Friday, June 27, 2014

Bite-Sized Magic



 

Bite-Sized Magic (The Bliss Bakery Trilogy #3)

Kathryn Littlewood @ 2014

@putronugroho (Terj.)

Penerbit Noura (Mizan Fantasi) – Cet. I, Mei 2014

345 Hal.


Sejak menjadi pemenang kompetisi memasak, Gala des Gáteaux Grands, hidup Rose Bliss jadi tidak nyaman. Ketika bangun pagi, yang ia lihat adalah sekurumunan wartawan yang menunggu di depan rumah mereka, siap dengan kamera, menanti untuk mewawancarai Rose. Sampai-sampai Rose pun berucap seandainya ia tak perlu lagi membuat roti.

Satu masalah selesai, maka datanglah masalah lain, kali ini dengan adanya Undang-Undang Diskriminasi Usaha Roti Besar Amerika yang menyatakan bahwa toko roti yang mempekerjakan kurang dari seribu karyawan harus berhenti beroperasi. Itu berarti Follow Your Bliss Bakery harus tutup. Calamity Falls menjadi suram, tak bergairah. Sihir dari toko roti keluarga Bliss yang selama ini ‘menghidupkan’ Calamity Falls.

Masalah ini ternyata didalangi oleh Asosiasi Internasional Penggilas Adonan, yang didukung oleh sebuah perusahaan yang memproduksi kue-kue masal bernama Mostess, dengan pimpinan Tuan Butter.  Mereka memproduksi kue-kue dengan bahan pengawet – dengan tambahan bahan-bahan sihir yang bisa membuat kekacauan di Amerika. Tujuan mereka adalah menghancurkan sebuah toko roti besar dan memonopoli usaha kue dan roti. Kue-kue mereka bisa membuat orang menjadi zombie, saling membenci dan serakah.

Rosemary Bliss diculik untuk menyempurnakan resep-resep yang mengerikan tersebut, keluarga Bliss jadi sandera. Maka mau tidak mau, Rose harus mengerjakan permintaan Tn. Butter. Di pabrik itu, ia pun mencari penawarnya. Dibantu dengan Marge, salah satu pegawai pabrik Mostess, Sage dan Ty, Rose berusaha keras agar kue-kue mengerikan itu tidak berhasil diproduksi.

Buku ketiga ini, gue justru lebih suka dengan peranan Gus, si kucing yang bisa bicara. Ia banyak membantu Rose dan memberi ketenangan sendiri  bagi Rose. Meskipun kadang tingkahnya rada ngeselin, tapi jadi penyegar di dalam buku ini.

Unsur ‘petualangan’ menurut gue lebih kental di buku kedua, ketika Rose, Sage dan Ty pontang-panting mencari bahan-bahan sihir untuk kue mereka keliling Perancis. Tapi, kalau selama ini kita kenal bahan-bahan sihir itu disimpan dalam toples biru, kali ini ada toples-toples merah yang berisi bahan-bahan sihir jahat.

Bibi Lily menghilang… tapi, pengaruhnya masih ‘kuat’, Bliss Cookery Booke sudah kembali, namun efeknya masih meninggalkan jejak.

Ihhh.. kue-kue produksi Mostess itu benar-benar mengerikan, gue jadi teringat segala jajanan dengan aneka warna yang nge-jreng. Nah, satu ‘pelajaran’ dalam buku ini, mengingatkan gue untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan. Bukan gak mungkin, kue-kue seperti ini ada di sekitar kita. Waktunya untuk mencari makanan sehat … tapi … boleh lah sekali-sekali mengudap kue-kue manis yang cantik, lembut dan yummy.

Peter Pan


 

Peter Pan

JM Barie

Julanda Tantani (Terj.)

GPU – 2014

240 Hal.


“Terbang, ayo kita terbang!

Dan Peter pun mengajak ketiga anak keluarga Darling––Wendy, John, dan Michael––ikut dengannya ke Neverland. Di sana mereka mengalami banyak petualangan seru bersama Peter, Tinker Bell, dan para Anak Hilang pengikut setia Peter. Mereka berhadapan dengan Kapten Hook dan gerombolan bajak lautnya, orang-orang Indian, putri duyung, dan si buaya yang di dalam perutnya ada jam yang selalu berbunyi tik-tik-tik. Di Neverland, semua begitu menyenangkan, waktu berlalu tanpa terasa, tapi pada akhirnya ingatan tentang rumah membuat anak-anak keluarga Darling ingin pulang. Sayangnya tidak semudah itu, sebab saat mereka sedang bersiap-siap, rombongan bajak laut mengacaukan semuanya.”


Inilah pertama kali gue membaca versi asli dari kisah Peter Pan. Selama ini gue hanya tau versi Disney yang tentu saja berakhir bahagia, atau ngeliat versi dari film Hook dan kartun Jake and the Neverland Pirates hehehe…  Tapi dari film atau kartun itu juga sih, gue jadi ngeh kenapa Hook takut sama buaya dan kenapa si buaya itu selalu berbunyin ‘tik tok tik tok’.

Tapi memang gue gak ‘berjodoh’ dengan novel-novel klasik, bahkan untuk cerita anak-anak ini pun, gue merasa bosannnn… apa mungkin karena gue udah tau versi-versi dengan bahasa yang lebih ringan.

Gak usah kali ya, gue rangkum lagi cerita Peter Pan ini, karena pastinya udah banyak yang tau kan cerita tentang si Peter dan Anak-Anak yang Hilang beserta anak-anak dari keluarga Darling.

Sedikit kaget ketika cerita aslinya ternyata lebih ‘kejam’. Peri imut-imut, Tinker Bell, digambarkan sebagai peri yang cemburu berat karena Peter yang membagi perhatian dengan Wendy, sehingga Tinker Bell mencari akal agar Wendy celaka. Kapten Hook, tentu saja memang kejam, tapi Peter juga gak kalah ‘sadis’nya. Banyak darah di buku ini... jadi berpikir... kaya'nya kurang pas kalo ini buku buat anak-anak. Tapi kalo soal imajinasi, gue jadi membayangkan seperti apa Neverland Island itu .... sedikit banyak jadi inget kembali film-film Peter Pan yang udah gue tonton.

Gue ‘tersentuh’ dengan perhatian Anak-Anak Hilang kepada Wendy, dan langsung ‘menobat’kan Wendy sebagai Ibu mereka.

Sedih rasanya membayangkan ketika anak-anak Darling mulai lupa pada keluarga mereka, tapi juga nyari ngakak dengan sikap konyol Mr. Darling yang ‘menghukum’ dirinya sendiri karena mengusir Nana, anjing pengasuh mereka keluar, sehingga anak-anak mereka hilang, pergi bersama Peter Pan.

Ada rasa kasian sama Peter Pan yang ditinggal sama teman-temannya, sementara teman-temannya mulai menua, ia masih tetap ada di Neverland Island, menjemput Wendy dan keturunannya setiap tahun.

Inilah kisah seorang anak yang ‘menolak’ untuk jadi dewasa… emang sih, kadang rasanya enak jadi anak-anak… selalu happy, ceria, nyaris tanpa beban.

Submitted for:


- Baca Bareng BBI bulan April 2014 – tema: Fairy Tales
- Lucky No. 14 Reading Challenge – category: Once upon a Time
- Children Literature Project

Thursday, June 26, 2014

Galila



 

Galila

Jessica Huwae

GPU - 2014

336 Hal.


Galila adalah seorang perempuan ‘kampung’ asal Ambon, mengadu nasib di Jakarta dan sukses. Suara emas mengantar Galila menjadi seorang diva. Tapi, urusan pribadi dirinya ditutup rapat-rapat, tidak banyak yang mengetahui masa lalu Galila. Tak banyak media yang berhasil mewawancarai Galila, sehingga membuat Galila menjadi sosok yang eksklusif dan mengundang rasa penasaran. Jika sebuah media masa memuat berita tentang dirinya, hampir dipastikan akan laku keras.

Ketika publik mulai mencium hubungannya dengan seorang pengusaha asal Batak bernama Edward Silitonga atau Eddie, maka Galila pun kembali menjadi sasaran empuk tabloid gosip. Davina, seorang penyanyi yang menganggap Galila sebagai saingan beratnya, mulai mencari celah negatif dari kehidupan seorang Galila.

Eddie dan Galila sungguh pasangan yang serasi, tapi sayang, tradisi Batak yang masih dipegang teguh oleh Hana, ibu Eddie menjadi salah satu hal yang menghalangi mereka untuk bersatu, berbagai carai dilakukan Hana untuk memisahkan mereka. Bagi Hana, bobot-bibit-bebet sangatlah penting, Galila adalah sosok perempuan yang jelas-jelas dicoret dari daftar perempuan pilihan Hana untuk Eddie – Galila bukan saja tidak berasal dari suku yang sama, tapi juga tak jelas asal-usulnya, siapa orang tuanya

Maka masa lalu Galila kembali diutak-atik, dan terungkaplah sebuah rahasia ….

Galila di dalam bayangan gue adalah sebuah sosok yang glamour (yah… mirip-mirip KD gitu kali ya), tapi sebagai pribadi, ia bisa dibilang seorang yang kesepian. Ibunya menjauhi dirinya, teman terdekatnya mungkin hanya Magda, manager-nya. Maka ketika Eddie datang, membawa sebuah hal yang mungkin sudah lama ia lupakan, yaitu ‘cinta’…. Sosoknya serba sempurna, tapi rapuh. Sebuah goresan masa lalu yang kelam nyaris memporak-porandakan Galila.

Oke lah, sesungguhnya latar belakang novel ini sungguh klise … mirip sinetron malah. Seorang perempuan sukses tapi punya masa lalu yang kelam, seorang pemuda tampan dari keluarga kaya-raya. Sosok Hana berhasil membuat gue kesel dan gemas, yah, a la- a la ibu-ibu sinetron yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau. Gak mau denger apa yang diomongin, hanya mau pendapatnya dituruti. Apakah tradisi, budaya itu begitu ‘kaku’ di zaman sekarang? Tapi gue mencoba melihat sosok Hana dari sudut pandang seorang ibu yang berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya, dan juga mempertahankan sebuah tradisi yang selama ini ia percaya mendatangkan kebaikan. Wajar jika ia tak setuju dengan Galila yang misterius itu, tapi caranya aja yang membuat gue rada kurang simpati.

Tokoh Eddie yang tampan ini (hmm.. siapa ya cowok Batak yang keren?), menurut gue juga digambarkan dengan manusiawi, artinya, dia punya rasa cinta yang mendalam terhadap Galila, tapi juga kecewa berat dengan kenyataan baru yang harus ia hadapi. Pilihan berat juga ada di tangannya, apakah ia akan berjuang demi Galila atau menuruti permintaan sang Ibu?

Mmm.. tapi, satu yang sempat bikin gue penasaran, gimana dengan Yunita, perempuan yang dijodohkan dengan Eddie? Gak dijelaskan sebenernya gimana sih perasaan Yunita sama Eddie … apa dia terima-terima aja dijodohin, secara Eddie ganteng gitu? Atau sebenernya dia juga gak mau? Yah.. sebagai tokoh yang kerap disebut-sebut, meskipun hanya sebagai peran ‘pembantu’, rasanya boleh lah sedikit digambarin apa yang ada di pikiran Yunita, mungkin ketika ia sedang bercakap-cakap dengan Eddie …. *mungkin lhooooo*

Sayangnya, eksplorasi Galila ketika kembali ke Ambon terlalu singkat. Padahal ketika membaca ‘blurb’ di cover belakang buku ini, gue sempat berpikir bahwa cerita Galila di Ambon akan mendapatkan porsi yang besar. Dan, cerita tentang kerusuhan di Ambon juga kaya’ hanya sekedar bumbu-bumbu penambah kesuraman.

Tapi secara keseluruhan, gue menikmati novel ini. Alurnya maju-mundur, membuat pembaca mendapatkan gambaran utuh tentang siapa sosok Galila. Novel ini berisi tentang sebuah ‘benturan’ budaya, dan juga perjuangan seorang perempuan yang merangkak dari dasar sampai akhirnya mencapai puncak kesuksesan.


Submitted for:


- Baca Bareng BBI bulan April 2014 – tema: Sastra Asia
- Indonesian Romance Reading Challenge 2014

Thursday, June 19, 2014

TimeRiders #2: Day of the Predator



 

TimeRiders #2: Day of the Predator

Alex Scarrow @ 2010

Desy Natalia (Terj.)

Elex Media Komputindo - 2014

448 hal.


Trio TimeRiders kembali diuji untuk ‘mengembalikan’ sejarah pada porsi yang benar. Foster yang pergi meninggalkan Liam, Maddy dan Sal, sudah menunjuk Maddy untuk menjadi pemimpin – Sal tetap sebagai pengamat dan Liam sebagai ‘eksekutor’. Sementara itu, Bob yang hancur dari misi sebelumnya digantikan dengan sosok baru yang ternyata ‘berjenis kelamin’ perempuan dan diberi nama Becks oleh Liam. Hehehe… kalo gak inget itu robot, Liam udah nyari jatuh cinta sama Becks.

Misi TimeRiders kali ini adalah mencegah pembunuhan terhadap seorang anak bernama Edward Chan di tahun 2015. Edward Chan ini nantinya konon juga memegang peranan penting dalam sejarah teknologi perjalanan waktu. Tapi ada orang yang tak ingin hal itu berhasil dan berusaha melenyapkan Edward. Maka pergilah Liam dan Becks ke tahun 2015.

Tapi, sebuah kecelakaan terjadi karena ketidakawasan Maddy, yang tak sengaja membuka portal waktu ke jaman yang tak terduga. Liam, Becks dan sekelompok pelajar terlempar ke sebuah Hutan Belantara pada jaman 65 juta tahun SM – ke masa Dinosaurus!!!

Sementara Liam, Becks dan yang lain mencoba bertahan dari serangan dinosaurus, maka Maddy dan Sal – juga si computer Bob berusaha mencari koordinat di mana tepatnya Liam dan Becks berada.

Sekali lagi, di kota New York terjadi sebuah gelombang waktu yang mengubah kota yang sibuk ini menjadi hutan belantara yang dihuni oleh para dinosaurus. Bukan hanya itu, Maddy dan Sal juga harus berhadapan dengan agen rahasia yang mengetahui keberadaan TimeRiders dari sebuah fosil bertuliskan kode yang dibuat oleh Liam, yang ditemukan seorang anak kecil di tahun 1941.

Haduh… gue serasa ikut sport jantung baca buku ini. Deg-degan menunggu dinosaurus yang muncul plus menanti kapan jendela kepulangan bakal terbuka. Apa mereka berhasil selamat? Dan gue masih ngilu setiap ada adegan ‘tubuh yang terbelit’ – menandakan mereka yang gak selamat dalam perjalanan perpindahan waktu itu.

Di buku kedua ini, porsi ‘masa lalu’ lebih banyak ditampilkan. Kota New York tahun 2001 yang ada dinosaurusnya itu cuma digambarkan sekilas. Padahal, lebih seru kalau ada adegan Maddy atau Sal terjebak di antara para dino, seperti waktu mereka dikepung oleh zombie di buku pertama. Tapi,  ya sudahlah, itu gak mengurangi efek seru dan menegangkan dalam buku ini.

Membaca seri yang kedua ini, membuat gue jadi makin gak bisa ‘move on’ dari serial ini. Dan semoga di buku-buku selanjutnya juga begitu (dan please… semoga gak kelamaan ya nunggu terjemahannya)



Submitted for:

- Young Adult Reading Challenge 2014

Vivien’s Heavenly Ice Cream Shop



 

Vivien’s Heavenly Ice Cream Shop

AbbyClements @ 2013

Queras

349 hal.


Imogen dan Anna McAvoy, adalah dua kakak beradik, yang bisa dibilang berbeda karakter. Anna, tipe gadis yang senang memasak, memilik kehidupan yang tenang dan punya perencanaan. Sedangkan, Imogen, tipe yang berjiwa bebas. Ia ‘mengembara’ ke Thailand, hari-harinya bagaikan sedang berlibur panjang – surfing, diving dan memotret kehidupan bawah laut (ahh… pengen ikutan nyemplung ke laut rasanya).

Imogen kembali pulang ke Brighton, Inggris, ketika nenek mereka, Vivien meninggal dunia dan mewariskan toko es krim kepada Imogen dan Anna. Toko es krim itu sudah berdiri sejak lama dan merupakan salah satu warisan yang berharga. Imogen dan Anna  bertekad mempertahankan toko es krim itu, sementara salah seorang kerabat mereka, ingin agar toko es krim itu menjadi tempat yang lebih modern.

Dengan pengetahuan yang minim, Imogen dan Anna membuat rencana agar warisan Vivien tidak hilang begitu saja. Tapi ada saja kendala yang membuat semua tak berjalan lancar – Imogen yang gagal membuat es krim atau cuaca yang tidak mendukung. Tapi mereka tidak patah semangat. Anna pergi ke Italia untuk belajar cara membuat es krim yang benar.

Hmmm… ceritanya manis sih… tapi… gak meninggalkan sebuah kesan yang istimewa. Ada konflik tapi koq rasanya cuma ‘sekelebat’, cuma percik-percik dikit, gak sampai ‘meledak’. Gak ada greget yang membuat gue lebih bersimpati dengan Anna dan Imogen. Kesannya jadi biasa aja, padahal banyak banget yang bisa disajikan dengan lebih ‘greget’. Gue ngerasa, setiap pindah bab, udah aja gitu, satu masalah selesai, terus cara mereka bicara juga berasa datar

Oke lah, ada kisah cinta yang tentu saja menjadi pelengkap di dalam buku ini, dua kakak beradik ini mengalami patah hati dan dua-duanya segera menemukan penggantinya. Dan gue berharap, Mateo gak hanya jadi tokoh ‘pelengkap’ yang kaya’ numpang lewat. Tapi untung sih, meskipun Anna juga suka sama Mateo, saat di Italia gak ada adegan percintaan yang dipaksakan muncul.

Sayang banget, padahal latar belakangnya udah menarik. Gue membayangkan rumah Vivien yang hangat, atau toko es krim yang kuno tapi bikin betah untuk duduk-duduk di sana. Apalagi letaknya di pinggir pantai . . . udah pas banget deh.

Jadinya, saat menutup buku ini, gue pengen – ke pantai dan makan es krim.


Submitted for:

- Books in English Reading Challenge 2014
- Lucky No. 14 - Reading Challenge (category: (Not So) Fresh from the Oven)
- New Author Reading Challenge 2014

Tuesday, June 10, 2014

Casablanca: Forget Me Not




Casablanca: Forget Me Not


Dahlian

Gagas Media, 2014

336 Hal.


Ini adalah tentang kegalauan seorang perempuan menjelang hari pernikahannya. Merasa panik gak jelas, sesak napas dan butuh menjauh dari segala keribetan yang berhubungan dengan pernak-pernik pernikahan. Maka, pergilah Vanda ke Casablanca… main pergi aja gitu, gak ngasih tau ke calon suaminya, gak ngasih penjelasan apa-apa ke orang tuanya. Rada egois sih menurut gue, tapi di lain pihak, gue mencoba mengerti, ketika tahu cowok seperti apa, Rommy, tunangan Vanda itu. Kalo gue jadi Vanda, gue jelas butuh ruang untuk berpikir. Dan dalam versi Vanda sendiri, ada ‘sesuatu’ yang perlu ia tuntaskan biar hatinya jadi lebih lega dan mantap memasuki gerbang pernikahan.

Kenapa Vanda memilih Casablanca? Tak lain, karena ia jatuh cinta pada film dengan judul yang sama, bahkan langsung semangat ketika tahu, ada café yang menjadi setting dalam film tersebut.

Sementara itu, tujuan Laz datang ke Casablanca bukan untuk patah hati, tapi, apa daya, ia harus menghadapi kenyataan bahwa sang pacar yang penduduk asli sana memutuskan untuk memilih atasannya sebagai pasangan hidupnya.

Dan bertemulah mereka di lobi hotel. Laz yang melihat Vanda sama-sama berasal dari Indonesia, memutuskan untuk beramah-tamah dengan Vanda. Tapi, justru ditanggapi Vanda dengan dingin mengingat kelakuan Laz yang memang rada annoying.

Sejujurnya, gue ‘nyaris’ kapok baca seri STPC ini gara-gara Athena, yang bacanya bikin gue rada kesel dengan segudang kebetulannya itu. Emang sih, namanya novel, ada aja suatu kebetulan, karena kalo gak, tokohnya gak ketemu dong… tapi, ya gak segitu banyak juga sih… Eh.. kenapa gue jadi bahas Athena lagi? (belum ilang keselnya ternyata.. hehehe)

Untuk tokoh, gue menyukai tokoh Vanda dan Laz, terlepas dari hal-hal negatifnya. Chemistry di antara keduanya terbangun pelan-pelan, meskipun gue lumayan setuju sama Laz, kenapa Vanda segitu gampangnya jatuh ke pelukan Laz, padahal dia udah punya tunangan… membuat Vanda jadi terkesan ‘mudah’, tapi.. yah… pengaruh suasana dan tempat bisa bikin orang lupa diri. Semetara Laz, gue pun ‘jatuh hati’ karena sifatnya yang melindungi, yang pengen balas dendam, tapi sebenernya gak tegaan… *coba Laz… kalo kapan-kapan gue mampir Casablanca, boleh lah jadi guide*

Tokoh dalam cerita ini gak banyak, jadi benar-benar menyorot ke Vanda dan Laz. Bagus lah, jadi gak bikin ribet dan nambah-nambah konflik. Ceritanya jadi sederhana.

Cara menyampaikan suasana di Casablanca juga ‘halus’, gak melulu ketika datang ke tempat wisata, si penulis menjabarkan sejarah tempat itu dari A-Z, singkat aja, tapi bikin pembaca bisa mendapatkan gambaran.

Pemilihan warna untuk cover dan ilustrasi di cover juga bagus. Warnanya unik, jarang gue menemukan pemilihan warna ini.


Submitted for:

- Indonesian Romance Reading Challenge 2014
- New Author Reading Challenge 2014

Monday, June 02, 2014

TimeRiders #1


 

TimeRiders #1

AlexScarrow @ 2010

Desy Natalia (Terj.)

Elex Media Komputindo - 2013

424 hal.


LIAM O’CONNOR harusnya meninggal di lautan pada tahun 1912
MADDY CARTER harusnya meninggal di dalam pesawat pada tahun 2010
SAL VIKRAM harusnya meninggal dalam kebakaran pada tahun 2026

Mereka bertiga ‘dipertemukan’ dan ‘berkumpul’ di New York, tahun 2001, tepat sebelum 9/11. Seorang pria bernama Foster merekrut mereka untuk menjadi penjaga waktu, memastikan agar sejarah tetap menjadi seharusnya seperti yang kita kenal sekarang. Tugas mereka adalah mengamati jika terjadi sesuatu perubahan yang berpengaruh pada sejarah dan berusaha untuk mengembalikan keadaan sesuai dengan sejarah jika terjadi perubahan.

Adalah Waldstein yang menciptakan mesin waktu, sehingga ia bisa kembali ke masa lalu untuk bertemu anak dan istrinya, tapi di satu titik ia sadar, bahwa mesin waktu bisa membuat manusia jadi ‘serakah’ dan berambisi untuk mengubah sejarah sesuai dengan kepentingannya sendiri. Maka, ia pun menghancurkan mesin waktu itu. Tapi, tentu saja, ada negara-negara dengan uang banyak, yang menciptakan mesin waktu sendiri,

Tugas Liam, Maddy dan Sal tentulah sangat berat – terutama untuk Liam yang datang dari masa ketika belum ada komputer dan hal-hal canggih lainnya. Dalam waktu yang singkat, Foster melatih mereka dan memastikan agar mereka siap untuk terjun ke lapangan jika tugas memanggil mereka.

Tugas Maddy – sebagai pemimpin, juga bertugas mengoperasikan perangkat mesin dan komputer untuk keperluan penjelajahan waktu tersebut. Maddy memang memiliki keahlian tingkat tinggi dalam komputer, bahkan ia menjadi hacker dalam usia muda. Sedangkan Sal, bertugas sebagai pengamat. Ia harus mengamati hari yang sama selama berulang-ulang, mencari perubahan sekecil apa pun, yang berbeda dari hari sebelumnya. Sungguh bukan hal yang menyenangkan, mengingat ia harus menyaksikan peristiwa 9/11 selama berulang-ulang. Sementara, Liam, akan menjadi penjelajah waktu , yang langsung terjun untuk ‘memperbaiki’ sejarah yang salah – ia ditemani oleh Bob, makhluk kloning dengan kemampuan Artificial Intelligence dan sangat kuat.

Resiko dari penjelajah waktu, bukan hanya ada kemungkinan mereka tidak bisa kembali tapi juga umur mereka yang bertambah lebih cepat daripada seharusnya.

Kasus pertama mereka berkaitan dengan sejarah Perang Dunia, ketika seorang bernama Kramer, yang juga mengetahui keberadaan mesin waktu, berusaha menguasai dunia, maka apa yang akan terjadi jika Nazi menang dan menguasai dunia? Di sini, kita akan dibawa untuk membayangkan New York dalam berbagai keadaan – ketika Menara Kembar masih ada, atau New  York yang tiba-tiba berubah menjadi sebuah kota dengan dua bahasa – Inggris dan Jerman, dan New York yang berubah menjadi kota zombie.

Lama gak baca science-fiction kaya’ begini, ketika membaca sinopsisnya, gue langsung PO ke mbak Maria. Dengan waktu yang lompat-lompat, dari tahun 2066, ke tahun 2001, mundur ke tahun 1956, bahkan ke 1941. Yang menarik kejadian ketika Maddy di tahun 2001 berusaha berkomunikasi dengan Liam yang ada di tahun 1957. Plus buku harian yang ditulis Sal.

Tokoh favorit gue justru Bob, makhluk yang ‘nyaris’ tanpa emosi ini, justru sangat setia kawan. Ia terus mencari Liam ketika mereka terpisah dalam tugas mereka.

Kaya’nya buku ini ‘lengkap’ banget, ada science, fantasi, plus petualangan yang menegangkan. Kurang romance-nya aja… hehehe….

Seri Time Rider udah ada 8 judul:
1. TimeRiders
2. Day of the Predator
3. The Doomsday Code
4. The Eternal War
5. Gates of Rome
6. City of Shadows
7. The Pirate Kings
8. The Mayan Prophecy

Dan pengen segera baca yang kedua dan ketiga, dan semoga seri selanjutnya segera diterjemahkan. Penasaran… mereka bakal ‘terlempar’ ke masa apa di buku yang lain? Semoga buku-buku selanjutnya tetap menarik. Karena koq gue sempat berpikir, kalo sequel-nya kebanyakan, dan secara garis besar 'gitu-gitu' aja, gue takut bakal ngebosenin.


Submitted for:

- 2014 TBRR Pile – Reading Challenge (additional challenge: Historical Fiction)
- Young Adult Reading Challenge 2014
- New Author Reading Challenge 2014
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang