Friday, August 21, 2009

Maximum Ride#4: The Final Warning (Peringatan Terakhir)

Maximum Ride#4: The Final Warning (Peringatan Terakhir)
James Patterson @ 2008
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Juni 2008
320 Hal.

Tampaknya Max, Fang, Angel, Nudge, Iggy, Gasman – plus Total, tidak bisa hidup ‘santai’ sedikit atau menikmati ketenangan barang sesaat. Mereka selalu hidup dalam kewaspadaan ‘tingkat tinggi’. Lengah sedikit, nyawa mereka bisa jadi taruhannya.

Meskipun, nyaris merasakan kenyamanan yang sempurna dan merasakan bahagianya punya orang tua, Max tetap saja tidak percaya dengan Jeb. Ia tahu, Jeb adalah ayahnya, tapi Jeb jugalah yang ‘menjurumuskan’ Max dan anggota kawanannya ke dalam bahaya, dikejar-kejar Flyboy yang salah satu anggotanya ternyata adalah adik tirinya. Segala macam bentuk penelitian, petugas-petugas berseragam, selalu membuat Max curiga. Karena tidak semuanya akan semulus dan selancar pada awalnya. Apa pun itu, Max yakin, pasti hanya berujung pada eksperimen mengerikan yang selalu ia terima sebagai konsekuensi menjadi remaja ‘bersayap’.

Bahkan di dalam rumah ibunya pun, Max dan teman-teman nyaris jadi ‘pizza gepeng’. Ternyata, meskipun relatif aman, masih ada yang mengincar Max dan teman-temannya.

Dr. Martinez, Ibu Max, memperkenalkan mereka pada sekelompok ilmuwan. Meski sempat curiga, Max pun mempercayai mereka, karena Ibunya juga percaya. Brigid dan teman-temannya mengajak Max dan kawan-kawan ke Antartika untuk menyelidiki pemanasan global dan mencari cara pencegahannya. Wow.. satu tugas menyelamatkan dunia yang sangat menarik… Meskipun tempatnya jauh dari kehangatan matahari yang diinginkan Max.

Seperti biasa, di antara orang-orang yang baik, pasti ada satu atau dua orang yang menjadi mata-mata, yang akhirnya membawa Max dan teman-temannya ke dalam jebakan yang berbahaya. Mereka kembali menjadi tawanan sekelompok orang-orang ‘aneh’ yang ingin melenyapkan mereka.

Buku ini gak setebal buku-buku sebelumnya, tingkat ketegangan yang ada juga gak terlalu tinggi. Max makin jago ‘menyindir’ orang. Para kawanan juga di’anugerahi’ kelebihan baru. Misalnya, Angel yang selain bisa membaca pikiran, sekarang bisa berubah jadi binatang, Nudge yang bisa ‘menarik’ besi, Iggy yang bisa ‘merasakan’ warna, bahkan bisa melihat kalau dia berada di tempat yang putih sempurna, Fang yang bisa meleburkan diri dengan warna gelap. Bahkan Total pun ‘berubah’, dia menjadi ‘anjing bersayap’!

Tuesday, August 18, 2009

How the World Makes Love

How the World Makes Love... And What It Taught a Jilted Groom
(Petualangan Keliling Dunia Sang Pecundang Cinta)

Franz Wisner @ 2009
Berliani M. Nugrahani (Terj.)
Serambi, Cet. I – Juni 2009
495 Hal.

Karena gue ‘jatuh cinta’ sama buku Honeymoon with My Brother, gue pun menanti ‘sekuel’-nya dengan tidak sabar. Makanya, begitu buku kedua ini terbit, gue segera menamatkan beberapa buku di rumah, dan membaca buku ini.

Buku ini diawali dengan Franz Wisner yang masih ‘menjomblo’. Masih mencari-cari ‘karakter’ pasangan yang cocok dengan dirinya setelah berbagai peristiwa, perjalanan yang dilaluinya. Ternyata, Franz ‘ketagihan’ jalan-jalan. Ia pun mengajak Kurt, adiknya, untuk kembali ‘berbulan madu’. Tapi, kali ini, bukan hanya sekedar jalan-jalan, tapi mencari apa arti cinta, bagaimana bentuk cinta di berbagai penjuru dunia. Dengan warisan dari La Rue, nenek mereka, Franz dan Kurt kembali berkeliling dunia, berusaha menemukan cinta.

Mereka berkunjung ke Brasil, negara favorit Franz, yang katanya seksi itu. Lalu, ke India, di mana cinta ditentukan oleh perjodohan. Di mana kalo janda, perawan tua atau orang tua tunggal adalah hal yang sangat buruk, ada di halaman paling akhir di kolom kontak jodoh. Atau ke Mesir, yang eksotis, tempat perempuan jarang punya andil dalam menentukan pasangan hidup mereka. Gak ketinggalan juga ke Ceko dan Nikaragua.

Yang paling kocak menurut gue, waktu Franz di Afrika Selatan, tempat di mana, pemandu wisata dan para turis sering jatuh cinta. Gak perlu bertampang keren, yang penting macho dan pemberani.

Di sela-sela perjalanannya keliling dunia, Franz menyempatkan diri untuk kembali ke Amerika. Ia sempat kencan beberapa wanita, tapi ternyata, satu yang menarik hatinya, yaitu si aktris-hippie bernama Tracy. Menjalin hubungan dengan Tracy adalah sebuah langkah baru yang cukup besar. Tracy, adalah tipe wanita yang mungkin berbeda dari kriteria Franz yang lama, selain itu, Tracy juga memiliki anak laki-laki berusia tiga tahun bernama Calvin. Tapi, ternyata ada rasa nyaman ketika Franz berada dekat Tracy.

Tracy-lah yang menjadikan perjalan ke Selandia Baru menjadi perjalanan yang paling romantis, tempat Franz menyadari akan cinta sejatinya.

Tulisan di buku kedua ini lebih ‘bervariasi’. Sekilah sempat ada kesinisan Franz tentang cinta – yah, mengingat dia pernah ditinggalin tunangannya hanya beberapa hari menjelang pernikahan mereka. Tapi, makin lama, makin ke belakang, tulisannya jadi kocak, apalagi membaca berbagai percakapan-percakapan Franz dengan penduduk setempat di negara-negara yang ia datangi. Hmmm… sayang, Indonesia gak masuk daftar kunjungannya kali ini.

Kurt, jarang diikutsertakan dalam buku ini, hanya di beberapa perjalanan, Kurt tampil sekilas. Untuk menjawab pertanyaan pembaca, Kurt pun menulis di beberapa lembar terakhir buku ini.

Di akhir buku ini juga ditulis beberapa definisi ‘cinta’ yang Franz dapatkan dari perjalanannya. Cinta itu ternyata gak rumit koq… Gue jadi berpikir, buku ini pasti lebih keren kalo ada foto-fotonya...

Joshua Files: The Invisible City (Kota yang Hilang)

Joshua Files: The Invisible City (Kota yang Hilang)
M. G. Harris
GPU, Juni 2009
384 Hal.

2012 – ramai dibicarakan orang sebagai tahun di mana dunia akan kiamat. Kenapa begitu? Kalau dihubungkan dengan buku ini, tahun itu diambil berdasarkan tahun terakhir di dalam sistem penanggalan atau kalender bangsa Maya. Betul atau tidak? Hmmm… gak tau juga deh…

Itulah yang sedang diselidiki oleh Andres Garcia, seorang arkeolog, sebelum ia dikabarkan tewas. Andres Garcia diberitakan tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat yang dikemudikan sendiri oleh dirinya. Josh Garcia, anak Andres, tak percaya bahwa ayahnya meninggal begitu saja. Ia menduga ada konspirasi di balik kematian ayahnya.

Bagi Josh, urusan arkeolog bukanlah hal asing. Ia sering diajak ayahnya berlibur ke situs-situs tempat ayahnya mengadakan penyelidikan. Ia puna berusaha menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Ia membuka email-email terakhir yang dikirim ayahnya dan mendapati bahwa pembicaraan tentang codex-codex atau surat-surat berharga mengenai suku Maya, tahun 2012 adalah hal yang sangat berbahaya. Benar saja… tiba-tiba saja rumahnya dibobol maling, tempat kerja ayahnya juga dibongkar.

Bersama dua temannya, Josh nekat pergi ke Meksiko, mencari jejak terakhir yang ditinggalkan ayahnya. Sampai di sana berbagai kejutan menanti. Bukan saja bahwa ternyata Josh memiliki saudara tiri, tapi juga, ternyata ia adalah seorang pewaris takhta yang sangat penting. Sebuah hal yang menjadikannya dewasa dalam sekejap, bukan sekedar seorang bocah berusia 12 tahun lagi.

Perjalanannya sendiri tidaklah mulus, ia harus dikejar-kejar agen rahasia yang mengincar apa yang sedang dicari oleh Josh. Dia pun sampai di sebuah kota di bawah tanah, sebuah kota yang hilang bernama Ek Naab. Di sana ia segera dilantik sebagai seorang pemimpin baru, yang mewarisi apa yang juga dimiliki ayahnya.

Baca buku ini, gue teringat permainan packrat di facebook.. hehehe.. ngumpulin banyak codex buat melengkapi kartu terbesar. Tapi, buku ini menurut gue lumayan ‘rumit’, dan gue agak kesulitan membayangkan kota yang hilang di bawah tanah itu. Gue sempet berharap, kalau bapaknya Josh itu gak meninggal, tapi diculik atau apa gitu… Kaya’nya semua beban yang ada terlalu berat untuk anak sekecil Josh…

Monday, August 10, 2009

Anne of the Island

Anne of the Island
Lucy M. Montgomery
Indradya SP & Nur Aini (Terj.)
Qanita, Cet. 1 - Juni 2009
400 Hal.

Di buku ketiga ini, Anne terasa jauh berbeda dari dua buku sebelumnya. Makin dewasa dan makin bijaksana. Buku ini berkisah tentang Anne yang terpaksa ‘pergi’ dari Avonlea untuk sekolah di Redmond – meninggalkan Marilla, si Kembar Davy dan Dora, dan juga sahabatnya, Diana Barry. Untungnya, Anne gak sendiri – tempat ‘satu kampungnya’, Pricilla dan Gilbert juga ikutan sekolah di sana.

Anne, merasa tertinggal dalam urusan ‘percintaan. Diana Barry sudah bertunangan dengan Fred Wright dan akan segera menikah. Sementara Anne, meskipun sering berdebar-debar kalau berdekatan dengan Gilbert, gak mau mengakui perasaannya karena takut akan merusak persahabatan mereka sejak kecil.

Di Redmond, Anne bertemu dengan teman-teman baru dan beberapa pengagum baru. Anne juga banyak menerima lamaran yang sangat tidak romantis. Yup, di usia Anne yang 18 tahun itu, ternyata banyak yang mengantri untuk menjadikan Anne sebagai istri mereka. Beberapa bahkan berani mengajukan lamaran. Di antaranya – yang bikin Gilbert salah paham – adalah Roy Gardner, pemuda yang persis seperti ada dalam gambaran Anne – tampan, puitis dan sangat memuja Anne. Tapi, aneh… makin lama, kenapa Roy gak membuat Anne berdebar-debar? Gilbert sendiri gak kalah banyak penggemarnya, bikin Anne cemburu, tapi tetap sok jual mahal.

Kesibukan di Redmond tidak membuat Anne melupakan Avonlea. Di setiap kesempatan berlibur, Anne selalu menyempatkan diri pulang ke Avonlea. Ternyata, warga Avonlea suka ngegosipin Anne sama Gilbert. Sementara Anne berusaha cuek dan sok gak peduli.

Gak hanya Anne yang sibuk dengan masalah cowok, tapi juga teman baru Anne, Pricilla, gadis manja dan kaya yang sering kali plin-plan. Pernikahan demi pernikahan terjadi, makin membuat Anne merasa tertinggal.

Terlalu banyak peristiwa di buku ketiga ini dan cerita di setiap bab jadi relatif lebih pendek.. banyak orang baru yang datang terus menghilang di cerita berikutnya. Banyak yang lewat sekilas aja. Tapi, emang, yang paling ‘menggemaskan’, adalah hubungan ‘gak jelas’ antara Anne dan Gilbert. Antara mau, tapi gengsi, tapi ragu. Dari awal cerita, gue udah yakin, kalo Anne dan Gilbert bakal di’takdirkan’ jadi pasangan, tapi emang, sifat Anne yang keras kepala dan gengsian bakal jadi sedikit ‘halangan’ buat Gilbert untuk terus maju. Sampai akhir, gue menanti-nanti kisah romantis mereka.

Tapi, mungkin karena udah makin gede (kaya’nya sangat dewasa dibandingkan anak-anak seusia Anne di jaman sekarang, ya?), Anne jadi gak terlalu konyol, ‘imajinasinya’ lebih dewasa. Justru teman-teman Anne yang malah keliatan lebih ke’kanak-kanak’-an. Gue jadi ‘kangen’ dengan inisiatif dan spontanitas Anne, atau kejadian-kejadian konyol, kaya’ adegan Anne kejeblos di genteng (ada di Anne of Avonlea).
Niat gue nih, gue pengen coba-coba baca Anne’s House of Dreams (sambil menanti terjemahannya)… tapi, baru baca kalimat awal.. aduh… koq bahasa Inggris-nya ‘kriting’ banget…

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang