Wednesday, July 18, 2018

Eleanor Oliphant is Completely Fine



Eleanor Oliphant is Completely Fine

Gail Honeyman
HarperCollinsPublishers AU, 2017
400 hal.

Eleanor Oliphant… kesan pertama adalah.. orang yang kaku, gak punya social life, terpaku dengan rutinitas yang sama setiap hari, aneh, membosankan. Eleanor Oliphant, tinggal seorang diri. Bekerja sebagai akuntan,  mengenakan pakaian dan sepatu dengan model yang sama setiap hari, mencuci gelasnya sendiri, berbicara dengan bahasa yang baku, belanja di tempat yang sama, makan dengan menu yang itu-itu aja, setiap istirahat sendirian, ngerjain teka-teki silang. Acara televisi yang ditontonnya adalah acara dokumenter. Haduh… kurang membosankan apa coba Elanor ini….

Rekan-rekan di kantornya juga sedikit banyak menganggap dia aneh. Sosok yang misterius tapi tetap aja, gak pengen bikin orang penasaran seperti apa sih dia sebenarnya. Bekas luka di wajahnya juga sedikit banyak membuat Eleanor ‘terkucilkan’.

Satu-satunya yang bikin dia semangat adalah sosok seorang vokalis band setempat yang bikin Eleanor jatuh cinta. Dia merasa sang vokalis inilah sosok yang tepat untuk dijadikan pasangan hidup. Mulailah segala acara stalking social media si vokalis ini, bahkan diam-diam mengendap-endap ke apartmentnya, lalu mulailah membayangkan kehidupan indah dan romantic bersama si vokalis band itu.

Hidup Eleanor mulai berubah ketika ia mengenal Raymond, pegawai IT di kantor yang sama dan secara tak sengaja, bersama-sama menyelamatkan hidup seorang pria tua. Meskipun awalnya Eleanor sebal dengan berbagai kebiasaan Raymond, tapi perlahan Eleanor merasakan sebuah kehangatan memiliki teman bicara dan seseorang yang ternyata juga sangat memperhatikan dirinya. Perkenalan dengan orang-orang baru, pengalaman baru, membawa dirinya menjadi sosok Eleanor yang baru dan lebih berani. Eleanor lebih berani membuka diri dan meninggalkan jejak masa lalunya.

Kesan awal tentang Eleanor yang gemes-gemes ngeselin ini, berubah menjadi Eleanor yang bikin pengen gue jadiin temen, yang bisa dijadiin temen curhat. Karena gue yakin, Eleanor ini akan jadi pendengar yang baik, yang bakal bikin loe comfort dan lebih tenang. Pokoknya.. Eleanor bikin ‘ngangenin’.

Buku ini akan membawa loe pelan-pelan mengenal sosok Eleanor. Apa penyebab dia jadi orang yang kaku, seperti apa sebenarnya Ibu yang selalu ‘diajak’ ngobrol setiap minggu sama Eleanor, dan apa yang sebenarnya terjadi sehingga meninggalkan ‘jejak’ di wajah Eleanor. Buku yang awalnya menyenangkan.. tau-tau di tengah mendadak jadi ‘gelap’. Tapi, meskipun begitu, ending-nya bener-bener sesuai sama judulnya. Yes.. she will be fine…

Wednesday, January 31, 2018

Laut Bercerita


Laut Bercerita

Leila S. Chudori
Kepustakaan Populer Gramedia, Oktober 2017
389 hal.

Judul dan cover yang langsung menarik perhatian gue. Dan tentu saja nama Leila S. Chudori. Gue mulai menyukai karya beliau sejak membaca 9 dari Nadira.

Cerita tentang Biru Laut, seorang mahasiswa, aktif dalam organisasi yang dianggap ‘terlarang’ oleh pemerintah ketika itu, ketika Pak Harto masih menjabat sebagai presiden. Bersama teman-temannya, Laut bermimpi ingin mewujudkan Indonesia yang lebih baik, pemerintah yang peduli dengan rakyatnya. Tapi sayang, pemerintah ketika itu tidak bisa menerima kritik dengan baik. Para demonstran dianggap sebagai penentang pemerintah.

Tahun 1998, ketika politik Indonesia memanas, Laut dan teman-temannya jadi incaran karena dianggap pengkhianat. Laut hidup dalam bayang-bayang, mencari sudut yang remang-remang, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, hingga pada akhirnya, Laut disergap di rumah susun tempat ia bersembunyi.

Dengan mata tertutup, tangan terikat, ia dibawa ke sebuah tempat. Berbulan-bulan Laut, dan juga teman-teman yang lain, disekap, diinterogasi, disiksa dengan berbagai cara yang mengerikan dan tak terbayangkan betapa ada manusia yang sedemikian keji. Ada satu titik, di mana gue berhenti membaca, karena gue gak sanggup membayangkan penderitaan yang dialami Laut dan teman-temannya.

Hari demi hari, mereka bertanya-tanya, kapan ini akan berakhir, sampai titik mana mereka semua berhenti.

4 tahun kemudian….. Laut dan beberapa temannya masih belum kembali. Keluarga mereka masih menanti dan berharap, bahwa mereka baik-baik saja, masih hidup di suatu tempat untuk suatu saat kembali bersama keluarga.

Asmara Jati, adik Laut, bersama Anjani, kekasih Laut dan juga, Alex, teman Laut yang akhirnya dibebaskan bergabung dengan Komisi Orang Hilang, mencoba mencari jejak mereka yang hilang.

Buku ini bercerita tentang seorang aktifis yang berjuang, rela berjauhan dari keluarga demi memperjuangkan cita-citanya, tentang keluarga yang kehilangan, yang sesekali hidup dalam ‘denial’, tentang bagaimana para korban yang sempat tertangkap dan dibebaskan bergulat dengan trauma berkepanjangan.

Bolehlah siap-siap tissue… bukan adegan romantis yang bikin baper yang akan bikin loe sedih, tapi bagaimana seorang kakak menitipkan pesan rahasia pada sang adik, bagaimana orang tua yang hidup dalam ‘kepompong’, bercengkerama dalam ilusi yang mereka ciptakan. Banyak bagian-bagian yang bikin emosi jadi ‘teraduk-aduk’….  Mulai dari awal buku ini sampai akhir…

Tahun 1998,  waktu itu gue masih kuliah.. sekali ikut demo di dalam kampus… abis itu gak boleh lagi sama ortu gue… dan.. gue berterima kasih kepada orang-orang seperti Biru Laut yang membuat gue bisa membaca karya Pramoedya Ananta Toer.

Gue suka bagaimana sosok Biru Laut diceritakan – bukan yang sosok yang terlalu idealis dengan pidato yang berapi-api, tapi mampu ‘membius’,  sosok yang juga jahil dan kakak yang protektif. Dan gue suka bagaimana ending untuk Biru Laut diciptakan., meskipun sedih, tapi begitulah rasanya Laut harus berakhir… kalo gak bakal jadi rada klise.. (eh.. ini menurut gue lohhhh)
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang