naga sangat cepat, jadi meskipun ada toilet di dalamnya, berpikirlah dua kali sebelum menggunakannya. Sekolah sihir itu bernama Quicklime College, letaknya di Pegunungan Patagonia

Quicklime College didirikan oleh kakek buyut Nerlin Flood, yang letaknya gak akan bisa ditemukan di peta mana pun. Di tempat itulah, pertama kalinya, Merlin Floos Kelimat Belas datang bumi, untuk menciptakan beberapa legenda bagi manusia. Ketika pertama kali melihat tempat itu, yang ada di pikiran Merlin Flood saat itu, salah satunya adalah “ Lembah ini cantik juga.” (Hal. 9).

Maka dibangunlah Quicklime College yang memakan waktu sangat lama, karena Merlin Flood sempat membantu Raja Arthur dalam berbagai petualangan. Quicklime College resmi berdiri 750 tahun yang lalu.

Untuk memperingati hari jadi ke 750 tahun itu, maka Hari Olahraga tahun ini menjadi begitu istimewa. Acara tahunan yang penuh dengan olahraga aneh bin ajaib yang tidak akan bisa ditemui di mana pun kecuali di dunia sihir a la Quicklime College.

Acara itu disambut dengan meriah oleh semua murid, tidak terkecuali anak-anak Keluarga Flood. Di Quicklime College, anak-anak keluarga Flood termasuk anak yang berprestasi dan popular. Hampir di setiap mata pelajaran, mereka mendapat nilai tinggi dan bintang emas.

Tapi, ternyata, ada satu orang murid yang gak menyukai anak-anak keluarga Flood, namannya Orkward Warlock. Ia membenci semua orang, sama seperti semua orang juga gak menyukai dirinya. Bahkan keluarganya sendiri pun enggan mengakui Orkward sebagai anak. Gak ada yang mau berteman dengannya, kecuali si Katak – yang dulunya anak laki-laki bernama Charles.

Dengan bantuan si Katak, Orkward merancang strategi untuk menghancurkan keluarga Flood sekaligus, di hari yang sangat penting yaitu, Hari Olahraga.

Satu lagi yang jadi misteri, adalah keberadaan Narled, ‘seseorang’ atau makhluk yang bentuknya mirip koper. Si Narled ini gemar ‘membersihkan’ barang-barang yang berceceran. Konon kabarnya, Narled mempunyai gua tempat menyimpan harta karunnya. Dan, ternyata Orkward yang tamak ini juga mengincar harta karun Narled.

Seperti buku pertama, buku ini juga dihiasi berbagai gambar tokoh-tokoh yang aneh bin ajaib. Juga diceritain berbagai mata pelajaran yang aneh dan kadang terkesan sadis. Sama seperti buku sebelumnya juga, ending si tokoh antagonis harus berakhir dengan tragis dan sadis juga. Hiii… tapi, tetap aja, kocak dan lucu.

Browsing websitenya Colin Thompson, ternyata dia juga bikin picture book Keluarga Flood. Wah… pastinya makin banyak, gambar otak, darah, dan berbagai isi perut, plus gambar lain yang aneh-aneh…

Monday, July 30, 2007

Different Ugliness, Different Madness

Different Ugliness, Different Madness (Balada Seorang Penyiar)
Marc Males
Rosi L. Simamora (Terj.)
GPU – Juli 2007
126 Hal.

Llyod Goodman, adalah seorang penyiar terkenal di tahun 30an. Tapi, dia tidak pernah mau menunjukkan ‘muka’nya di hadapan publik, malah ia lebih memilih menyewa orang untuk tampil sebagai dirinya. Lebih aneh lagi, di tengah masa jayanya, Lloyd tiba-tiba menghilang, meninggalkan para penggemar setianya.

Tidak ada yang tahu, bahwa produser radio CBN melakukan kebohongan dengan menampilkan sosok palsu dari Lloyd Goodman.

Di tempat lain, seorang wanita ‘berkelana’ dari satu kota ke kota lain dengan hanya membawa sebuah koper. Helen, nama wanita itu, seolah pergi tanpa tujuan. Helen punya satu keanehan, yaitu ia suka berbicara pada bayangannya sendiri di cermin, yang disebutnya sebagai Mary. Seolah-olah Helen memiliki kepribadian ganda.

Helen menumpang mobil-mobil untuk sampai ke tujuan berikut, atau dengan kereta api. Menginap di penginapan murah. Sampai satu hari, ia sampai di sebuah rumah yang seolah tanpa penghuni.

Ketika ia sedang asyik melihat mobil tua di rumah itu, tiba-tiba seorang laki-laki berwajah buruk rupa muncul. Tapi, entah kenapa, Helen tidak takut dengan laki-laki itu. Bahkan ia menerima tawaran laki-laki itu untuk bermalam.

Di rumah laki-laki itu, herannya tidak ada cermin. Padahal, Helen sangat membutuhkan cermin. Untuk itu, ia menyediakan cermin bagi Helen. Dan, secara tidak sengaja, ia melihat Helen sedang ‘berbicara’ sendiri dengan bayangannya di cermin.

Untuk membalas budi baik laki-laki itu, Helen memasak, mencuci pakaian dan berbenah. Baik Helen maupun laki-laki itu sama tertutupnya. Mereka punya rahasia masing-masing.

Tak disangka-sangka ternyata, perkenalan beberapa hari itu membuat si laki-laki yang ternyata Llyod Goodman itu jatuh cinta pada Helen. Ia mengutarakannya di stasiun saat Helen sedang menunggu kereta menuju tempat selanjutnya.

Akhirnya, rahasia diri masing-masing terkuak. Masing-masing bercerita tentang apa yang membuat mereka sama-sama ingin menyendiri.

Novel grafis ini gak terlalu tebal. Helen tua bercerita di sebuah stasiun kenangannya kepada Linda, anaknya. Di saat yang sama, sebuah stasiun televise mengangkat kisah tentang Lloyd Goodman, penyiar legendaris yang menghilang di saat ia sedang di puncak.

Yang sedikit mengganggu, adalah gambaran sosok Helen. Harusnya ia terlihat cantik, tapi di sini, justru seperti cewek macho, berbadan besar dan potongan muka yang juga besar… kesannya gagah banget, malah kadang terkesan serem (kadang cocok sih, dengan sosok Helen yang misterius itu)

Harry Potter & the Deathly Hallows

Harry Potter & the Deathly Hallows
J.K. Rowling
Bloomsbury, 2007
607 Hal.

Jauh sebelum buku terakhir dari Harry Potter ini dirilis, kehebohan udah lebih dulu dimulai, terutama tentang tebak-tebakan siapa yang bakalan mati: Harry Potter atau Voldemort?

Karena kematian Dumbledore, Harry merasa sudah jadi tugasnya untuk ‘menumpas’ Voldemort dan Death Eaters. Harry memutuskan untuk gak kembali lagi ke Hogwarts, meskipun itu adalah tahun terakhirnya. Ron dan Hermoine juga memutuskan untuk meninggalkan Hogwarts dan membantu Harry dalam menemukan Horcrux yang bisa menghancurkan Voldemort.

Sebelum memulai perjalanannya, Harry harus segera dipindahkan dari Privet Drive, kediaman keluarga Dudley. Untuk itu, demi keamanan, keluarga Dudley juga segera diungsikan ke tempat lain. Dan ‘pasukan’ dari Order of Phoenix menjemput Harry dengan penyamaran yang hebat. Tapi, sayang, meskipun selamat, formasi mereka sempat kacau balau karena ada yang membocorkan rencana ‘pemindahan’ Harry tersebut. Satu orang harus mengorbankan nyawanya.

Harry, Ron dan Hermoine seolah hidup dalam ‘pelarian’. Kementrian Sihir sudah jatuh ke tangan Voldemort, Death Eaters ada di mana-mana. Harry jadi the Most Wanted Person. Dumbledore ternyata meninggalkan surat wasiat yang isinya barang-barang yang akan diberikan pada Harry, Ron dan Hermione. Harry mendapatkan bola Snitch pertama yang berhasil ditangkapnya dalam pertandingan Quidditch, Ron dapat Deluminator, alat mirip korek api dan Hermione dapat buku kuno yang ternyata berisi dongeng-dongeng kuno. Awalnya mereka sama sekali gak tau, apa maksud Dumbledore memberikan benda-benda itu pada mereka.

Beberapa kali mereka harus menyamar dengan bantuan ramuan Polyjuice. Bersembunyi di hutan, di rumah Bill dan Fleur, menyusup ke Bank Gringotts, bahkan menyusup ke Kemeterian Sihir.

Berulang kali mereka harus berhadapan dengan Death Eaters, bahkan mereka tertangkap Goblin yang membawa mereka ke kediaman keluarga Malfoy. Ternyata di sana sudah ada Luna Lovegood dan Mr. Olivander, pembuat tongkat sihir, yang lebih dulu tertangkap.

Berkali-kali Harry ‘masuk’ ke dalam pikiran Voldemort. Ia mengetahui bahwa Voldemort mengincar sesuatu yang sangat berharga yang mungkin digunakan untuk membunuh Harry. Karena itulah Mr. Olivander tertangkap.

Di buku yang diberikan Dumbledore, Hermoine menemukan sebuah symbol yang menurut legenda berhubungan dengan kisah Tiga Bersaudara yang mencoba menipu Kematian.

Pertarungan puncak terjadi ketika suatu malam, Harry nekat menyusup kembali ke Hogwarts, padahal Hogwarts adalah tempat yang sangat berbahaya bagi Harry. Tapi, karena Harry merasa Voldemort sudah semakin dekat, maka keputusan harus segera diambil.

Yang paling seru memang waktu pertempuran terjadi di Hogwarts saat tengah malam. Ketika semua guru-guru yang masih mendukung Dumbledore dan Harry Potter, juga murid-murid yang sudah cukup mahir bertempur melawan Death Eaters. Ada banyak yang mati… hiks…

Banyak yang berharap (paling gak itu yang gue denger dari temen-temen gue), kalo Dumbledore hidup lagi kaya’ Penyihir Putih di Lord of the Rings… tapi ternyata…

Harry, Ron dan Hermione udah pinter mengucapkan ‘mantra-mantra’… tapi, koq.. duel antara Harry Potter dan Voldemort ‘cuma’ gitu aja ya… simple dan singkat banget…

Endingnya mmm… mungkin terlalu klise… demi memuaskan banyak orang (kali ya)… ya, gitu deh jadinya… Tapi, banyak rahasia-rahasia yang terungkap yang bikin cerita juga jadi lebih seru.

Kaya’nya, jadi pengen baca dari Harry Potter 1 lagi…

Monday, July 23, 2007

The Boy in the Striped Pyjamas

The Boy in the Striped Pyjamas (Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis)
John Boyne
Rosemary Kesauli (Terj.)
GPU, Juli 2007
240 Hal.

Bruno, langsung memutuskan untuk tidak menyukai tempat tinggalnya yang baru. Berbeda dengan rumah lamanya di Berlin, yang bertingkat 5, keadaan sekeliling yang ramai dan juga dengan tiga orang sahabatnya. Di rumah barunya ini, tidak ada tetanga di kiri-kanannya, bahkan seolah tanpa penghuni, satu-satunya rumah yang terlihat adalah rumah di seberang yang sepi dan tandus. Hampir tidak ada orang di sekitarnya. Benar-benar membosankan, karena tidak ada teman yang bisa diajaknya bermain.

Ibu Bruno tidak mau berkata apa-apa soal kepindahan mereka. Yang pasti, kata Ibu Bruno, mereka harus ikut ke tempat tugas ayah Bruno yang baru.

Bruno adalah anak yang senang menjelajah, bahkan ia punya cita-cita jadi penjelajah, ia menemukan sebuah jendela di mana dari sana ia bisa melihat keadaan di rumah satunya. Ia melihat ada begitu banyak orang yang berada di balik pagar. Hanya ada laki-laki dan anak-anak. Ke mana para perempuan? Dan mereka mengenakan baju yang sama yaitu piama bergaris-garis. Menurut Bruno, tentu menyenangkan bisa memakai piama seharian.

Bruno semakin tidak menyukai rumah barunya. Bruno tidak punya teman. Bruno malas mengajak Greta, kakaknya yang Benar-Benar Payah itu bermain. Belum lagi, ia tidak pergi ke sekolah. Orang tuanya malah memanggil guru untuk belajar di rumah.

Bruno memutuskan untuk melakukan penjelahan ke sekeliling rumahnya. Ia pun menyusuri pagar. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah titik yang akhirnya menjadi seorang anak laki-laki yang sedang merenung di balik pagar.

Mereka pun berkenalan. Anak laki-laki itu bernama Shmuel, yang ternyata berulang tahun di hari yang sama dengan Bruno. Tentu saja Bruno senang mendapatkan teman yang sebaya dengannya.

Tapi, berbeda dengan Bruno, Shmuel selalu tampak sedih, kurus dan murung. Mereka berdua berusaha memahami dunia mereka masing-masing. Bruno ingin sekali mengundang teman barunya itu ke rumah, atau bahkan Bruno ingin mengunjungi teman barunya itu di balik pagar. Bruno menganggap Shmuel lebih beruntung karena di balik pagar ada banyak anak laki-laki yang bisa jadi teman bermain, sementara dirinya sendiri hanya bersama kakak perempuannya yang Benar-Benar Payah.

Buku ini sebenarnya bikin sedih banget. Menggambarkan suasana di Kamp Auschwitz atau yang disebut Bruno, Out-With. Gimana kejamnya The Fury dan para tentaranya. Tapi, semakin menyedihkan karena digambarkan dari pandangan polos dua orang anak yang gak tau apa-apa. Yang ada pikiran mereka hanyalah mencari pertemanan dan persahabatan.

Wednesday, July 18, 2007

Tarothalia

Tarothalia
Tria Barnawi
GPU, Juni 2007
256 Hal.

IP pas-pasan, itu pun hasil kuliah di jurusan yang tidak disukai, 3 pekerjaan tidak ada yang bertahan, berakhir dengan ‘dipaksa mengundurkan diri’ alias dipecat, dan akhirnya bolak-balik cari lowongan pekerjaan di Koran. Itulah kehidupan seorang Thalia Jehan. Sebagai anak tengah dari tiga bersaudara, Thalia sering mengalami yang namanya sindrom anak tengah. Kakaknya, Delia, sukses di karir, anak paling penurut di keluarga, sebentar lagi bakal menikah dengan seorang dokter kandungan. Sedangkan adiknya, Kalya Jehan adalah seorang fotomodel dan bintang sinetron. Sementara Thalia… seorang pengangguran… Selain itu, Thalia orang yang temperamental.

Thalia pun akhirnya minta bantuan sahabatnya, Bella, untuk mencarikan pekerjaan. Bella yang punya banyak ide menemukan untuk memanfaatkan kelebihan Thalia. Iya, Thalia punya indera keenam, semasa kecil, Thalia sering terlihat ‘bermain-main’ dengan sosok yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.

Maka, atas ‘paksaan’ dari Bella, dibentuklah Tarothalia Consulting, di mana Thalia menjadi satu-satunya konsultan ‘spiritual’ dan Bella sebagai manajernya.

Klien pertama adalah atasan Bella sendiri yaitu Ibu Alin. Ternyata, meskipun sempat marah atas saran Thalia, Ibu Alin puas dengan service Thalia dan ia pun memanggil Thalia untuk konsultasi selanjutnya.

Dan tak disangka-sangka, bisnis Thalia ini berkembang pesat. Apalagi ketika salah satu kliennya adalah selebritis kondang yang sedang naik daun bernama Rayni. Kebetulan Rayni ini adalah sepupu seorang pria yang bikin Thalia panas-dingin bernama Cassio.

Rayni seolah jadi trendsetter, apa pun yang dimulai Rayni bakal diikuti oleh artis lain yang gak mau kalah. Bener aja, begitu tau Ray punya penasihat, artis lain juga berebut minta waktu untuk konsultasi dengan Thalia.

Buntutnya, Thalia pun lelah. Ia kehilangan kendali dan kesabaran atas dirinya sendiri. Ditambah lagi, ia selalu merasa ada yang gak beres setiap kali Bella dan Cassio bertemu. Kenapa Bella tampak cemburu setiap kali Thalia menyebut nama Cassio?

Thalia memutuskan untuk berhenti. Tapi, masalah gak berhenti sampai di situ aja. Persahabatannya dengan Bella diuji.

Mmmm… Tria Barnawi mungkin salah satu penulis ‘metropop’ yang gue suka. Soalnya, background ceritanya (yaaaa… meskipun gak jauh-jauh dari cinta), selalu unik. Misalnya, kisah cinta abad 22, atau robot jatuh cinta… dan kali ini memanfaatkan masalah ‘ramal-meramal’. Tapi, coba kalo sisi ‘Tarot’ di buku ini lebih di-expose… lebih seru kali ya. Soalnya, si Thalia ini justru sama sekali gak ahli baca Tarot.

Middlesex

Middlesex: Pencarian Jati Diri Seorang Manusia Berkelamin Ganda
Jeffrey Eugenides
Berliani M. Nugrahani (Terj.)
Serambi – Cet. II – Juli 2007
810 Hal.

"Aku terlahir dua kali: pertama, sebagai seorang bayi perempuan, pada hari tanpa kabut di Detroit, Januari 1960; lalu sekali lagi, sebagai remaja laki-laki, di sebuah ruang gawat darurat di dekat Petoskey, Michigan, pada Agustus 1974." (hal. 15)

Kalimat pembuka di buku ini memang jadi 'pancingan' untuk pembaca buat terus membaca buku ini. Karena bener-bener bikin penasaran dan memancing rasa tertarik untuk menelusuri buku dengan ketebalan lumayan ini.

Calliope Stephanides, menjalani kehidupannya selama 14 tahun sebagai seorang perempuan. Ia tidka menyadari ada keanehan dalam dirinya, sampai ketika ia beranjak dewasa, ia menyadari dirinya berbeda dengan teman-teman perempuan lainnya. Di usia dua belas tahun, ia belum mendapatkan menstruasi, berdada rata dan bertubuh lebih kurus dan jangkung. Di atas bibirnya, mulai ditumbuhi rambut tipis. Dan, ia lebih cenderung menyukai teman perempuan dibanding laki-laki. Keluarganya, terutama ibunya, Tessie Stephanides, juga mulai khawatir mengapa Calliope belum juga datang bulan.

Suatu hari, ia mengalami sebuah kecelakaan, dan dokter yang memeriksa menemukan adanya sebuah keanehan. Calliope pun dibawa ke dokter lain di New York untuk pemeriksaan lebih lanjut. Terungkaplah sebuah fakta bahwa Calliope adalah seorang Hermaphrodite alias berkelamin ganda. Saran Dr. Luce agar Calliope melakukan operasi ternyata ditolak.

Mulailah babak baru dalam kehidupan Calliope sebagai Cal Stephanides.

Buku ini lebih mirip sebuah memoar, sebuah kisah kehidupan seorang Cal Stephanides. Cal menuturkan sejarah keluarganya, awal mula terjainya kelainan genetis yang memungkinkan terjadinya sosok seorang Cal Stephanides.

Sejarah dimulai di sebuah wilayah di Yunani. Desdemona Stephanides tinggal bersama adiknya, Lefty Stephanides. Desdemona benar-benar mengabdikan hidupnya untuk merawat adiknya, sesuai janjinya pada ibunya. Bahkan berulang kali Desdemona mencarikan jodoh untuk adiknya, tapi Lefty ternyata tidak tertarik pada mereka.

Ternyata, tinggal hanya berdua, tidur bersebelahan, menimbulkan keanehan pada diri mereka. Rasa sayang, rasa tertarik bukan lagi semata karena mereka saudara kandung, tapi lebih dari itu. Rasa sayang yang timbul lebih arah rasa terhadap seorang wanita dan laki-laki.

Menjelang pelarian mereka dari Yunani ke Amerika akibat penyerbuan Turki, Lefty melamar Desdemona. Desdemona merima lamaran adiknya. Di kapal yang membawa mereka ke Amerika, Desdemona dan Lefty memainkan scenario sebagai pasangan yang baru saling mengenal dan jatuh cinta dalam di dalam pelayaran itu. Mereka pun menikah di kapal itu.

Di Amerika, mereka tinggal di rumah sepupu mereka, Sourmelina. Tidak ada yang tahu bahwa mereka adalah kakak beradik, kecuali Sourmelina.

Ketika hamil, Desdemona sempat diliputi kekhawatiran akan melahirkan anak-anak yang tidak normal. Tapi, ternyata hal itu tidak terbukti. Milton dan Zoe lahir dengan sehat dan normal. Tapi, kekhawatiran itu timbul lagi, ketika Milton tertarik ada Tessie, anak Sourmelina. Meskipun, Desdemona sudah menjodohkan Tessie dengan Mike, seorang calon pastur, Milton dan Tessie pun akhirnya menikah. Mike pun akhirnya menikah dengan Zoe.

Dari Milton dan Tessie, lahirnya Calliope Stephanides. Menurut ramalan sendok Desdemona, jenis kelamin si jabang bayi adalah laki-laki. Tapi Milton dan Tessie tidak mau percaya begitu saja, karena mereka berdua mendambakan anak perempuan setelah anak laki-laki pertama mereka, Chapter Eleven. Tapi, oleh Dr. Phil, dokter yang menangani persalinan, ditegaskan bahwa bayi itu berjenis kelamin perempuan. Berakhirlah masa kejayaan ramalan sendok Desdemona.

Calliope pun menjalani kehidupan sebagai seorang perempuan. Keanehan di awal masa remaja dianggap sebagai tanda bahwa pertumbuhan Calliope lebih lambat dari teman-temannya.

Dalam novel yang dibagi dalam empat bagian besar ini, Eugenides menjadikan Cal sebagai penutur. Bagian yang unik adalah waktu Cal cerita tentang ‘antrian’ di alam ‘sana’ sebelum akhirnya pemenangnya adalah Chapter Eleven. Bukan hanya itu, Eugenides juga dengan teliti dan sabar menguraikan sejarah selama rentang waktu 50 tahun. Benar-benar sebuah cerita yang menguraikan perjalanan keluarga selama 3 generasi.

Fiuhhhh… akhirnya… akhirnya… selesai juga baca novel besar nan tebal ini… benar-benar melelahkan… tapi, kadang bosan… kadang penasaran… tapi… legaaaaa….

Tuesday, July 10, 2007

Clair-de-Lune

Clair-de-Lune
Cassandra Golds
Vina Damayanti (Terj.)
GPU – Juli 2007
232 Hal.

La Luna, adalah seorang penari balet yang meninggal dengan tragis di panggung. Ia meninggalkan seorang anak yang kelak akan mengikuti jejaknya sebagai penari balet. Clair-de-Lune nama anak itu. Ibu La Luna, Madam Nuit, merawat Clair-de-Lune dalam kesederhanaan karena mereka begitu miskin dan hidup dari dana yang diperoleh dari Perusahaan Tari. Sebagai anak dan cucu seorang penari balet, Clair-de-Lune berhak untuk ikut dalam pelajaran tari di Perusahaan Tari itu.

Clair-de-Lune adalah calon penari yang berbakat. Tapi, sayang, ia tidak dapat bicara sejak ia masih bayi. Bersama neneknya, ia tinggal di sebuah puncak menara yang sempit, aneh dan tua. Karena ia tidak pernah berbicara, Clair-de-Lune dicap sombong oleh temant-teman sesame penari balet. Clair-de-Lune hidup dalam kesendirian.

Suatu hari, seusai latihan menari balet, seekor tikus menghampirinya. Herannya, tikus itu bisa mendengar tangisan dan isakan lirih Clair-de-Lune, tikus itu bisa mengerti dirinya. Tikus itu bernama Bonaventure, seekor tikus penari yang mempunyai obsesi memiliki sekolah tari balet khusus tikus. Di dalam lubang tikusnya, ada studio mini tempat ia berlatih balet, lengkap dengan cermin dan barre.

Sejak itu, Clair-de-Lune dan Bonaventure menjadi sepasang sahabat. Bonaventure mengajak Clair-de-Lune ke sebuah biara tersembunyi yang terletak di salah satu bagian tempat tinggal Clair-de-Lune. Ia diajak menemui seorang pastur, Bruder Inchmahome. Di sana, Clair-de-Lune belajar bicara dan mendengar. Setiap hari, Clair-de-Lune diminta untuk mengemukakan alasan kenapa ia tidak bisa bicara.

Clair-de-Lune pelan-pelan mulai mencoba membuka dirinya. Ia mencoba tersenyum pada orang-orang yang dikenalnya. Ia mencoba menyuarakan isi hatinya kepada Bruder Inchmahome.

Sementara itu, Monsieur Dupoint sedang merencanakan pertunjukan peringatan seratus tahun Perusahaan Tari. Ia berencana mementaskan sebuah tarian istimewa, yaitu tarian terakhir La Luna, dan hanya satu orang yang pantas untuk jadi penarinya, yaitu Clair-de-Lune. Maka, Clair-de-Lune mulai berlatih meskipun dalam hatinya ia menolak karena sedih.

Dan, nun jauh di lubang tikus yang mungil, Bonaventure juga sedang sibuk dengan sekolah tarinya dan sedang sibuk menyusun naskah untuk pementasan tari pertamanya. Dan, Bonaventure tidak sadar akan bahaya yang sedang mengancam dirinya.

Ternyata, Nenek Clair-de-Lune, Madam Nuit ternyata menyimpan rahasia di balik kematian La Luna. Rahasia yang membuat Madam Nuit terlalu melindungi Clair-de-Lune.

Membaca buku ini, gue jadi inget buku Kisah Desperaux, tentang tikus yang pengen jadi ‘knight in shinning armor’. Sedangkan di buku ini, kisah Bonaventure yang punya cita-cita mendirikan sekolah tari para tikus. Paling nggak membuat tikus jadi tokoh yang menggemaskan dan gak menjijikan. Coba ada ilustrasinya, pasti lebih keren lagi. Soalnya, gue ngebayangin, gimana imutnya studio tari punya Bonaventure.

Wednesday, July 04, 2007

Keluarga Flood: Tetangga Menyebalkan

Keluarga Flood: Tetangga Menyebalkan (The Floods)
Collin Thompson
Shinta Harini (Terj.)
Little Serambi – Cet. 1, Juni 2007
183 Hal.

Jika dilihat paling tidak dari jarak 100 meter, Keluarga Flood adalah keluarga yang (tampak) normal, sama seperti keluarga lainnya. Tapi…. Jika dilihat lebih dekat – kurang dari 100 meter, barulah kita akan tahu bahwa mereka sangat berbeda.

Maklum saja, Keluarga Flood adalah keluarga penyihir. Anggota keluarga mereka bisa dibilang aneh-aneh. Keluarga itu terdiri, seorang ayah yang bernama Nerlin. Nerlin ini sebenarnya cicit dari penyihir Merlin yang terkenal itu. Seharusnya, dia juga bisa dinamakan Merlin, tapi, karena pas prosesi pelantikan sebagai penyihir, pendetanya lagi terserang flu, terplesetlah jadi Nerlin. Sedangkan istrinya bernama Mordonna yang bisa membuat orang jatuh cinta hanya dengan memandang matanya. Di balik sosoknya yang menyeramkan, Mordonna tetap saja seorang ibu dan istri yang penuh perhatian pada keluarganya.

Anak-anak mereka tentu saja gak kalah ajaib dan ‘mengerikan’. Yang tertua adalah Valla, satu-satunya anak keluarga Flood yang sudah bekerja sebagai manajer bank darah. Kesukaannya tentu saja yang berbau darah dan tidak menyukai yang tidak ada hubungannya dengan darah. Anak kedua, Satanella. Kita mungkin akan mengira ia adalah seekor anjing. Dulunya ia adalah seorang anak perempuan, tapi karena satu insiden yang melibatkan udang dan tongkat sihir, wujudnya berubah. Yang ketiga, Merlinmarry, sosok berbulu, tidak ada yang tahu apakah ia perempuan atau laki-laki, bahkan Merlinmarry sendiri juga tidak tahu. Kelebihannya, tubuh berbulu Merlinarry dialiri supply listrik yang besar – lagi-lagi karena dalam proses ‘penyihiran’ ada kilat menyambar. Lalu, ada Winchflat yang jenius, si pencipta alat-alat dalam keluarga ini. Lalu, si kembar Morbid dan Silent yang bagai cermin, mereka bisa bicara melalui telepati. Yang terkecil adalah Betty. Dilihat dari sosoknya, Betty terlihat sangat normal. Waktu ‘merencanakan’ kehadiran Betty, Mordonna ingin seorang anak perempuan cantik yang bisa menemaninya merajut, berkebun atau melukis. Betty memang jadi anak yang cantik berambut pirang. Tapi, tetap saja, Betty anak penyihir yang punya kemampuan berbeda dari anak normal lainnya.

Anak-anak Keluarga Flood bersekolah di sekolah penyihir yang untuk menuju ke sana mereka harus melewati pegunungan, badai salju dan samudra, tentu saja gak pakai bis sekolah biasa. Sedangkan Betty, sekolah di sekolah biasa bersama anak-anak normal lainnya.

Hidup keluarga Flood menurut mereka sudah cukup bahagia dan menyenangkan. Tapi… itu kalau tidak ada gangguan dari tetangga mereka yang super berisik, yaitu Keluarga Dent. Keluarga ini benar-benar kacau – ayah yang pemalas, pemabuk dan pengangguran. Pekerjaaannya adalah memastikan dirinya tidak punya pekerjaan. Lalu, ibunya, wanita gendut yang kecanduan nonton reality show di televisi yang membuat dirinya lebih baik dari orang-orang bodoh di reality show itu. Lalu, anak mereka, Tracylene, anak perempuan gendut yang selalu berdandan menor dan hobi gonta-ganti pacar dan Dickie, anak laki-laki yang gendut dan nakal. Dickie ini satu sekolah dengan Betty.

Kelakuan keluarga Dent ternyata sangat mengganggu Keluarga Flood. Di pagi hari, mulailah suara-suara berisik dari rumah sebelah, mulai dari suara televisi, suara teriakan-teriakan dan lain-lain. Suara-suara itu mengganggu ketenangan dan konsentrasi Keluarga Flood.

Maka itu, Keluarga Flood mulai mencari cara agar keluarga Dent tidak mengganggu kehidupan mereka lagi.

Bener kata Kobo, untuk membayangkan keluarga Flood, kita mungkin bisa mengingat sosok Addams Family. Tapi… waduh, ‘pembalasan’ keluarga Flood ‘mengerikan’ juga ya… sadis… tapi, ada unsur lucunya juga sih. Di lingkungan keluarga penyihir, tentu saja mereka adalah keluarga normal… tapi, coba kalau mereka ada di depan mata… pastinya, males banget berdekatan dengan mereka. Bisa-bisa, kalau lagi makan siang bareng, ada keong yang berloncatan dari roti tangkup mereka.
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang