Tuesday, April 21, 2009

Honeymoon with My Brother

Honeymoon with My Brother
Bertualang Keliling Dunia Gara-gara Putus Cinta
Franz Wisner @ 2005
Berliani M. Nugrahani (Terj.)
Penerbit Serambi – Cet. II, Desember 2008
485 Hal.

Diputusin pacar kaya’nya udah gak enak banget. Kaya’nya semangat untuk hidup dan beraktivitas lain udah gak ada. Apalagi yang namanya ditinggalin pasangan, calon pendamping, hanya seminggu sebelum hari pernikahan. Kebayang gak, gedung udah ok, catering, dekorasi, undangan udah tersebar dan tinggal menunggu sodara-sodara jauh pada dateng… tau-tau… jeng… jenggggg… si CMP or CMW bilang, “Ma’af, aku gak bisa meneruskan ini semua.” Hah… alesannya? Cuma gak bisa… gak ada penjelasan lain.

Franz Wisner, mengalami hal ini. Harusnya Sea Ranch, sebuah daerah di Pesisir California, jadi saksi ketika mereka mengucapkan sumpah yang sakral itu. Harusnya, kue buatan LaRue, nenek tiri Franz, jadi kue pengantin yang paling indah. Bulan madu ke Kosta Rica juga hanya tinggal kenangan. Annie, ‘mencampakkan’ Franz dengan alasan yang tidak jelas itu.

Beruntung Franz memiliki keluarga, teman-teman yang memberi dukungan. Pesta tetap ada, hanya saja tidak ada mempelai wanitanya. Di Sea Ranch juga, teman-teman Franz menghiburnya. Franz yang tentu saja terpukul, tidak langsung jadi terpuruk dan berlarut-larut dalam kesedihan. Malah ia mengajak adiknya, Kurt, untuk tetap melaksanakan perjalanannya ke Kosta Rika.

Ternyata perjalanan itu memberikan inspirasi positif bagi Franz dan Kurt. Franz yang selama ini tidak terlalu dekat dengan Kurt, merasa inilah saat melakukan sesuatu yang berbeda. Tak hanya kehilangan kekasih, tapi di tempatnya bekerja pun, Franz ‘dicampakkan’ oleh atasannya. Gara-gara ini, rencana ‘gila’ pun disusun. Bersama Kurt, yang juga mengalami masalah rumah tangga, Franz merencakan sebuah ‘bulan madu’ bersama adiknya. Padahal, dia sendiri tidak tahu, bagaimana ia harus menghadapai Kurt yang selama ini tidak terlalu dikenalnya.

Rencana perjalanan segera disusun. Budget segera dihitung – ada dari bonus, ada dari hasil penjualan rumah. Didukung oleh LaRue, mereka pun pergi. Perjalanan mereka pertama menuju ke Eropa Timur. Perjalanan yang tidak selalu mulus, karena di awal saja, mereka sudah harus kehilangan paspor, padahal visa-visa untuk masuk ke negara-negara yang susah sudah diurus dan sudah ok. Kurt, yang lebih santai, selalu punya banyak akal. ‘Kesialan’ kecil di awal tidak menyurutkan langkah mereka.

Di Eropa Timur, mereka berkeliling dengan mobil baru Kurt menuju Rusia, Swedia, Rumania. Di Praha, Franz terlibat hubungan singkat dengan seorang perempuan.

Dari benua Eropa, Franz dan Kurt menuju Asia Tenggara – menuju Indonesia, Thailand, Kamboja, Vietnam. Indonesia… tentu saja mampir ke Bali, tapi, ternyata, buat mereka Bali terlalu ramai – meskipun mereka kagum dengan adu ayam-nya, sampai akhirnya mereka mempersingkat kunjungannya ke Bali dan menyepi ke Lombok dan bertemu sesama backpackers yang ternyata punya ‘dewa’, terus, ke Pulau Komodo demi ngeliat Komodo.

Setelah dari Asia Tenggara, mereka menuju Amerika Utara dan Selatan – Brazil membuat Franz jatuh cinta dan membuatnya ingin berkunjung ke sana sekali lagi.

Perjalanan berakhir di Benua Afrika, yang katanya mereka, merupakan ujian terberat selama perjalanan mereka yang menempuh waktu dua tahun itu. Di sana, semua pelajaran lengkap bisa didapat – tertawa ketika anak-anak kelaparan memeluk kaki mereka, ceria ketika hanya bermain di halaman karena gak ada tv, bahagia bahkan ketika lapar.

Di sela-sela ‘perpindahan’ antar benua, mereka selalu menyempatkan diri untuk pulang ke Amerika, melihat anjing-anjing Kurt, menengok LaRue yang selalu mereka kirimi kartu pos di setiap persinggahan mereka – LaRue yang menempelkan paku-paku di peta, menandai jejak-jejak Franz dan Kurt.

Perjalanan panjang ini membuat Franz semakin bersyukur dengan apa yang dia miliki, dan belajar merelakan apa yang sudah lepas dari dirinya – terutama yang menyangkut soal Annie. Bergaul dengan penduduk setempat dan bernegosiasi sendiri dengan petugas travel, hotel, mereka pun jadi gak percaya dengan yang namanya Lonely Planet. Foto Franz dengan George W. Bush jadi jimat mereka untuk lolos dari dari polisi yang reseh. Banyak hal yang serius, tapi juga kocak. Misalnya saat Franz cerita tentang supir taksi yang paling menyebalkan. Perjalanan panjang mereka ini akhirnya menarik minat koran-koran di Amerika, sehingga Franz pun jad ‘wartawan travel’ dadakan.

Buku-buku traveling begini selalu membuat gue iri, selalu membuat gue bertanya-tanya, kapan gue bisa jalan-jalan, gak usah keliling dunia, tapi keliling Indonesia dulu aja deh… Karena ini cerita perjalanan a la backpacker, tempat-tempat yang didatangi mereka jadinya unik-unik, bukan apa yang ada di brosur biro travel, tapi justru dari rekomendasi teman-teman atau malah penduduk setempat.

Gue ikut ‘terpukau’ dengan perjalanan mereka. Bahkan ikutan ngerasa capek ketika mendekati akhir perjalanan. Serasa pengen cepet-cepet sampai rumah, tapi masih belum mau liburan berakhir. Jarang-jarang, gue bisa suka sama buku non-fiksi seperti ini. Kemasan cerita jalan-jalan bikin menarik. ‘Pelajaran’ didapat dengan cara-cara yang gak terlalu serius, tapi tetap ‘dalam’.

Monday, April 20, 2009

Glam Girls series: Reputation

Glam Girls series: Reputation
Tessa Intanya
GagasMedia – Cet. I, 2009
346 Hal.

Di buku kedua seri Glam Girls ini, yang jadi tokoh ‘pencerita’ adalah Rashida Agashi Pradokso alias Rashi. Rashi yang jutek abis, yang bossy, yang paling bitchy di antara Adrianna dan Maybella.

Rashi adalah anak ketujuh dari seorang pengusaha terkenal dan seorang seniwati yang juga terkenal. Ibu Rashi, yang namanya Ibu Ayu – orang Bali, adalah istri keempat dari bapak Pradokso. Rashi, bisa dibilang anak kesayangan Pak Pradokso, his lucky #7.

Di novel ini, pembaca jadi bisa lebih mengenal sosok Rashi di balik sikapnya yang judes itu. Diliat dari judulnya, Reputation, tentu saja menyangkut sepak terjang Rashi di dunia pergaulan yang glamour.

Di buku pertama, tentunya udah tau kalau Rashi mendepak Marion karena menganggap Marion, si bule blasteran Peranci itu, adalah pengkhianat, sampai akhirnya, Rashi ‘merekrut’ anggota baru yang dianggap geek, yaitu Adrianna.

Ternyata, memang banyak yang pada dasarnya berniat mencari-cari kejelekan Rashi (meskipun ia emang dikenal ngeselin, demi menjatuhkan reputasi Rashi. Sebuah blog misterius muncul, yang isinya mengupas kenakalan, kejahatan Rashi satu per satu. Rashi tentu saja marah besar, meskipun ia tetap bersikap tenang dan menunjukkan kalau dia gak peduli dengan omongan ‘sampah’ kaya’ begitu.

Awalnya, berita di blog itu hanya seputar kegiatan-kegiatan clubbing, shopping dan hal yang remeh-temeh, seperti Rashi yang kedapatan jalan berdua cowok lain yang bukan pacarnya. Tapi, lama-lama, koq, mulai menyinggung keluarga Rashi. Blog itu mulai menjelekkan orang tua Rashi – ayahnya yang sakit-sakitan, ibunya yang lagi gila popularitas. Buntutnya juga menjelekkan, Arian, seorang cowok anak baru di VIS, yang juga anak dari pegawai administrasi di VIS. Arian, yang mungkin selama ini gak masuk kategori cowok yang bakal dideketin Rashi. Rashi mulai gerah, ia mulai mengatur strategi untuk melancarkan serangan balas dendam bagi si pembuat blog yang sudah ia ketahui identitasnya.

Di buku ini juga dibahas tentang hubungan Rashi dan Lukas, cowoknya, yang ternyata hanya untuk having fun-nya Rashi.

Ternyata, kalau setelah membaca tentang Rashi, emang dia itu bossy banget. Gampang banget marah-marah dan gak suka ditentang. Suka meremehkan orang… tapi, ternyata, Rashi juga punya keahlian seperti fotografi. Dia juga sayang banget sama ayahnya. Anggota klub renang – bukan cheerleader. Dan lebih punya sikap dan pendirian yang lumayan kuat.

Mungkin karena ditulis sama penulis yang beda, karakter Adrianna jadi keliatan beda dari di buku pertama, kalo May sih, masih tetap dengan sikap centilnya. Gue jadi lebih suka sama si Rashi, daripada Ad yang dulu sebel-sebel gak jelas sama Rashi and the gank. Emang sih, Rashi terkadang mampu bikin orang susah… tapi, hmmm.. emang jangan main-main sama Rashi… hehehe…

Kalimat-kalimat berbahasa Inggris dan gaul masih bertebaran di buku ini, dan tentu saja merk-merk terkenal. Gak terlalu istimewa juga sih dibanding buku pertama.

Glam Girls

Glam Girls
Nina Ardiana
GagasMedia – Cet. 1, 2008
342 Hal.

Hmm… Hmm… Hmm… sebenernya kalo baca buku ini, bakal kepikir kalo temanya gak asing lagi. Tinggal liat sinetron, atau kalo mau kerenan dikit, bayangin film ‘Clueless’-nya Alicia Silverstone jaman dulu… Cerita tentang para ABG, anak-anak orang kaya, sekolah ekslusif, dan tambahin aja, segala aksesoris ber-merk yang bakal bikin kita terkaget-kaget, koq ya anak-anak SMA udah pake merk ibu-ibu? (hmm.. bukan gue yang ketinggalan jaman, kan??

Jadi, ceritanya Adrianna, yang bt berat gara-gara harus kembali meneruskan SMU-nya di Voltaire International School. Sebenernya, Adrianna pengen banget sekolah di Harapan Bangsa, bareng sama dua sahabatnya. Soalnya, dari TK sampai SMP, Ad sekolah di VIS. Ad, yang tentu saja anak orang kaya itu, mulai males sekolah di VIS, karena sering banget acara sekolah jadi ajang pamer, ajang gaya dan sombong-sombongan, pokoknya serba glamor. Tapi, Ad gak bisa membantah keinginan orang tuanya.

So, singkat kata, Adrianna harus kembali ke VIS. Adrianna bukanlah siswi yang hanya mentingin gaya. Meskipun gak suka pamer, tapi tetap, ‘perabotan’ Adrianna gak kalah bermerk dengan siswi lain yang emang ke sekolah dengan niat gaya.

Makanya, Adrianna, nyaris gak peduli ketika pertama kali melihat tiga serangkai – Rashi, May dan Marion – kelompok or clique – yang bikin semua orang – kecuali Ad – pengen jadi di antara mereka bertiga, pengen gabung dengan gang mereka atau paling nggak, dilirik dikit sama tiga orang yang udah kaya’ dewi itu.

Rashi, May dan Marion – anak-anak pejabat, gak peduli dengan uang mereka, tampil abis-abis setiap mau ke sekolah, dan digemari, sekaligus dibenci. Karena sikapnya yang kadang jahat, pedes.. pokoknya… mmm… bitch abis gitu. Rashi, bisa dibilang sebagai pemimpin dari kelompok itu. Dia yang nentuin arah pembicaraan, yang ambil keputusan, bahkan nentuin ‘tema seragam’ mereka tiap hari jum’at, di mana hari itu para siswa-siswi boleh pake baju bebas.

Tadinya, Adrianna gak mau berurusan sama sekali dengan mereka bertiga. Bagi Ad, fokusnya hanya belajar. Karena, system di VIS udah canggih banget. Setiap hasil ulangan, langsung dikirim ke ortu mereka… real time via email. Jadi, kalo dapet nilai jelek, gak ada tuh, yang bisa disembunyikan dari orang tua.

Tapi, ternyata, Adrianna harus ‘menghabiskan’ sedikit waktunya dengan May dan Rashi, ketika mereka ada di kelompok yang sama untuk pelajaran Indonesian Studies. Di pelajaran itu, mereka diharuskan bikin paper tentang salah satu propinsi di Indonesia.

Sejak awal, Adrianna sudah khawatir, kalau hanya dia sendiri yang bakal mengerjakan tugas itu, mengingat untuk bawa pulpen aja mereka lupa. Tapi, Ad gak mau membiarkan dirinya jadi korban. Meskipun malas, Ad harus berani untuk ngedeketin mereka. Emang awalnya, dia di-jutekin abis sama ketiga orang itu. Sampai-sampai, Adriana pengen membalas perlakuan mereka, terutama Rashi.

Kesempatan itu datang, ketika secara gak sengaja, Ad mendengarkan pertengkaran antara di antara mereka bertiga. Entah kenapa, Ad yang pada dasarnya anak baik-baik, malah secara halus menyebarkan gosip, yang bikin ‘pertemanan’ di antara mereka bertiga pecah. Ad sempet gak enak, dan akhirnya bikin pengakuan ke Rashi.

Tapi…. Bukannya marah, Rashi malah ngajak Ad untuk ‘gabung’ jadi anggota baru di clique mereka. Ad pun ikut terbawa arus pergaulan mereka. Clubbing pas malam sekolah, belanja gila-gilaan, sampai-sampai Ad dihukum gara-gara harus ikut remedial class karena nilainya jelek.

Kalo menurut gue, karakter Adrianna rada-rada ‘ngambang’. Sebel-sebel gak jelas sama Rashi and the gank, tapi, ternyata gak bisa ngelawan diri sendiri untuk gak ikutan gaya pergaulan mereka. Padahal, kalo diliat dari cara Ad bicara atau berpikir, harusnya dia lebih kuat dari pada itu. Karena dia punya style yang beda.

Buku ini juga gak terlalu banyak menyorot soal cinta-cintaan. Kalo awalnya gue pikir bakal ada apa-apanya antara Rifky, yang temen kakak Ad and yang jadi pelatih sepak bola di VIS – ternyata gak tuh. Hanya ada ribut-ribut dikit antara Rashid and Marion soal backstabber karena ngedeketin mantan cowoknya Rashi.

Entah kenapa, gue merasa banyak banget yang gak jelas di buku ini. Mungkin bakal jelas di buku-buku selanjutnya.

Lumayan lah, buat bacaan ringan pas weekend kemarin. Dan gue juga langsung buru-buru baca lanjutannya – Reputation – yang bakal disusul sama Unbelievable.

The Worlds of Chrestomanci: Charmed Life

The Worlds of Chrestomanci: Charmed Life
(Dunai-Dunia Chrestomanci: Eric Chant dan Korek Api Bertuah)
Diana Wynne Jones @ 1977
Yohanna Yuni (Terj.)
GPU – Maret 2009
256 Hal.

Eric Chant, yang biasa dipanggil Cat, amat sangat bergantung pada Gwendolen, kakak perempuannya yang seorang penyihir. Mereka berdua menjadi yatim piatu, ketika kecelakaan kapal uap merengut nyawa orang tua mereka. Sebenarnya, mereka berdua juga ada di kapal itu, tapi, karena Gwendolen seorang penyihir, ia berhasil selamat, dan Cat juga selamat karena ia berpegangan pada Gwendolen.

Mereka akhirnya diasuh oleh Mrs. Sharp, seorang penyihiri juga di wilayah Wolcercoter, tepatnya di Coven Street. Mrs. Sharp, adalah penyihir tingkat rendah, dan di daerah tempat tinggal mereka, tinggal banyak berbagai jenis penyihir. Karena bakatnya, Gwendolen diikutan belajar sihir, sementara Cat tidak karena dianggap tidak punya kemampuan itu. Bersama gurunya, Mr. Nostrum, Gwendolen menyusun rencana untuk menaklukan dunia.

Orang tua mereka tidak banyak meninggalkan warisan. Di kotak barang-barang peninggalan mereka, hanya ditemukan surat-surat cinta orang tua mereka, anting berlian milik ibu mereka, sekotak korek api yang aneh dan setumpuk surat dari seseorang bernama Chrestomanci.

Seperti yang akhirnya diketauhi, Chrestomanci adalah seorang enchanter, penyihir yang sangat berpengaruh. Maka itu, ketika Chrestomanci datang dan menjemput mereka berdua, Gwendolen sangat senang. Ia berharap akan bisa mendapatkan pengetahuan sihir yang lebih banyak saat tinggal bersama Chrestomanci nanti.

Tapi, Gwendolen harus kecewa. Ketika datang di kastil Chrestomanci, Gwendolen berharap diperlakukan seperti ratu, tapi ternyata mereka hanya disambut pelayan biasa. Bahkan ia sama sekali tidak boleh menggunakan sihir di kastil itu.

Gwendolen adalah anak yang keras hati dan pantang menyerah. Berbagai sihir dilakukannya untuk menunjukkan kemampuannya di hadapan Cherstomanci, agar ia diperhatikan dan dianggap punya potensi. Tapi, tetap saja, Chrestomanci tidak memperhatikannya, malah ia menghukum Gwendolen dan menghilangkan kemampuan sihirnya.

Namun, Gwendolen memang anak yang pintar. Untuk menjalankan rencana gelapnya, ia ‘pindah’ ke dunia lain, dan bertukar tempat dengan seorang gadis yang mirip dengannya bernama Janet. Hanya Cat yang tahu perbedaan antara Gwendolen dan Janet. Janet bukan penyihir, ia hanya anak biasa yang datang dari dunia yang menganggap sihir itu adalah hal bohong.

Tapi, dengan perginya Gwendolen, justru membuka potensi tersembunyi dalam diri Cat. Bukan sembarang julukan, karena ternyata Eric memang punya sembilan nyawa seperti kucing! Dan itu baru diketahuinya ketika ia nyaris terbakar gara-gara main-main dengan korek api.

Sementara, Cat masih merasa kehilangan kakaknya, Gwendolen ternyata ada di dunia lain dan diperlakukan sesuai dengan yang ia mau, seperti ratu. Rencana jahat untuk menghancurkan Chrestomanci terus dilakukan, dan Cat, secara tidak sadar, ikut andil dalam rencana itu.

Gue langsung ikut membayangkan suasana kastil Chrestomanci, dengan taman-tamannya yang indah. Novel yang tipis ini ternyata menarik, karena, justru tokoh yang ketahuan punya kekuatan sihir ternyata adalah tokoh antagonisnya. Geli juga saat Gwendolen yang pintar melakukan semua cara untuk mendapat perhatian Chrestomanci yang gemar berganti-ganti jubah itu. Tapi, kenapa, hampir semua novel fantasi yang terbit sesudah Harry Potter, harus ‘menjual’ nama Harry Potter? Seolah gak pd dengan daya tarik novel itu sendiri. Padahal, novel Chrestomanci pertama ini ditulis 32 tahun yang lalu! Ha… seumur gue???!!!

Spellbound (Tersihir)

Spellbound (Tersihir)
Jane Green
Monica D.C (Terj.)
GPU – Maret 2009
488 Hal.

Alice Chambers, perempuan usai 30 tahunan, kerap menjadi cover di majalah Tatler terbitan Inggris karena seringnya ia menghadiri acara-acara sosialita. Dengan postur tubuh tinggi semampai, kulit kecokelatan, rambut pirang yang panjang dan lurus, berbalut busana dari desainer terkemuka. Siapa yang tak akan menoleh kepadanya dengan penampilan seperti itu. Tinggal di kawasan bergengsi di London. Mungkin nyaris semua perempuan ingin menggantikan tempatnya sekarang.

Tapi, siapa sangka semua itu dilakukan Alice hanya demi suaminya. Joe Chambers, laki-laki impiannya sejak remaja. Alice, yang dulunya berambut hitam dan keriting, memakai celana jeans dan sweater kumal, bermimpi untuk memiliki rumah di pedesaan dan menikah dengan suasana yang tradisional dan kekeluargaan. Penampilan canggih Alice yang sekarang, adalah semata-mata karena keinginan Joe.

Alice sangat mencintai Joe. Tapi, dasar laki-laki hidung belang. Memiliki istri seperti Alice tidaklah cukup. Joe adalah tipe lelaki petualang. Ia gemar melakukan ‘one night stand’ dengan perempuan-perempuan yang ia temui, entah di cafĂ©, di pesta-pesta. Joe yang tampan dan mudah bergaul, membuatnya dengan mudah mendekati perempuan-perempuan yang tentu saja dengan senang hati meladeninya.

Joe pun kena batunya, ketika ia berhubungan dengan teman sekantornya sendiri, Josie. Joe dipindahkan ke Amerika. Bagi Alice – dan juga Joe – kepindahan ini dimanfaatkan untuk memperbaharui pernikahan mereka. Joe berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi suami yang baik dan setia pada Alice.

Alice pun segera menyukai Amerika, atau tepatnya sebuah kota kecil bernama Highfield di Connecticut. Di sana Alice menemukan rumah yang selama ini hanya ada dalam mimpinya. Rumah yang ternyata memiliki legenda di kalangan warga Highfield. Segera saja Alice jatuh cinta pada rumah itu dan langsung bekerja keras untuk mewujudkan rumah impiannya itu.

Tanpa disadarinya, hubungannya dengan Joe merenggang. Joe yang tinggal di Manhattan hanya pulang seminggu sekali ke tempat Alice berada. ‘Pertahanan’ Joe diuji. Dengan begitu banyak wanita cantik bersliweran di depannya, mau tak mau, Joe kembali tergoda. Apalagi, Alice berubah – kembali menjadi Alice yang tak peduli dengan penampilan, kembali menjadi Alice yang dikenalnya ketika remaja dulu.

Ketika Alice menyadari, Joe kembali ke kebiasaan lamanya, tak urung Alice terpukul. Ia harus memilih antara menyelamatkan pernikahannya tapi tidak menjadi dirinya sendiri, atau, kehilangan Joe tapi kembali menjadi Alice yang santai.

Hmmm… laki-laki… sekali hidung belang, tetap aja gak akan berubah. Some people don’t change, they just grow older J

Ada bagian yang menurut gue rada dipaksain, atau, gak pas… menurut gue lhooo… misalnya, kenapa Alice harus ‘dipaksain’ jadian atau deket atau suka-sukaan sama Harry, pacar sahabatnya, Emily? Kenapa endingnya, gak dibiarin aja, Alice menikmati masa-masa bahagianya sendiri, di rumah pedesaannya? Dan, coba, cerita tentang rumahnya Alice, yang katanya bekas rumah Rachel Danburry, penulis controversial itu, rada dibanyakin. Biar ada misteri-misterinya dikit gitu, bukan sekadar ‘pemanis’ aja.

Tuesday, April 14, 2009

Teka-teki Cinta Sang Pramusaji (Q&A)

Teka-teki Cinta Sang Pramusaji (Q&A)
Vikas Swarup @ 2005
Agung Prihantoro (Terj.)
Serambi – Juli 2008
458 Hal.

Siapa sangka seorang pramusaji di bar, bekas pemandu wisata illegal, mantan pembantu seorang bintang film dan sederet pekerjaan lainnya, bisa memenangkan hadia 1 Milyar rupee. Tapi itulah yang terjadi dalam kehidupan seorang Ram Mohammad Thomas, bocah berusia 18 tahun, seorang yang tinggal di gubuk kumuh di daerah Dharavi, India. Semua beranggapan itu keberuntungan semata, sebagian menganggap adanya kecurangan.

Karena itulah, Ram ditangkap polisi dan dipaksa menandatangani surat pernyataan bahwa ia telah melakukan kecurangan. Namanya saja kuis Who Will Win a Billion, tapi ternyata produser acara itu belum sanggup untuk memberikan hadiah sebesar itu jika pemenangnya memang benar ada. Ram pun jadi korban. Ia disiksa oleh polisi. Beruntung ada seorang pengacara perempuna muda yang tiba-tiba muncul bernama Smita, menyelamatkan Ram dan mencoba membantu Ram membuktikan bahwa ia tak bersalah.

Dari sini dimulailah kisah perjalanan Ram sampai akhirnya ia bisa sampai di ‘kursi panas’. Ram bilang, ia tahu semua jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam kuis itu. Dari setiap pertanyaan yang diajukan, terungkaplah satu kisah hidupnya.

Ram Mohammad Thomas, awalnya hanya bernama Thomas, nama yang diberikan oleh seorang pastor berkebangsaan Inggris. Thomas adalah anak yatim piatu yang ditemukan di sebuah panti, ditinggalkan begitu saja dalam sebuah keranjang. Nyaris tak ada yang mau mengadopsinya. Karena sesuatu hal, akhirnya, Thomas diasuh oleh Romo Timothy. Pemberian nama itu mengundang perdebatan di antara pendeta umat Hindu dan seorang imam umat Muslim. Karena itulah, namanya mengandung tiga unsur yang mewakili ketiga agama itu.

Perjalanan hidupnya nyaris bagai neraka bagi diri Ram. Ia harus lari dari satu tempat ke tempat lain. Bersembunyi karena ketakutan dikejar polisi, nyaris jadi pengemis, membunuh perampok, bersahabat dengan Salim, lalu jatuh cinta pada seorang pelacur, nonton film India bareng Salim, jalan-jalan di Taj Mahal. Ram mungkin anak yang polos, cita-citanya biasa aja, tapi, dia cerdik, selalu bisa lolos dan bertahan dalam kesulitan. Sifat Ram, pema’af, baik hati dan gampang tersentuh. Coba aja minta bantuan uang sama Ram, meskipun dia sendiri masih kekurangan.

Yang paling kocak di buku ini adalah waktu Ram jadi pemandu wisata illegal di Taj Mahal. Pertama kalinya dia datang ke sana, dengerin cerita dari guide resmi, terus, dia ceritain lagi ke turis Jepang dengan informasi yang kebolak-balik.

Alur ceritanya flashback, maju mundur. Gak bikin bingung, tapi, terus bikin penasaran, koq bisa si Ram ikut kuis itu dan menang. Klimaksnya tentu saja ada di bab 1,000,000,000 rupee (iya.. setiap pergantian bab ditandai dengan jumlah uang yang bakal dimenangkan sama Ram). Layaknya film India, tokoh-tokoh di buku ini lengkap.. hehe.. ada polisi, ada penjahat, ada cewek cantik, ada ‘pahlawan’nya, berlinang air mata. Tapi, yang gak disampaikan di sini, gimana Ram bisa ikut acara itu. Apa acara itu gak pake audisi kaya’ Who Wants to be a Millionaire, ya? Rasanya terlalu mudah buat seorang Ram untuk sampai ke sana.

Mungkin kalo gak karena Slumdog Millionaire menang Oscar, buku ini masih terbungkus rapi di lemari buku gue. Mungkin kalo gak karena ganti cover, gue gak akan tertarik beli buku ini. Cover yang lama, gambar anak cowok dengan tampang memelas, nyaris gak menarik perhatian gue. Terus, terjemahannya enak dibaca, meskipun kadang pilihan katanya banyak yang ‘aneh’, gak lazim. Kadang gue harus menebak-nebak apa artinya. Tapi, ternyata gue suka cerita di buku ini.
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang