Monday, August 30, 2010

Cinta

Cinta
Ollie @ 2010
Gagas Media – Juni 2010
198 hal.

Friya, adalah gambaran wanita karir kosmopolitan Jakarta. Hidupnya tak lepas dari yang namanya teknologi – masuk taksi langsung update status di Twitter, chatting via YM, BBM-an. Gemar shopping terutama saat sale meskipun pusing kalau mengingat angka di tagihan kartu kredit yang nyaris over limit. Ngopi di Starbucks is a must. Termasuk social smoker. Karir di kantor juga bagus dan tampaknya gambaran untuk promosi alias naik jabatan juga sangat cerah.

Berbeda dengan suaminya. Gary, adalah seorang pegawai negeri. Meskipun dulunya mantan anak band, mantan rocker, kesan itu sekarang sudah hilang, digantikan dengan sosok pegawai negeri yang patuh dan masih idealis. Berusaha untuk datang tepat waktu, berusah dekat dengan atasan, biarpun kadang dibilang penjilat. Naik jabatan juga salah satu hal yang ditunggu.

Tapi… bukan berarti mutasi ke Kupang masuk dalam salah satu agenda mereka berdua.

Di saat Friya nyaris dipromosikan untuk naik ke level manager, Gery juga mendapat kenaikan jabatan dan dimutasi ke Kupang. Friya dalam dilema, antara ikut suami dan meninggalkan segala kemewahan dan kenyamanan, atau tetap tinggal dan menjalani yang namanya long distance relationship? Dua orang terdekat memberi saran yang berbeda, toh akhirnya Friya memantapkan diri untuk ikut dengan Gary.

Di Kupang segalanya berbeda. Mulai dari lingkungan tempat tinggal yang masih tampak gersang, pergaulan dengan ibu-ibu pejabat yang full make up dan juga full gossip. Friya sering merasa di sini bukan tempatnya. Kenalan dengan cowok lain aja sudah dijadikan bahan omongan sama ibu-ibu pejabat yang ternyata iri sama Friya, belum punya anak jadi gosip empuk. Friya gak tahan.

Tapi, apa iya, Jakarta dan segala kenyamannnya adalah rumah yang tepat untuk Friya, meskipun ia harus jauh dari Gary?

Novel ini jadi salah satu penghibur gue di weekend ini selama di rumah. Gue nyaris membaca semua tulisannya Ollie sejak pertama dia nulis buku. Dan makin lama, tulisannya jadi makin dewasa. Kalo dulu tentang ABG, sekarang semenjak nikah, lebih banyak tentang kehidupan rumah tangga. Sesuatu yang sederhana aja, seperti pertanyaan, “jadi.. ke mana kamu akan pulang?”, bisa jadi sebuah cerita yang menarik. Love it, Ollie…

Princess Academy

Princess Academy
Shannon Hale @ 2005
Bloomsbury – 2007
314 hal.

Miri tinggal di sebuah pegunungan bernama Gunung Eskel. Penduduk setempat bekerja sebagai penambang batu dan hidup sangat sederhana. Miri hanya tinggal bersama Pa dan kakak perempuannya, Marda. Menurut cerita, Ma meninggal ketika Miri masih bayi. Sebenarnya Miri ingin ikut membantu Pa dan Marda bekerja di penambangan, tapi, menurut Pa, Miri masih terlalu kecil untuk ikut bekerja. Kehidupan lain di Gunung Eskel muncul ketika para pedagang datang untuk membeli batu-batu di Gunung Eskel.

Kehidupan di Gunung Eskel yang tenang dikejutkan dengan datangnya utusan dari kerajaan, yang membawa berita bahwa calon istri dari sang Pangeran ada di antara gadis-gadis Gunung Eskel. Orang-orang lembah, demikian kerajaan itu berada, digambarkan adalah orang-orang yang sombong. Mereka memandang rendah orang-orang Gunung Eskel, yang bahkan bukanlah merupakan provinsi, tapi hanya sebuah wilayah kecil. Ada beberapa gadis Gunung Eskel yang termasuk dalam kategori sebagai calon istri alias calon Putri. Tapi, nanti sang Pangeran-lah yang akan memilih sendiri satu di antara mereka. Sebelum itu, para gadis itu harus mengikuti serangkaian pendidikan di Akademi Putri Raja, mereka akan diajar membaca, tata krama, bahkan berdansa.

Beberapa gadis – terutama yang lebih tua dari Miri, terlihat ambisius. Sementara Miri, diam-diam merasa, bahwa orang-orang lembah tak akan membiarkan gelar itu jatuh ke tangan gadis gunung. Perseteruan, persaingan terjadi di antara para gadis. Guru mereka yang keras kerap memberikan hukuman. Miri yang paling berani menentang perilaku gurunya itu, tapi juga sering mendapat cibiran dari ‘saingannya’.

Di daerah itu, ternyata rawan penjahat. Mengetahui ada calon istri pangeran, sekelompok perampok, menyandera gadis-gadis itu. Mereka ingin uang tebusan yang besar biar sang calon putri bisa bebas.

Secara tak langsung, Miri juga ingin terpilih. Bukan karena ingin memperoleh gelar, tapi ia ingin, jika memberikan kehidupan yang lebih baik untuk Pa dan Marda. Tapi, ia juga tidak rela meninggalkan Gunung Eskel, karean ada yang diam-diam ia cintai.

Well… ini cerita yang simple dan udah sering kali ya. Tentang calon putri yang ternyata ‘tersembunyi’ di antara gadis-gadis desa. Awalnya gue menebak, ahh… pasti Miri deh yang jadi putrinya, karena dia kan tokoh utama, gadis yang paling menonjol, paling berani. Tapi ternyata, bukan…. Ada rahasia lain. Sebuah ‘fakta’ yang dari awal udah keliatan, tapi kita gak bakal memperhatikan karena focus cerita ada di Miri. Tapi, sayangnya, si calon putri itu, baru buka rahasia di ending cerita, dan bikin ending-nya jadi kurang ‘mengejutkan’. Yang bikin cerita yang udah terbangun pelan-pelan dari awal, jadi kurang gimana gitu. Tapi ya… gue termasuk ‘penggemar’ cerita putri-pangeran, dalam berbagai versi. Hehehe.. meskipun endingnya sih jelas.. happily ever after…

Tuesday, August 24, 2010

Wicked #2 (Curse)

Wicked #2 (Curse)
Nancy Holder & Debbie Vigué @ 2003
Meithya Rose Prasetya (Terj.)
Penerbit Matahati – 2010
305 Hal.

Pertempuran antara Dinasti Deveraux dan Dinasti Cahors sementara berakhir, tapi masalah belum selesai sama sekali. Jer menghilang setelah terbakar oleh Black Fire. Holly yakin ia masih hidup hanya saja keberadaannya masih sulit dilacak. Sementara itu, Nicole, saudara kembar Amanda, memilih pergi, kabur ke Eropa. Mencoba mencari keselamatan dan ketenangan, tapi ternyata tidak bisa. Nicole yakin, dalam perjalanannya, ada bayangan yang seolah mengikutinya, belum lagi rasa bersalah yang menghantuinya karena sudah meninggalkan kelompok penyihirnya.

Misi Michael Deveraux untuk mendapatkan kekuasaan Sihir Tertinggi tidak akan pernah tuntas, selama keturunan Dinasti Cahors masih hidup. Untuk itulah ia terus memburu kelompok sihir yang kini dipimpin oleh Holly. Dibantu teman-temannya, Holly terus belajar tentang ilmu sihir yang baru diketahuinya, semakin hari semakin kuat, tapi masih belum cukup kuat untuk melawan Michael Deveraux.

Kecelakaan-kecelakaan mulai dari yang kecil sampai yang meminta korban nyawa terus mengancam mereka. Kemana pun mereka kabur, tetap saja sihir Deveraux mengikuti mereka. Permusuhan yang disebabkan nenek moyang mereka tidak pernah tuntas sampai salah satu dari Dinasti yang ada mati dan habis.

Di Eropa, Nicole bertemu kelompok sihir lain yang melindunginya dalam perjalanannya. Tapi, ia harus berjumpa lagi dengan salah satu anak Michael, Eli. Ia harus menjadi tawanan Eli.

Di Amerika, Holly bersikeras mencari Jer, meskipun ditentang oleh Amanda. Tapi, Holly yakin, jika ia berhasil menyelamatkan Jer, mereka bisa melawan Michael Deveraux. Padahal, Michael Deveraux juga membutuhkan Jer, karena ia yakin Jer adalah titisan langsung Jean Deveraux.

Owww.. begitu rumit cerita di buku ini dan semakin suram. Kejar-kejaran dan perburuan Michael atas diri Holly masih terus berlanjut, sampai akhir buku ini belum juga tuntas. Tentu saja, masih ada sekuel selanjutnya.

Buku ini termasuk salah satu yang gue tunggu kelanjutannya, dan gue nyaris lupa apa isi cerita sebelumnya karena udah lumayan lama sejak buku pertamanya terbit. Makin gelap, apalagi kalo Holly lagi ada di pantai, pasti ada ‘bencana’ atau ‘penglihatan’ baru buat Holly. Gue seolah merasakan lautan yang biru… gelap… dan bikin merinding, gue jadi inget, Pantai Parangtritis yang airnya gelap dan terlihat ‘berbahaya’.

Friday, August 20, 2010

The Miraculous Jorney of Edward Tulane

The Miraculous Jorney of Edward Tulane (Perjalanan Ajaib Edward Tulane)
Kate DiCamillo @ 2006
Bagram Ibatoulline (Ilustrasi)
Dini Pandia (Terj.)
GPU - November 2006
208 Hal.

Edward Tulane, ada sebuah boneka kelinci yang terbuat dari porselen. Dibuat berdasarkan pesanan khusus seorang nenek sebagai hadiah untuk cucu perempuannya bernama Abilene Tulane. Telinganya terbuat dari bulu kelinci yang halus, mempunyai kumis yang Edward tahu bukan dari kumis kelinci, salah satu hal yang tidak mau ia bayangkan sama sekali.

Edward Tulane sangat disayangi oleh Abilene. Ia diberi pakaian yang sangat bagus dan mewah. Busana-busananya terbuat dari sutra dan satin yang halus, dilengkapi dengan topi dan sepatu yang bergaya. Bukan itu saja, ia juga mempunyai jam saku emas yang selalu diputar Abilene untuk menandakan kepulangannya dari sekolah. Demikian istimewa perlakuan Abilene terhadap Edward, sampai-sampai ia jadi ‘sombong’. Edward benci kalau disebut ‘benda’, ‘boneka’, atau ‘barang’. Menurutnya, ia lebih daripada itu.

Semua tampak nyaman, damai tapi membosankan. Sampai ‘bencana’ yang akan mengubah ‘perjalanan hidup’ Edward pun datang. Bermula dari perjalanan dengan kapal laut, ia ‘diajak’ oleh Abilene sendiri. Tapi, di kapal ada dua anak yang mengejek dirinya, sehingga terjadi pertengkaran antara Abilene dan kedua anak laki-laki itu. Akhirnya, Edward terlempar dari kapal, terjun bebas ke lautan yang luas, dan akhirnya tenggelam dalam gelapnya dasar laut selama berbulan-bulan.

Petualangan baru pun dimulai. Pertama ia diambil oleh seorang nelayan dan diberikan kepada perempuan tua baik hati bernama Nellie, tapi karena seorang anak perempuan yang cemburu, Edward ‘dijebloskan’ ke tempat pembuangan sampah. Kemudian ia ditemukan oleh seekor anjing, yang membawanya menjadi ‘gelandangan’ bersama Bully. Itu pun tak bertahan lama, ia harus kehilangan lagi kebaikan seseorang, dan malah diambil oleh perempuan yang menjadikannya sebagai alat untuk menakut-nakuti burung. Untuk seorang anak laki-laki bernama Bryce menyelamatkannya dan ia memperoleh limpahan kasih sayang baru dari seorang anak perempuan yang sakit-sakitan, adik Bryce bernama Sarah.

Nama Edward pun berganti-ganti setiap ia pindah tangan. Mulai jadi ‘kelinci perempuan’ bernama Susanna, lalu ‘kelinci buronan’ bernama Malone dan akhirnya di tangan Sarah, ia bernama Jangles.

Setiap ‘perpindahan tangan’ menyisakan rasa perih di hati Edward. Karena tanpa ia sadari, ia menyayangi para pemiliknya itu. Sesuatu yang tidak pernah ia ‘berikan’ kepada Abilene. Dan ia sangat sedih ketika harus kehilangan kasih sayang dari mereka yang merawatnya dengan penuh sayang.

Gue beli buku ini gak sengaja. Gara-gara lagi diobral aja. Ceritanya simple aja. Gue tuntaskan dalam waktu sehari. Semalem gue ajak Mika liat-liat buku ini, dan dia seneng ngeliat gambar-gambarnya si Edward. Mika bilang, “Wow… kelincinya jatuh ke laut.” Atau, “Wow, dia duduk di meja makan.” Tadinya mau gue bacain, tapi Mika lebih tertarik liat gambar-gambarnya.

Gue bayangin Edward kaya’ kelinci ‘aristokrat’ lengkap dengan jas, kemeja, celana panjang, sepatu… ditambahlah jam tangan saku emasnya itu.

Thursday, August 19, 2010

Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara
Sebuah Novel yang Terinspirasi Kisah Nyata
A. Fuadi @ 2009
GPU - Cet. 7, Juni 2010
432 hal.

Awalnya, Alif marah ketika Amaknya meminta ia melanjutkan sekolah ke pendidikan agama. Padahal, dengan nilai yang sangat baik yang ia peroleh, ia bisa melanjutkan ke SMA. Sejak SD, Alif sudah bersekolah di madrasah. Lagi pula, Alif dan Randai, temannya, sudah berjanji akan masuk ke SMA yang sama, lalu melanjutkan ke ITB, bercita-cita ingin jadi seperti BJ Habibie.

Tapi apa mau dikata, orang tuanya bersikeras untuk tetap memasukkan Alif ke sekolah agama. Alasan mereka, selama ini, hanya anak-anak yang tidak dapat sekolah negeri, atau anak-anak nakal yang masuk ke sekolah agama, bagaimana bisa mendapatkan pendidik agama yang baik jika bukan bibit terbaik yang masuk ke sekolah agama. Akhirnya, Alif menyerah, tapi ia hanya mau masuk sekolah Pondok Madani di Ponorogo, bukan sekolah agama di Maninjau, tempat asalnya.

Dengan berat hati, mereka pun melepas Alif untuk merantau.

Sampai di Pondok Madani, Alif ternyata ‘terpukau’ dengan kemegahan tempat itu. Di hari pertamanya, Alif pun terbius oleh sebuah ‘mantra sakti’: man jadda wa jada - Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Kata-kata yang membakar semangat Alif dan teman-teman barunya. Kata-kata yang akan membangkitkan Alif nantinya dari segala keraguan dan keputusasaan.

Belajar di Pondok Madani sangat berat, dengan segala peraturan dan kedisplinan yang tinggi, ritme harian yang padat, penyesuaian bahasa yang hanya boleh mempergunakan bahasa Arab dan Inggris – yang dianggap sebagai bahasa dunia. Pondok Madani mempersiapkan mereka untuk ‘terjun’ ke dunia luas, untuk merantau ke sampai ke negeri orang.

Peraturan di PM sangat ketat, salah sedikit, tidak akan bisa menghindar dari ‘mahkamah’ yang terkenal angker. Gara-gara mendapat hukum jewer berantai, Alif mendapatkan sahabat-sahabat baru yang akhirnya dikenal sebagai Sahibul Menara – Alif, Baso, Dulmajid, Said, Raja dan Atang. Mereka bermimpi bersama, mereka-reka bentuk awan.

Surat-surat dari Randai kerap ‘menggoda’ Alif untuk menyerah, tapi untung Alif mempunyai teman-teman dan ustad-ustad yang mendukungnya dan selalu siap ‘membakar’ semangatnya kembali.

Sebuah novel, yang didasari oleh kisah nyata. Cara bertuturnya sangat ‘teratur’. Gak ada lompatan-lompatan yang membuat terkejut. Semua mengalir dengan tenang. Gue bisa ikut menikmati sebuah kehidupan di pesantren, meskipun terkesan sangat berat dan ketat, tapi banyak banget manfaatnya.

Gue kaget juga ternyata udah cetakan ke-7. Dari awal novel ini terbit, gue belum 'tergerak' untuk membelinya, meskipun heboh banget pemberitaan tentang novel ini. Apalagi sampai masuk ke Kick Andy segala. Gue takutnya ini kaya' Ayat-Ayat Cinta, atau Ketika Cinta Bertasbih. Tapi ternyata, ini lebih 'mirip' ke Laskar Pelangi (hehehe.. meskipun gue belum tuntas juga sih baca buku yang satu ini). Gue juga jadi inget sama '9 Matahari - Adenita', novel yang gue rasa diambil dari kehidupan nyata si penulis. Nah... bulan puasa, kaya'nya 'moment' yang pas untuk baca buku ini.. hehehe..

Satu lagi novel yang membuat gue ‘bermimpi’. Novel yang membuat gue merenung. Udah lama nih, gue gak baca novel yang bisa membuat gue sedikit berpikir. Semoga ‘mantra sakti’ itu juga bisa membuat gue semangat.

Monday, August 16, 2010

Catching Fire

Catching Fire (Tersulut)
Suzanne Collins @ 2009
Hetih Rusli (Terj.)
GPU – Cet. 1, Juli 2010
424 Hal.

Menjadi pemenang The Hunger Games, tidak membuat Katniss dan Peeta bisa bernapas lega. Biarpun mereka bisa hidup lebih ‘layak’ di Desa Pemenang, kehidupan mereka masih diatur oleh Capitol. Katniss dan Peeta disibukkan dengan Tur Kemenangan ke setiap Distrik di Negara Panem. Tapi, ‘insiden’ makan buah berry di Hunger Games terakhir, dianggap sebagai simbol yang bisa memicu pemberontakan. Presiden Snow khusus datang ke rumah baru Katniss untuk memperingatkan Katnis agar ‘berhati-hati. Katniss harus menjaga tingkah lakunya, terutama soal percintaannya dengan Peeta, agar warga Distrik lain bisa meredam percikan-percikan pemberontakan yang sudah mulai.

Tapi, ternyata Peeta juga tidak tinggal diam. Meskipun tidak terlalu nyata, beberapa tindakan Peeta justru menunjukkan ia mendukung Katniss. Presiden Snow membuat rencana lain, yang lebih heboh, Katniss dan Peeta harus segera menikah!

Yang perlu diingat, Hunger Games selanjutanya disebut dengan Quarter Quell. Setiap dua puluh lima tahun sekali ada perayaan Hunger Games yang disebut Quarter Quell. Peraturan di setiap Quarter Quell biasanya lebih ‘mengerikan’ dibanding Hunger Games ‘biasa’. Di Quarter Quell 25 tahun lalu, di mana mentor Katniss dan Peeta, Haymitch, menang, peserta dibuat dua kali lebih banyak. Artinya ada 48 anak yang bertarung. Di Quarter Quell kali ini, peserta diambil dari pemenang Hunger Games sebelumnya. Di Distrik 12, hanya ada 3 pemenang, dua laki-laki dan satu perempuan. Artinya, Katniss harus kembali ke Hunger Games!

Dengan beban yang lebih berat, lawan yang lebih berat, Katniss kembali harus meninggalkan orang-orang yang dicintainya. Haymitch meminta Katniss dan Peeta untuk bersekutu dengan beberapa peserta. Tapi, mereka berdua memilih untuk tidak bersekutu dengan siapa pun.

Ketika sudah terjun dalam permainan, sekutu datang dengan sendirinya. Katniss tetap tidak begitu saja percaya dengan mereka, apalagi mengingat pesan Haymitch, “Kenali musuhmu.” Tujuan Katniss sendiri hanya satu, yaitu menjaga Peeta tetap hidup. Peeta dengan segala trik-triknya yang mengejutkan banyak orang ketika wawancara peserta, yang juga mengejutkan Katniss. Lambat laun, rasa sayang Katniss mulai timbul, meskipun ia masih merasakan cintanya untuk Gale – sepupu pura-puranya.

Lebih banyak kejutan di Hunger Games kali ini. Katniss juga mempunyai teman baru, sekaligus musuh. Meskipun tahu di akhir permainan, hanya ada satu yang hidup, mereka ternyata mempunyai ‘kegeraman’ yang sama terhadap Capitol, yang sedikti banyak, mau tidak mau membuat mereka saling membantu.

Dan… cerita ini masih tetap seru, masih tetap menyisakan kejutan di akhir cerita. Selain dibuat penasaran sama kelajutan Hunger Games, pembaca juga diajak penasaran dengan cinta segitiga Katniss – Peeta – Gale, meskipun gak ‘menyek-menyek’ tapi justru lebih membuat kita ikutan jatuh cinta dengan tokoh-tokoh dalam cerita ini. Even Haymitch yang pemabuk, juga ikutan membuat gue penasaran sama latar belakangnya sampai dia biasa menang Hunger Games. Atau Cinna dan tim penata rias Katniss yang bikin heboh, ternyata gak seperti penduduk Capitol lain. Katniss seolah membuat orang-orang Capitol yang ada di sekitarnya jadi lebih ‘manusiawi’.

Semoga Mockingjay cepetan ada terjemahannya. Gue pengen tau, endingnya Katnis akan sama siapa. Apa di buku ketiga, Gale akan lebih banyak muncul dibanding Peeta?

Thursday, August 12, 2010

Anne of Ingleside

Anne of Ingleside
Lucy Maud Montgomery
Maria M. Lubis (Terj.)
Qanita (Mizan Grup) - 2010
500 hal

Lama gak ‘berjumpa’ dengan Anne, ternyata Anne sekarang udah punya 5 anak!! Bahkan sedang menantikan anak yang ke-6. Wow… tapi, seorang Anne sangat menikmati perannya sebagai istri seorang dokter dan sebagai seorang ibu. Meskipun kadang anak-anaknya berbuat kenakalan kecil-kecil, gak sekalipun Anne mengeluh atau pun marah. Anne malah bersikap sangat bijak menghadapi tingkah laku anaknya.

Seorang Anne, meskipun sudah jadi ibu rumah tangga, tetap berjiwa ‘romantis’. Ia selalu memandang keadaan apapun dengan indah. Anne juga menjadi seseorang yang disukai oleh tetangga-tetangganya, meskipun yah, kadang-kadang adalah gosip-gosip kecil tentang Anne. Gilbert, juga sudah jadi seorang dokter yang super sibuk. Sering dapat panggilan di tengah malam, entah untuk menolong kelahiran bayi ataupun ada pasien yang sedang kritis. Pasangan Anne dan Gilbert juga selalu dianggap sebagai pasangan yang ideal.

Di buku ini, lebih banyak diceritakan tentang tingkah laku anak-anak Anne dan Gilbert – Walter, Jem, si kembar Nad & Diana, Shirley, dan si bungsu Marilla. Sifat-sifat mereka mirip dengan Anne – sedang berkhayal dan punya fantasi yang hebat. Diana atau yang biasa dipanggil Di, sering ‘terpikat’ pada teman baru yang terlihat ‘ideal sebagai teman sejiwa’, tapi kerap dikecewakan pada akhirnya.

Gak terasa, ternyata Anne dan Gilbert sudah menikah selama 15 tahun, tapi tetap aja, Anne masih cemburu sama Christine Stuart dan jadi berpikiran aneh-aneh tentang suaminya.

Selain tentang anak-anak, ada juga cerita dari para orang tua, seperti Bibi Mary Blythe, bibi Gilbert yang selalu mengkritik, atau obrolan para tetangga ketika acara membuat selimut perca di rumah Anne.

Tapi menurut gue, Anna dan Gilbert ‘terlalu’ bijaksana jadi orang tua. Terlalu ‘sempurna’. Makanya, menjelang akhir cerita ada bab di mana Anne cemburu dan agak marah-marah, gue jadi lebih bersemangat bacanya. Jadi ada ‘greget’ lain.

Wednesday, August 04, 2010

The Dogs of Babel

The Dogs of Babel
Carolyn Parkhurst @ 2003
Back Bay Books - 2004
264 hal.

Sejak istrinya meninggal dunia, Paul menjadi ‘terobsesi’ untuk membuat Lorelei, anjing mereka ‘bicara’. Karena ketika kejadian itu, hanya Lorelei-lah saksi hidup yang menyaksikan detik-detik terakhir Lexy di dunia. Lexy ditemukan meninggal dunia di dekat pohon di pekarangan rumah mereka. Ketika kejadian itu, suasana di sekitar rumah mereka sepi. Tak ada tetangga yang sedang merumput atau menjemur pakaian, tak ada yang sedang ada di dapur mereka. Tak ada seorang pun yang kebetulan melintas di depan rumah mereka. Melihat posisi Lexy, polisi memperkirakan Lexy terjatuh dari pohon. Tapi, apa penyebabnya, tak ada yang tahu pasti. Untuk apa Lexy memanjat pohon? Apakah Lexy bunuh diri? Atau Lexy ingin mengambil sesuatu di atas pohon itu lalu terjatuh? Paul ingin sekali mendapatkan jawabannya.

Kebetulan Paul adalah professor linguistik. Jadi urusan bahasa bukanlah hal yang asing untuknya. Di sela-sela proses ‘mengajar’ Lorelei yang tak memperoleh progress yang berarti, pembaca diajak flash back, ke awal perjumpaan Paul dan Lexy.

Lexy adalah seorang pekerja kreatif pembuat topeng. Ia membuat topeng untuk acara pernikahan, pentas drama, festival-festival, bahkan membuat topeng wajah orang yang sudah meninggal. Karakter Lexy agak labil. Terkadang ia ceria, tapi bisa juga cenderung depresi. Ia bisa jadi ‘pemarah’ dan sangat kecewa kalau Paul mengkritik hasil kerjanya.

Keinginan Paul untuk bisa membuat Lorelei berbicara nyaris menjerumuskannya ke dalam praktek percobaan illegal. Di mana akhirnya ia mengetahui asal usul Lorelei yang dulu datang ke tempat Lexy dalam keadaan luka parah.

Pelan-pelan Paul mencari petunjuk apa yang ada di dalam benak Lexy sebenarnya. Mulai dari buku-buku yang disusun lagi oleh Lexy di pagi saat hari kematiannya, lalu telepon ke peramal yang diketahui Paul secara tak sengaja lewat televise dan lewat buku harian Lexy tempat ia selalu menuliskan mimpi-mimpinya.

Lagi… buku yang gue dapet dari hasil bookmooch. Gue memilih buku ini dari hasil rekomendasi di salah satu blog pas gue lagi browsing. Padahal gue gak pernah denger juga tentang pengarangnya. Inilah ‘keuntungan’ lagi gak punya buku baru. Gue jadi tertarik untuk baca buku-buku yang udah lama ‘terlantar’ di lemari buku gue.

Tentang bukunya sendiri, biasa deh, gue suka pesimis kalo baca buku yang awalnya nyaris membosankan. Gue membayangkan buku ini hanya berisi satu orang laki-laki kesepian dan seekor anjing. Apalagi gue gak terlalu suka baca buku tentang hubungan antara manusia dan hewan. Bukan karena gue gak suka binatang, tapi mungkin karena gue emang nyaris gak pernah punya binatang peliharaan, makanya gue rada gak ada ‘chemistry’ sama binatang. Tapi, satu yang membuat gue tertarik untuk menyelesaikannya, adalah, karena gue juga penasaran, apa sih penyebab kematian Lexy. Mungkin kalau buku ini hanya berkisar tentang proses Paul yang coba berinteraksi sama Lorelei, gue yakin gue gak akan menyelesaikan buku ini. Tapi, karena diselingi sama cerita Paul dan Lexy, gue jadi tertarik, dan akhirnya tuntaslah novel ini. Gue pun jadi ‘mengikuti’ proses bagaimana seorang suami akhirnya bisa memahami istrinya (meskipun agak terlambat kali ya).
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang