Monday, September 18, 2017

Lockwood & Co. #4: Creeping Shadow


Lockwood & Co. #4: Creeping Shadow (Bayangan Mengendap)

Jonathan Stroud @ 2016
Poppy D. Chusfani (Terj.)
GPU – 2017
496 Hal.

Selepas dari agensi Lockwood & Co., Lucy Carlyle memilih untuk menjadi tenaga lepas. Dengan kemampuan Daya Dengar yang langka, tak kesulitan bagi Lucy untuk mendapatkan tawaran pekerjaan. Meskipun begitu, terkadang ia merindukan teman-teman lamanya, tapi yah, ia lebih memilih untuk memantau mereka dari berita-berita di koran dan tinggal di apartemen sempit bersama si tengkorak dalam toples. Meskipun sangat ngeselin, tapi Tengkorak ini juga banyak membantu Lucy dalam pekerjaannya.

Suatu hari, Lucy dikagetkan dengan kedatangan Lockwood di apartemennya. Ternyata Lockwood meminta bantuan Lucy dalam sebuat kasus yang juga melibatkan agensi ternama, yaitu Fittes. Demi hubungan professional (dan juga karena kangen sih….), Lucy menerima tawaran Lockwood.

Oleh Agensi Fittes, Lockwood & Co diminta bantuan untuk mengatasi kanibal yang bangkit dari kematian. Ternyata kerjasama Lockwood dan Lucy tidak berakhir di sini. Ada yang mengincar tengkorak dalam toples juga, dan mencurinya dari Lucy. Tak hanya itu, keselamatan Lucy juga terancam. Maka, Lockwood menawarkan perlindungan demi keamanan Lucy, dan sebagai balasannya, Lucy juga menerima ajakan Lockwood untuk menangani sebuah kasus di mana wabah hantu tiba-tiba mengepung sebuah desa dan menyebabkan teror bagi penduduk desa.

Tiba-tiba saja, kasus ini tak hanya sebagai kasus perburuan hantu, tapi juga melibatkan agensi besar lainnya dan juga perdagangan artefak gelap. Mereka tak hanya berususan dengan makhluk halus, tapi juga harus menghadapi manusia-manusia yang berbahaya.

Di tengah-tengah ‘pertempuran’, sesekali tercipta ‘awkward moment’ di antara Lockwood dan Lucy. Tak hanya itu saja, ketegangan antara Lucy dan Holly juga mencair, tercipta pengertian di antara mereka berdua.

Selain itu, tambahan anggota baru yang tak diduga, yaitu Quill Kipps, mantan agen Fittes, yang seiring dengan bertambahnya usia, maka kemampuannya untuk melihat hantu juga berkurang bahkan menghilang. Ia kini hanya bertugas sebagai pengamat. Dan tak disangka-sangka, sebagai mantan saingan, dan meskipun tetap saling ejek, Kipss mampu bekerja sama dengan tim Lockwood.

Tapi ya, apa yang ditampilkan di cover tidaklah ‘semengerikan’ cerita utama dalam buku ini. Malah membuat sedikit kecewa karena campur tangan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Lebih mirip seperti operasi militer dalam bentuk ‘hantu’.  Gue lebih merinding dengan kasus pertama di buku ini, tentang hantu perempuan atau kasus kanibal Earling.

Tapi jangan khawatir, buku ini tetap seru dan membuat gue nyaris gak bisa berhenti sampai selesai. Ada rasa sedih .. karena konon kabarnya, buku kelima akan jadi buku terakhir dari kisah Lockwood & Co. Apakah ramalan Pemuda Berongga (di buku ketiga) akan jadi kenyataan? L




Submitted for: Fantasy Fiction

Wednesday, September 13, 2017

Yawning is Delicious


Yawning is Delicious
Kang Ji Yong
Putu Primana Adnyana (Terj.)
Penerbit Haru – Juni 2017
336 Hal.

Salahkan Goblin dan Oppa Gong Yoo, sampai akhirnya gue beli buku ini. Masih baper, gue pun nyari-nyari buku berbau Korea di Gramedia.Karena gue kurang suka romance Korea dalam bentuk buku, gue nyari yang rada-rada misteri, ketemulah buku ini.

Melihat judulnya, buat lucu menurut gue. Tapi, gak dengan ceritanya. Rada-rada ‘creepy’ malah. Buku ini bercerita tentang ‘pertukaran tubuh’.

Lee Kyeong, seorang remaja, bertubuh gemuk dan pendek. Kehidupan sehari-hari kondisinya kurang bagus. Terlilit hutang karena ulah ayahnya, sementara sang ayah sendiri ada di sanatorium. Ia bekerja sebagai tenaga magang di perusahaan kebersihan khusus. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa yang membersihkan tempat-tempat perkara pembunuhan.

Da Woon, seorang gadis canti dan kaya raya. Tapi hidupnya juga tidak bahagia, ia diatur oleh ibunya yang ambisius. Masa lalunya juga tak ‘secantik’ dan seindah kehidupannya saat ini.

Ketika mereka tertidur, satu sama lain ‘terperangkap’ dan bertukar dalam mimpi. Anehnya, apa yang dilihat Lee Kyeong adalah kejadian di masa lampau dan apa yang dilihat Da Woon adalah kejadian di masa depan.

Lee Kyeong menyadari hal ini ketika ia sedang membersihkan apartemen yang ia sadari pernah ia lihat di dalam mimpi.

Awalnya, Lee Kyeong merasa ia harus menyelamatkan Da Woon. Tapi ketika cerita berjalan, banyak hal yang mengejutkan. Yang ada malah mereka berusaha saling menguasai. Ending-nya sendiri cukup mengejutkan.

Okelah, sinopsis cerita sudah menarik perhatian gue, ending-nya juga oke, tapi lama-lama gue suka kehilangan arah, alurnya agak membingungkan, dan makin akhir, koq malah makin banyak tokoh jahat dan sadis. Gue malah jadi pusing sendiri dan ikutan ngantuk. Sepanjang cerita maunya dibuat terus tegang, tapi yang ada malah bingung. Mungkin aku pusing, membayangkan tokohnya  kali-kali ada yang seganteng Grim Reaper …




Submitted for: Asian Literature

Friday, May 26, 2017

Book Scavenger


Book Scavenger
Square Fish (2015)
350 hal.

Ketika Emily dan keluarganya pindah ke San Fransisco, Emily super semangat. Karena di sinilah Garrison Griswold, pencipta permainan Book Scavenger berasal. Karena pekerjaan orang tua Emily yang ‘unik’, Emily terpaksa harus hidup berpindah-pindah tempat. Orang tua Emily bertekad untuk tinggal di 50 negara bagian di Amerika Serikat. Mereka mencatat dan menyimpan cerita perjalanan mereka dalam blog dan sedang dalam penjajakan untuk menerbitkan sebuah buku.

Awalnya sih mungkin asyik ya, bisa berkunjung ke tempat-tempat yang baru. Tapi, efeknya, Emily jadi gak punya teman akrab. Emily cenderung untuk ‘menenggelamkan’ dirinya ke dalam buku. Dan Book Scavenger adalah salah satu yang membuat ia bersemangat. Book Scavenger, adalah permainan berburu buku, di mana para pemain bisa menyembunyikan buku atau mencari buku dengan mengikuti petunjuk dan teka teki yang ada. Ada level-level tertentu dalam permainan ini.

Garrison Griswold, si pencipta Book Scavenger sendiri, adalah sosok yang unik dan ‘nyentrik’. Sebetulnya, para penggemar Book Scavenger sedang menunggu teka-teki terbaru dari Mr. Griswold ini, di mana ada sebuah buku berharga yang berhubungan dengan hadiah utama dalam permainan Book Scavenger. Tapi, dalam perjalanan menuju sebuah stasiun radio, di mana Mr. Griswold akan membuat pengumuman penting, ia mengalami cedera yang serius karena diserang oleh dua orang perampok yang mengincar buku berharga itu.

Emily dan teman barunya, James, dibantu juga oleh Matthew, kakak Emily, berusaha memecahkan teka-teki berdasarkan petunjuk Mr. Griswold, yang membawa mereka ke dalam petualangan seru, dan mereka juga harus berhati-hati terhadap sekelompok orang yang mengincar buku berharga itu.

’I love it .. I love it … I love it…!!!’ From the very beginning until the end of the story …. Gabungan antara Mr. Lemoncello sama Willy Wonka … Ini seru banget … seandainya mungkin di Indonesia, ada permainan kaya’ gini juga. Tapi ya, ngeri aja gitu, kalo tiba-tiba, buku kita ditemuin sama orang yang gak terlalu suka buku, terus buku itu diperlakukan dengan tidak sepatutnya.

Dan yang pasti, dari buku yang bertema buku, pastinya banyak referensi buku-buku menarik. Selain itu, buku, teka-teki plus petualangan yang seru jadi buku ini makin menarik. Apalagi ya itu pas Emily sama James bikin tebak-tebakan pake simbol-simbol, dan ternyata Matthew sendiri yang terlihat cuek dan awalnya ogah-ogahan, tapi ternyata memberikan bantuan yang gak diduga.




Submitted for: Children Literature

Friday, May 19, 2017

Scheduled Suicide Note


Scheduled Suicide Note
Akiyoshi Rikako
Penerbit Haru - 2017

Sejak ayah Ruri menikah lagi, iya yakin ibu tirinya itu punya niat yang tidak baik. Kecewa terhadap ayah tirinya yang seolah mencari pengganti ibunya. Sementara ibu tiriya di mata Ruri, juga terlihat ingin ‘menguasai’ usaha ayah Ruri.Ayah Ruri adalah chef ternama di Jepang, ia memiliki restoran yang unik, di mana semua – interior, menu, disusun berdasarkan feng shui.

Ketika ayah Ruri meninggal, Ruri yakin pasti ibu tirinya yang membunuh ayah Ruri. Maka ia bertekad untuk membuktikan bahwa ibu tirinya itu bersalah. Pergilah Ruri ke sebuah desa kecil, dengan perencanaan yang matang, ia sudah mantap untuk mengakhiri hidupnya. Ruri meninggalkan catatan yang detail mengenai kecurigaannya tersebut. Hatinya lebih tenang karena sesudah ia meninggal nanti, ia akan bertemu kembali dengan ayah dan ibunya.

Tapi ketika saat Ruri sedang bersiap untuk melaksanakan niatnya tersebut, ia malah terjatuh dan bertemu dengan sosok hantu anak laki-laki, yang memprotes tindakan Ruri tersebut. Pada akhirnya, mereka berdua membuat kesepakatan. Hantu anak laki-laki itu akan membantu Ruri membongkar kedok ibu tiri Ruri. Dan jika dalam waktu 7 hari, Ruri tidak menemukan bukti apa pun, maka Ruri boleh melakukan niat awalnya itu.

Cover yang kelam ini seolah ingin mendukung judul buku yang juga gak kalah seramnya, ditambah lagi dengan sinopsis yang membawa-bawa sosok hantu. Gue udah bersiap-siap untuk merinding, karena gue gak terlalu suka cerita-cerita hantu, tapi gue malah nekat milih buku ini. Berharap ada kejutan-kejutan yang bikin emosi gue teraduk-aduk, berharap ada ketegangan yang makin menambah rasa penasaran gue.

Tapi siapa sangka buku ini tak segelap penampilannya, malah jujur gue jadi sedikit ‘kecewa’. Sejak awal gue malah rada terganggu dengan Ruri yang kaya’nya koq gampang banget ambil kesimpulan buruk tentang ibu tirinya, tapi gimana sosok ibu tirinya ini digambarkan, sedikit banyak memang berhasil menggiring gue untuk ikut sebal dan langsung ikut berprasangka buruk.

Yang menarik dari buku ini adalah betapa mudahnya seorang anak remaja memutuskan untuk bunuh diri. Seperti si hantu anak laki-laki dalam buku ini, karena depresi, stress, tekanan orang tua, membuat dia gak tahan dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sedikit banyak

Dan novel yang penuh makanan juga termasuk novel yang langsung ‘menggugah’ selera gue ,begitu baca , gue berasa pengen langsung menuju Marugame dan pesan semangkuk udon.





Submitted for: Buku Penulis 5 Benua

Little Paris Bookshop


Little Paris Bookshop (Toko Buku Kecil di Paris)
GPU – 2017
440 hal.

Jean Perdu hidup dalam kesendirian, merenungi kekasihnya yang pergi meninggalkan dia. Segala kemarahan diredamnya sendiri, tapi tanpa pernah mau tau apa alasan Manon yang sebenarnya. Ia juga tak mau menjalin hubungan dengan perempuan lain. Rutinitasnya adalah menjadi penjual buku di toko buku apung di Sungai Seine, mengotak-atik puzzle (yang akan dibongkarnya kembali lalu disusun lagi), dan juga olahraga.

Suatu hari, ada seorang perempuan, penyewa apartemen, yang menjadi tetangga Jean Perdu. Oleh induk semangnya, Jean Perdu diminta membatu perempuan yang tampaknya sedang dalam kesusahan. Dan tanpa disangka, Jean Perdu kembali dihantui oleh masa lalunya, karena sepucuk surat peninggalan kekasihnya itu. Setelah sekian lama, ia bertahan untuk tidak membaca surat itu, tiba-tiba ia tergoda. Dan apa yang ia temui sungguh mengejutkan. Hingga ia akhirnya nekat meninggalkan Sungai Seine, kemudian dengan toko buku apungnya itu, ia berlayar menuju Perancis Selatan.

Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh Max Jordan, penulis buku yang sedang mengalami ‘writer’s block’, dan juga seorang chef yang juga sedang galau.

Seperti biasa, novel-novel yang di dalamnya berlatar buku, perpustakaan, toko buku, penulis dan lain-lain selalu menarik perhatian gue. Tak terkecuali yang ini, apalagi dengan setting tempatnya di Perancis.

Tapi ternyata, buku ini sedikit membuat gue kecewa.  Tokohnya padahal udah dewasa, tapi menurut gue, kenapa begitu kekanakan?

Gue gak suka dengan tokoh Jean Perdu, pemurung dan menurut gue rada egois. Andaikan dia gak seegois itu, mungkin kisah cinta dia akan berbeda. Max malah jadi favorit gue, keceriaan dan optimisme-nya membuat buku ini jadi lebih hidup. Males gitu kalau buku ‘cantik’ ini jadi suram karena tokohnya yang bermuram durja terus.

Yang bikin gue menyukai buku ini, pertama tentu saja karena toko buku apungnya Jean Perdu. Pengen gitu main-main ke sana, duduk di sofa empuknya, milih-milh buku, sambil sesekali ngeliat menara Eiffel.  Selain itu, perjalanan Jean Perdu menyusuri sungai di Perancis, membuat gue melihat Perancis dengan lebih sederhana, bukan dengan gemerlapnya kota Paris.





Submitted for: Contemporary Romance

Wednesday, April 12, 2017

Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage


Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage
Haruki Murakami
Harvill Secker – August 2014
298 hal.

Dari segelintir buku Harumi Murakami yang udah gue baca, buku ini yang rasanya paling ‘mudah’. Berkisah tentang seorang pemuda bernama Tsukuru Tazaki. Hidupnya terasa sepiiiii banget. Tinggal sendiri di apartemennya di Tokyo dan nyaris tanpa teman. Sehari-harinya hanya kantor, apartemen, kadang dia menyibukkan dirinya dengan berenang. Selebihnya, tak ada jadwal hang out bareng temen-temen, gak ada kesibukan lain yang mewarnai hidupnya, bahkan kebutuhan sehari-hari ya.. seadanya aja.

Di masa SMA-nya di Nagoya, Tsukuru punya empat teman akrab, teman satu ‘gang’ lah. Dua orang cowok bernama Akamatsu dan Oumi, dan dua perempuan, bernama Shirane dan Kurono. Uniknya, jika diartikan, nama teman-teman Tsukuru mengandung unsur warna. Akamatsu yang berarti merah, Oumi ‘biru laut’, Shirane ‘ putih’ dan Kurono ‘hitam’. Hanya nama Tsukuru sendiri yang gak ada unsur-unsur warnanya. Kadang karena ini dia merasa agak berbeda, tapi teman-temannya gak ada yang berpikir seperti itu. Hubungan mereka tetap dekat, walaupun Tsukuru melanjutkan kuliahnya di Tokyo. Setiap pulang ke Nagoya, mereka pasti kumpul-kumpul bareng lagi.

Hingga satu hari, Tsukuru mendapat kabar, bahwa keempat temannya tidak mau berhubungan lagi dengan Tsukuru. Tanpa penjelasan apa pun dan Tsukuru pun meskipun bertanya-tanya dalam hati, menerima saja keputusan sepihak itu.

Kejadian itulah yang menyebabkan akhirnya Tsukuru hidup dalam kesendirian. Hingga 16 tahun kemudian, Sara, teman dekat perempuan Tsukuru menyarankan agar Tsukuru mencari teman-temannya itu dan mencoba untuk berbicara kembali dengan mereka.

Tentu saja, ada bagian-bagian ‘absurd’ yang menurut gue tetap rada-rada ‘ganjil’,  berkisar tentang mimpi-mimpi Tsukuru, dan cerita-cerita Haida, satu-satunya teman dekat Haida selama di Tokyo, dan Haida-pun lenyap tanpa kabar.

Ending-nya emang bikin pengen getok-getok kepala. Terlalu tenang, setenang alur cerita sepanjang buku ini. Buat gue, Tsukuru ini setenang air dari luar, tapi loe gak akan tau emosi apa yang berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana ia mengatasi kesendirian dengan begitu tenang, bagaimana selama 16 tahun ia hidup dengan rasa penasaran tapi seolah gak punya keinginan untuk mencari tahu.

Buku ini cocok untuk ‘pemula’, yang baru pengen baca buku-bukunya Murakami. Gak aneh, gak bikin kening berkerut dan ceritanya juga simple.

Somehow, tokoh-tokoh model Tsukuru gini nih, bikin gue ngerasa ada kesamaan antara gue dan Tsukuru, misalnya dalam kehidupan pergaulan gue, kadang ada masa-masa di mana gue ngerasa sepi dan sendiri … *curcol*. At the end of the book, I just wanted to ‘puk puk’ Tsukuru.





Submitted for: Name in a Book

Wednesday, March 29, 2017

FOR SALE !!

BBW kan udah deket nih, jadi dengan alasan butuh space untuk buku-buku baru nanti, maka, buku-buku berikut gue relakan untuk pindah ke pemilik yang lain ... silahkan diliat-liat, kalo berminat, hubungi via email ya di ferina.permatasari@gmail.com

Terima kasih 😊


@ IDR25,000


@IDR30,000


@IDR35,000


@IDR40,000 

Wednesday, March 22, 2017

Mosquitoland


Mosquitoland
Speak – March 2016
368 hal

“I am a collection of oddities, a circus of neurons and electrons: my heart is the ringmaster, my soul is the trapeze artist, and the world is my audience. It sounds strange because it is, and it is, because I am strange.” 

Perkenalkan: Mary Iris Malone, atau lebih suka dipanggil Mim, gadis berusia 16 tahun,  yang ya… rada-rada aneh. Seperti quote di atas lah, apa yang dia lakukan, dia tulis, dia katakan, terkadang rada absurd. Ayah Mim, khawatir, Mim akan jadi seperti Isabel, adik ayah Mim. Mim didiagnosis mengidap psychosis (PSIKOTIK (PSYCHOTIC) Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh – sumber: perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/psikotik-psychotic.html)

Suatu hari, Mim dipanggil ke kantor kepala sekolah, dan ia secara tidak sengaja mendengar percakapan kepala sekolah dengan ayah Mim dan ibu tirinya, yang sedang membicarakan bahwa ibu Mim, Eve, sedang sakit keras. Mim pun kaget, berbagai pertanyaan timbul di kepalanya. Dan Mim bertekad mencari tau jawabannya.

Maka, Mim memutuskan untuk kabur dari rumah, berbekal uang simpanan ibu tirinya, Mim berangkat menempuh perjalanan panjang, menuju Cleveland, tempat ibunya sekarang tinggal.

Perjalanan Mim dimulai dengan bus antar kota. Di perjalanan, Mim sebenarnya memutuskan untuk tidak berkomunikasi dengan orang-orang seperjalanannya. Tapi yah, ada aja yang ngajak dia ngobrol, sampai akhirnya Mim sendiri ingin tau, siapa diri teman bicaranya itu. Sampai di suatu kota, Mim memutuskan untuk turun dan tidak ikut bis itu lagi.

Kisah tentang Mim juga diceritakan dalam bentuk jurnal/surat-surat kepada Isabel, di mana Mim menceritakan berbagai kejadian di masa lalu, hubungannya dengan kedua orang tuanya, saat-saat special Mim bersama ibunya, hubungan Mim dengan ibu tirinya yang tidak harmonis, dan juga sesi terapi bersama dokter.

Yahh… jujur aja sih, kalo gue kecewa dengan buku ini. Gue suka cerita Mim ketika dia masih dalam perjalanan dengan bus, bertemu dengan orang-orang baru, ulahnya yang bikin satu bis kebauan, Mim yang berusaha ngeles atau pemikiran-pemikirannya yang ajaib, tapi juga cerdas sih menurut gue, di mana di mata gue, Mim adalah gadis yang unik. Gue juga suka dengan tulisan-tulisan di suratnya untuk Isabel.

Tapi, begitu Mim gak ikut bis itu lagi, ceritanya jadi kurang menarik lagi. Mim, jadi terkesan ‘biasa-biasa’ aja, apalagi pake ada romance-romance-nya. Tokoh-tokoh lain j

Jadilah buku ini gak meninggalkan kesan yang istimewa



Submitted for: Young Adult

Friday, March 10, 2017

The Boy who Drew Monsters


The Boy who Drew Monsters
Maria Renata (Terj.)
Qonita – November 2016
420 hal.

Jack Peter, tidak akan pernah mau diajak keluar rumah. Dia juga hidup dalam dunianya sendiri. Jarang berkomunikasi dengan orang tuanya, bahkan sering kali menolak sentuhan kasih sayang dari orang tuanya.  Menurut dokter, kondisi ini disebut dengan Syndrome Asperger, atau gangguan dalam perkembangan yang mempengaruhi seorang anak untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Satu-satu teman Jack Peter, adalah Nick. Ibu Jack Peter ingin agar anaknya ditangani oleh seorang ahli, sejak Jack Peter masih  bayi, ia sudah merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan anaknya. Ketika Nick tertawa-tawa, menangis dan bermain dengan ceria, Jack Peter menurutnya terlalu tenang untuk seorang bayi. Tapi, ayah Jack Peter beranggapan, ini hanyalah soal waktu, ada saatnya nanti Jack Peter akan keluar dari dunianya, dan bersosialisasi dengan normal. Setiap bulan, kunjungan rutin ke dokter menjadi saat-saat yang paling ‘mengerikan’ dan melelahkan. Karena kedua orang tuanya harus bekerja keras mengajak Jack Peter untuk keluar rumah. Namun, kondisi ini semakin membuat ibunya khawatir, ketika tanpa sengaja Jack Peter meninjunya, hanya karena ia kaget ibunya membangunkannya.

Jack Peter senang menggambar. Akhir-akhir ini, ia sering menggambar monster. Awalnya, orang tua Jack Peter justru mendukung kegiatan Jack Peter ini. Bahkan, ia diberikan satu set alat menggambar oleh ibunya sebagai hadiah Natal. Tapi, tampaknya ada yang aneh dengan gambar-gambar itu. Dan hanya Nick yang pada akhirnya menyadari hal itu. Apa yang digambar oleh Jack Peter seolah menjadi nyata. Kedua orang tua Jack Peter mulai khawatir ketika mereka juga merasa melihat hal-hal aneh tapi tak bisa dijelaskan dengan nyata.

Novel ini semakin dibuat ‘spooky’ dengan sebuah cerita tentang legenda kapal yang tenggelam di lautan dekat mereka tinggal. Sebagian mayat-mayat penumpang kapal itu tidak ditemukan. Ibu Jack Peter merasakan menjadi sedikit terobsesi dengan kisah ini, karena beberapa musim panas yang lalu, Jack Peter dan Nick hampir tenggelam. Ditambah lagi, ditemukan sebuah tulang yang diyakini Holly, ibu Jack Peter, sebagai salah satu tulang dari mayat-mayat itu.

Awalnya gue kira ini adalah novel untuk anak-anak, ya at least seumuran Mika, udah bisa lah menikmati ini. Gue sempet bilang ke Mika untuk baca, karena dia lagi suka-sukanya novel misteri macam Goosebumps. Untung banget belum gue kasih, karena ternyata ada bagian-bagian dalam novel ini, meskipun sekilas, tapi untuk konsumsi orang dewasa.

Tokoh Jack Peter, dalam diamnya, dia berhasil membuat ‘teror’ tersendiri untuk orang-orang di sekitarnya. Dan gak ada yang sadar kalau dia ketakutan, gak ada yang percaya dengan cerita-cerita monster yang ia ceritakan ke orang tuanya. Hanya Nick yang tau dan yakin bahwa ia harus menyelamatkan Jack Peter.

Di awal, buku ini memang agak lambat alurnya. Suara-suara yang didengar oleh orang tua Jack Peter, seolah hanya halusinasi mereka masing-masing, kehidupan yang nyaman di rumah impian di tepi pantai, di musim dingin ini tiba-tiba jadi mimpi buruk. Baru di bagian-bagian tengah ke belakang, cerita ini mulai jadi lebih menegangkan dengan munculnya monster-monster yang seolah jadi nyata.

Aura novel ini udah membuat gue merinding sejak awal. Musim dingin, tempat yang sepi, karena daerah ini adalah tempat orang-orang berlibur ketika musim panas, tokoh yang hanya beberapa orang, rasa takut dari masing-masing tokoh dengan problemnya masing-masing, legenda kapal tenggelam, tambahan seorang tokoh perempuan Jepang dengan cerita mistisnya, bahkan lukisan kapal yang tenggelam ini, bikin gue juga merinding ngebayangin nasib para penumpang, seolah - seperti Holly - ikut 'tersedot' ke dalam pusaran air yang gelap. Ending-nya juga seolah bisa bikin cerita baru dengan horor yang berbeda.



Submitted for: Fantasy

Tuesday, February 28, 2017

Crenshaw


Crenshaw
Harper Collins – 2015
256 hal.

Di usia yang belia, Jackson sangatlah dewasa. Ia lebih suka dengan fakta, meskipun itu sangatlah menyakitkan. Apa pun itu pastilah ada penjelasan yang logis menurut Jackson. Bahkan ketika muncul seekor kucing gendut, besar berwarna ungu, dia akan tetap berpikir, ini pasti ada penjelasan, ini pasti ada yang bisa dibuktikan …

Keluarga Jackson sedang dalam kondisi keuangan yang sulit. Mereka terpaksa harus pindah dari apartemen yang sekarang mereka tempati karena tidak mampu membayar sewanya. Ayah dan ibu Jackson tidak punya pekerjaan yang tetap. Sering kali mereka kekurangan makanan, terpaksa menjual perabotan rumah mereka.

Crenshaw, si kucing gendut ungu yang menggemaskan ini, adalah teman khayalan Jackson. Ia membantu Jackson melewati hari-hari susah dalam keluarganya, membantu Jackson menghadapi kenyataan dan berkata pada orang tuanya untuk selalu berterus terang meskipun pahit.

Tapi gak hanya itu, Crenshaw juga akhirnya membuat Jackson sadar, bahwa sedikit bersenang-senang, berkhayal atau bermimpi juga gak ada salahnya koq. Kalo kata Marisol, teman Jackson, nikmati aja keajaiban yang ada, jangan dipaksain semua harus ada penjelasannya.

Bagi orang tua, kadang gak mau anaknya sampai tau kalau mereka sedang dalam kesulitan. Pokoknya, anak-anak itu  harus happy, gak usah mikir susah, biar orang tua aja yang susah. Jadi, sebenarnya, buku ini, gak hanya anak yang harus jujur, tapi juga orang tua juga perlu jujur sama anak. Biar anak juga jadi belajar dan siap kalau gak semuanya itu seneng-seneng #notetomysel.

Yang paling sedih dalam buku itu ada tokoh teman khayalan, adalah ketika harus pisah sama si teman khayalan itu, atau ternyata teman khayalan itu gak dibutuhkan lagi. Dan Crenshaw ini, sepintas rada ngeselin, tapi sebenernya dia ‘bijak’ banget.

“Imaginary friends are like books. We're created, we're enjoyed, we're dog-eared and creased, and then we're tucked away until we're needed again.”



Submitted for: Children Literature

Tuesday, February 21, 2017

Second Chance Summer


Second Chance Summer (Kesempatan Kedua)
Cindy Kristanto (Terj.)
GPU – November 2016
456 hal.

Taylor Edwards menyambut liburan musim panas kali ini dengan perasaan yang berat. Setelah 5 tahun, ia akhirnya harus kembali menghabiskan musim panasnya di rumah musim panas keluarganya di Phoenix Lake. Karena itu artinya ia harus kembali berhadapan dengan orang-orang yang ingin ia lupakan – sebut saja Lucy, mantan sahabatnya, dan juga Henry, pacar pertamanya.

Namun, bukan masalah itu saja yang bikin hati Taylor gundah gulana. Ia baru saja mendapatkan kabar, bahwa ini kemungkinan akan jadi liburan musim panas terakhir keluarga Edwards dengan anggota keluarga yang lengkap. Ayah Taylor didiagonosa menderita kanker pankreas stadium 4, dan diperkirakan hanya bertahan paling lama 3 atau 4 bulan.

Dan bener aja, gak bisa dihindari kalau ia akhirnya akan bertemu kembali dengan Henry dan Lucy. Kedua bersikap dingin terhadap Taylor, bahkan cenderung ketus. Maunya biasa-biasa aja, tapi Taylor malah deg-degan tiap ngeliat Henry yang makin keren, atau terpaksa bertemu Lucy tiap hari di tempat dia bekerja paruh waktu di kedai makanan.

Tanpa disadari, musim panas kali ini malah membuat Taylor semakin dekat dan mengenal ayahnya. Dan demi ayahnya, Taylor bertekad memperbaiki keadaan dan tidak akan lari lagi dari masalah. Keluarga Edwards mungkin salah satu contoh yang jarang menunjukkan perasaan satu sama lain, tapi seperti Taylor, sebenernya dia pengen banget bilang kalau dia menyayangi ayahnya. Ada rahasia-rahasia dan kebiasaan-kebiasaan kecil yang terkadang dilakukan Taylor bersama ayahnya.

Gue kira masalah apa gitu yang bikin Taylor jadi males banget balik ke Phoenix Lake. Kirain ada yang serius banget atau ada tragedi apa … hehehe… gue berharap lebih dramatis lagi … tapi mungkin sih masalah ini udah dramatis banget untuk anak usia 12 tahun. Gue sempat penasaran banget, apa sih yang bikin Lucy dan Henry marah  banget sama Taylor. Di tengah-tengah, diselipkan bab yang menceritakan kejadian di musim panas lima tahun yang lalu.

Gue suka transformasi dari para tokoh, meskipun jujur aja, Taylor ini rada ngambang. Sebagai anak tengah, dia jadi ‘tenggelam’ di antara Warren, kakaknya - yang serba tau dan pinter – dan Gesley, yang jago balet. Taylor juga sepertinya gak punya banyak teman di sekolah. Ini sih kesimpulan gue aja, karena selama liburan, Taylor gak pernah dapet telepon atau sms seru dari teman-teman sekolahnya. Padahal kan di usia Taylor, lagi rumpi-rumpinya, heboh ngomongin cowok-cowok yang mereka temui di tempat liburan mereka.

Lalu, Warren dan Gesley juga banyak berubah selama liburan. Warren ini tipe yang ‘nerdy’ banget, dan a little bit gengezz dengan segala pengetahuan macam Google aja.

Gue tau, gue akan menemukan ending yang sedih dalam buku ini, tapi seperti kata Taylor, yang mengutip Dicken, ada satu saat di mana ada kebaikan, sekaligus keburukuan (gitu deh kira-kira). Dan, jarang-jarang terjadi, tiba-tiba mata gue berkaca-kaca …. for personal reason …. Yes… I miss my father … dan gak bener banget tiba-tiba di dalam bis gue nyari tissue ….untuk lagi pilek …

Baca buku ini bikin jadi pengen liburan ... pengen santai-santai kaya’ Taylor, seru-seruan berenang di danau, ngupi-ngupi cantik atau beli roti di toko rotinya Henry. Gak pas banget dengan suasana lagi hujan ketika gue baca buku ini. Samar-samar, berasa lagi baca Lima Sekawan, tapi dalam versi romance minus petualangan J.


Submitted for: Award Winning (California Book Award Gold Medal for Young Adult (2012))


Monday, February 20, 2017

Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi


Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi
Yusi Avianto Pareanom
Banana Publishing - 2016
450 hal.

Alkisah, ada seorang pemuda bernama Sungu Lembu. Usianya masih muda, tapi hidup sudah memberinya pelajaran dan pengalaman yang sangat banyak. Ia mengembara dengan tujuan balas dendam kepada Watugunung, raja dari Gilingwesi, yang sudah membuat keluarganya dan juga rakyat Banjaran Waru sengasara.

Pertemuan Sungu Lembu dengan Raden Mandasia berawal di rumah dadu Nyai Manggis. Ternyata Raden Mandasia adalah salah satu anak dari Watugunung. Kalau bukan karena permintaan Nyai Manggis, mungkin Sungu Lembu sudah membunuh Raden Mandasia. Nyai Manggis berpesan agar Sungu Lembu mengikuti Raden Mandasai dalam perjalanannya menuju Kerajaan Gerbang Agung.

Maka dimulailah perjalanan Sungu Lembu dan Raden Mandasia, melintasi gurun pasir, terombang-ambing di lautan, bahkan bertemu bajak laut. Lama-lama, Sungu Lembu pun sedikit banyak mengenal Raden Mandasia, pangeran yang ‘kabur’ dari istana demi mencegah peperangan besar, pangeran yang punya kebiasaan ajaib, yaitu mencuri daging sapi.

Dan meskipun demikian, keinginan Sungu Lembu untuk mengabisi Watugunung tidak surut. Tapi, sesampainya ia di kerajaan Gilingwesi, mau tak mau, nyalinya sedikit ciut, melihat kemampuan Watugunung dalam memainkan pedang dan betapa ia sangat tangguh di medan laga.

Kalau berpikir Raden Mandasia yang jadi tokoh utama dalam buku ini, kemungkinan akan sedikit kecewa, karena menurut gue, ini murni tentang kisah Sungu Lembu. Bahkan gue gak menaruh perhatian sedikit pun sama Raden Mandasia yang malah seolah jadi ‘pelengkap’ Sungu Lembu. Raden Mandasia baru menarik perhatian gue, ketika ia turut bertempur melawan prajurit Kerajaan Gerbang Agung. Tiba-tiba Raden Mandasia jadi gagah gitu dalam bayangan gue .. hehehe… Dan sosok Raden Langkir, saudara kembar Raden Mandasia, mengingatkan gue pada Tyrion Lannister. Ini bikin Sungu Lembu pengen ketawa-tawa terus kalau liat Raden Langkir dan gak percaya kalau dia ini adalah saudara kembar Raden Mandasia.

Yang gue suka dari Sungu Lembu, adalah pembawaannya yang santai, kadang rada ngeselin, tapi penuh dengan kewaspadaan. Ia terlatih mengenal berbagai jenis racun – hasil didikan pamannya, Banyak Wetan. Lalu, ia suka membaca, plus sebenarnya Sungu Lembu ini juga cerdas sih menurut gue.

Membaca novel ini harus sabar, karena Sungu Lembu membawa kita ke awal terjadinya cerita ini, lalu ada di tengah-tengah, baru kemudia terjun ke masa sekarang, dengan terkadang mundur dikit lagi. Terkadang mungkin akan ikut memaki-maki bersama Sungu Lembu, dan oh… ya ampun, ikutan ‘ngiler’ dengan penjabaran berbagai bagian daging sapi lengkap dengan masakan yang pas untuk bagian itu. Dan tentu saja gak ketinggalan adegan-adegan dewasa yang kadang bikin gue ‘jengah’ bacanya.          

Bagian favorit gue adalah ketika Sungu Lembu bertemu dengan Dewi Sinta, ibunda Raden Mandasia, kaya’nya tenang gitu, setelah menghabiskan sebagian besar novel yang penuh peperangan, jatuhnya ribuan mayat dari langit, dan perjalanan yang penuh berbagai hambatan dan tantangan.  

Tadinya gue sempat ‘membandingkan’ novel ini dengan novel-novelnya Eka Kurniawan. Tapi ternyata, jujur aja gue lebih suka sama novel ini. Menurut gue sih, bahasa dalam Raden Mandasia ini lebih ‘halus’. Meskipun ada maki-makian a la Sungu Lembu, tapi malah jadi ‘penyegar’ dalam novel ini.



Submitted for: Award Winning (Kusala Sastra Khatulistiwa – Kategori Prosa)

Tuesday, February 14, 2017

Death on the Nile


Death on the Nile
Harper Collins – 2001  
416 hal.

Hercule Poirot sedang menikmati liburannya ke Mesir, menyusuri sungai Nil, berkunjung ke Pyramid dan tempat-tempat bersejarah di Mesir lainnya. Tapi tetap saja, detektif handal ini tak bisa santai. Saat yang seharusnya jadi waktu bersantainya, tetap saja ‘mengundang’  sebuah kasus pembunuhan.

Di dalam kapal pesiar, seorang perempuan muda, cantik dan kaya raya, Linnet Ridgeway, ditemukan tewas dengan luka tembakan. Linnet sendiri baru saja menikah dengan Simon Doyle. Simon Doyle ini sebelum menikah dengan Linnet adalah kekasih dari sahabat baik Linnet, Jacqueline Bellefort. Tentu saja, tersangka utama jatuh kepada Miss Bellefort. Di dinding kabin Linnet, tertulis inisial ‘J’ berwarna merah kecokelatan.

Beberapa hari sebelum kejadian itu, Linnet pernah curhat ke Poirot kalau dia merasa terganggu dengan keberadaan Miss  Bellefort yang seolah ‘menguntit’ Linnet dan suaminya ke mana pun mereka pergi. Linnet minta Poirot untuk berbicara dengan Miss Bellefort.

Miss Bellefort sendiri mengatakan kepada Poirot, bahwa ia sangat sakit hati karena Linnet merebut Simon, dan berniat untuk menghabisi Linnet. Bahkan ia menunjukkan pistol yang ia bawa dan ingin ia gunakan untuk membunuh Linnet.

Ketika penyelidikan sedang berlangsung, dua pembunuhan terjadi lagi. Dan ada sangkut pautnya dengan pembunuhan terhadap Linnet. Semua berpotensi jadi tersangka, karena jika dirunut-runut, para penumpang ada kemungkinan punya hubungan dengan Linnet. Tak terkecuali Simon Doyle, suami Linnet yang terbaring di kamar karena luka tembak, dan tentu saja Miss Bellefort. Tapi kedua, segera saja dicoret dari daftar tersangka, karena punya alibi yang kuat.

Siapa pelakunya – tentu saja terbatas dengan penumpang di kapal pesiar tersebut. Wisata menyusuri sungai Nil jadi perjalanan yang menegangkan.  Dan bagi Poirot, alibi kuat bukan berarti tak bersalah. Bahkan, penyeledikan juga mengungkap kejahatan-kejahatan lain.

Seperti biasa, Poirot menyelidiki dengan sangat teliti, ia mengamati dan melihat semua hal, sampai yang sekecil-kecilnya, yang biasanya akan luput dari perhatian orang lain.

Misteri dalam buku ini tidak terlalu rumit atau menegangkan. Motif sudah pasti karena harta, mengingat Linnet memiliki banyak harta. Jika ia meninggal, hartanya sudah pasti jatuh ke tangan suaminya. Lalu, siapa lagi yang mungkin punya kepentingan terhadap harta Linnet jika ia tiada? Apakah sahabatnya yang justru tidak ada di kapal ini? Atau pengacara Linnet? Atau wali Linnet yang mengurus harta kekayaan Linnet?

Dan tragedi kematian Linnet sendiri baru terjadi di pertengahan buku. Mungkin bagi pembaca yang pengen segera merasakan aura misteri atau ketegangan, bakal harus bersabar, menunggu Poirot keliling Mesir dulu, berkenalan dengan para tokoh, sambil mungkin menganalisa perilaku mereka sejak awal.



Submitted for: Thriller and Crime Fiction
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang