Wednesday, March 27, 2013

Wishful Wednesday 28





Seperti kata Astrid, Rabu ini adalah Rabu yang sibuk – ngebut bikin review untuk posting bareng, kerjaan menjelang akhir bulan plus ‘persiapan’ buat long weekend. Tapi, untuk Wishful Wednesday tetap ada waktu dong…

Kali ini, yang ‘berkesempatan’ masuk ke dalam Wishful Wednesday adalah The Hobbit – tapi yang novel grafis. Hmm.. tampaknya The Hobbit sudah masuk dua kali dalam Wishful Wednesday. Satu yang cover film, satu yang ini nih, yang novel grafis.




Mari, simak kembali sinopsisnya:
Inilah kisah Bilbo Baggins, Hobbit yang pendiam dan tenang. Hidupnya jungkir balik ketika ia bergabung dengan Gandalf sang penyihir dan 13 kurcaci dalam perjalanan untuk merebut kembali harta karun yang dicuri.

Perjalanan mereka penuh bahaya––dan akhirnya Bilbo harus berhadapan dengan si penjaga harta, naga paling ditakuti di seluruh penjuru Middle-earth.

  
Yuk... yang juga mau ikutan Wishful Wednesday, ini rules-nya ya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

After Dark




After Dark
Jay Rubin (Terj.)
Vintage Books
244 Hal.
(Books & Beyond – Plaza Semanggi)

Tengah malam… harusnya sih, rata-rata ini waktunya orang sudah ada di rumah, tidur, beristirahat. Itu normalnya. Tapi, ternyata.. mungkin ada sebagian orang justru harus bekerja saat itu – misalnya perawat yang kebagian jaga malam, satpam atau petugas di toko-toko yang buka 24 jam. Itu lagi-lagi mungkin kondisi yang normal. Nah, ada yang tergolong ‘tak normal’, yaitu orang-orang yang gak betah ada di rumah, orang yang gak bisa tidur , orang-orang yang lebih senang kerja di malam hari karena katanya lebih tenang. Inilah sedikit gambaran para tokoh yang ada di buku After Dark – Haruki Murakami.

Bercerita tentang 7 jam – mulai tengah malam sampai menjelang fajar. Jam-jam yang spooky dan sepi… tapi nyatanya masih banyak orang yang ‘berkeliaran’ di tengah malam itu.

Mari Asai, duduk sendiri di tengah malam, di sebuah restoran. Membaca buku. Pertama yang terlintas adalah ‘ngapain juga ya?’ Secara kebetulan, datang seorang pria bernama Takahashi, yang ‘kebetulan’ kenal dengan kakak Mari, bernama Eri. Mari yang pembawaannya agak dingin, terpaksa menerima Takahashi yang duduk di mejanya. Takahashi adalah seorang pemain trombone yang hendak berlatih bersama band-nya. Berbicaralah Takahashi tentang Eri yang sangat berbeda dengan Mari.

Setelah Takahashi pergi, datanglah seorang perempuan bernama Kaoru. Ia bekerja di sebuah ‘love hotel’ bernama Alphaville. Kaoru meminta bantuan Mari karena Mari bisa berbahasa Cina. Di Alphaville, seorang pelacur – pendatang gelap dari Cina – dipukul oleh pelanggannya.

Setelah itu, Mari Asai dan Takahashi bertemu kembali dan berbicara banyak. Terutama tentang Eri Asai.

Dan, rasanya tak mungkin kalau di dalam buku Haruki Murakami gak ada hal yang ‘absurd’ atau aneh… cerita orang-orang yang bertemu di tengah malam itu ‘biasa’ aja kan… dan.. okeh.. inilah yang aneh, Eri Asai tertidur selama 2 bulan… bukan dalam keadaan koma, bukan sakit atau depresi… hanya tidur… Eri Asai, gadis cantik, snow white di dalam keluarga Asai. Menurut gue, dia gadis yang rapuh. Dibandingkan dengan Mari, yang tampak lebih tough. Meskipun hanya sedikit-sedikit, bagian Eri Asai adalah bagian yang bisa bikin orang yang baca merasa depresi. Entah kenapa gue koq merasa begitu? Mungkin karena di bagian itu, semua begitu sepi dan aneh. Gak jelas apa maknanya

Buat gue, buku ini bercerita tentang kesepian. Misalnya Mari dan Eri, kakak-beradik yang berbeda, yang juga perlakuannya di rumah sering dibedakan oleh orang tuanya, tapi toh, ternyata diam-diam menyimpan rasa ingin saling curhat, ingin lebih dekat sebagai saudara kandung. Atau, Takahashi, memiliki ayah yang pernah mendekam di penjara saat ia masih kecil, sementara ibunya meninggal karena kanker. Bahkan para pekerja di Alphaville, memilih ‘menyembunyikan’ diri mereka dengan bekerja di hotel yang tidak membuat mereka harus menyapa para tamu, melarikan diri dari kehidupan yang terang-benderang dan hiruk-pikuk kesibukan di kota.

Pada awal gue mengenal karya Haruki Murakami lewat Kafka on Shore, gue bisa menikmati tulisannya, meskipun pakai acara berpikir dan gak ngerti. Tulisannya memang ‘aneh’, membingungkan, tapi tokoh-tokohnya unik menurut gue.  Seperti di dalam cerita ini, Takahashi yang jadi tempat curhat Eri dan Mari Asai, padahal keduanya belum mengenal Takahashi terlalu dekat, Eri Asai yang namanya berulang kali jadi topik pembicaraaan, tapi dia hanya tampil sebagai tokoh yang pasif, Mari, gadis 19 tahun, yang juga ingin dianggap ‘berarti’ tanpa harus dibandingkan dengan kakaknya, lalu ada Kaoru, perempuan yang ‘gagah’.

Judul buku ini diambil dari judul sebuah lagu - Five Spots After Dark



Haruki Murakami, penulis Jepang yang karya-karyanya dideskripsikan sebagai tulisan yang ‘mudah dimengerti, tapi kompleks’. Dua bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Norwegian Wood, Kafka on Shore dan Dengarlah Nyanyian Angin (Hear the Wing Sing)
 
#Posting bareng Maret_BBI kategori: Sastra Asia

Wednesday, March 20, 2013

The Devil in Black Jeans




The Devil in Black Jeans
aliaZalea
GPU – Februari 2013
352 Hal.
(Pinjem sama @pipitkuprit)

Kepulangannya ke Indonesia, tujuan awalnya hanyalah untuk menghadiri pemakaman dan pembacaan surat wasiat ayahnya. Tapi, tak pernah disangka-sangka oleh Johan Brawijaya, bahwa ayahnya ‘mewariskan’ Blu, adik angkatnya, untuk di’urus’ oleh dirinya selama ibu Blu menyelesaikan pendidikannya di Le Cordon Bleu. Selama ini, sebagai drummer yang ‘katanya’ paling ganteng se-Indonesia, kehidupan Jo ya, bebas-bebas aja. Tapi, kini ia harus bertanggun jawab atas diri remaja berusia 15 tahun itu.

Blu, adalah penyanyi opera Indonesia. Yah, mirip-mirip Connie Talbot gitu kali suaranya ya? Semakin Blu dikenal banyak orang, kesibukan Blu juga semakin bertambah. Belum lagi, Blu juga tidak boleh ketinggalan pelajaran di sekolah, latihan yang intens menjelang pentas, fitting kostum, dan juga urusan sehari-hari. Jo termasuk kakak yang overprotective. Ia mengatur jadwal Blu dengan ketat. Ia juga mengawasi pergaulan Blu dengan teman-temannya.

Tapi, lama-lama, seiring dengan kesibukannya sendiri sebagai drummer-nya Revel (baca: Celebrity Wedding), Jo juga kewalahan mengurus Blu. Maka pihak manajemen memutuskan sudah waktunya Blu memiliki Personal Assistant.

Waktu interview, Jo sudah pasang muka ‘jutek’ dan sikap yang sangat ngeselin. Tapi, sebagai mantan PA dari penyanyi kawakan, Dara tidak gentar. Meskipun kesal dengan sikap Jo yang maunya ngajak perang aja.

Dan benar saja, terkadang apa yang dilakukan Dara sering kali tidak sesuai dengan pandangan Jo. Padahal Blu sendiri menyukai Dara.

Ehem.. tapi ya, pastinya gak perlu dikasih tau apakah ini spoiler apa gak, pembaca juga ngerti arah dari hubungan ‘marah-marah’ ini ke mana. Jo, yang terbiasa dengan perempuan yang mengejar-ngejar dirinya justru berusaha menolak perasaannya sendiri yang penasaran dengan sikap Dara yang justru berani menentangnya. Sementara Dara, juga sama, ia berusaha meyakinkan dirinya kalau ia mencintai tunangannya, Panji dan mengingkari kalau ia pelan-pelan juga suka sama Jo.

Ada fase sama-sama menerima, tapi ada juga fase yang bikin si tokoh langsung down dan memilih untuk menyepi, atau kalo gue bilang fase ‘penolakan’, fase yang bikin susah diri sendiri dengan cara yang gak jelas. Ya, soalnya, udah tau sama-sama suka, tapi pake nyari kejelekan dari diri lawan atau malah diri sendiri. Yang bikin kedua tokoh sama-sama berurai air mata dan well… aliaZalea juga berhasil membuat gue gemes. Ehem.. gemes sama Jo (langsung mikir seperti siapakah sosok Jo ini di dunia nyata?), gemes sama drama-drama antara Jo dan Dara.

Kadang-kadang ya, udah tau sih cerita yang begini bakal ke mana arahanya, tapi memang pinter-pinternya si penulis untuk bikin sesuatu yang baru dari cerita yang temanya udah umum begini.

Wishful Wednesday 27




Tiga buku terakhir yang gue baca setting-nya ada di Eropa, dua buku berada di Paris, yang ketiga tokohnya sempat jalan-jalan ke Amsterdam. Alhasil, gue jadi browsing-browsing, ngeliat foto-foto tempat yang disebutin di buku-buku tersebut.

Karena itu juga, pilihan gue untuk Wishful Wednesday 27 ini adalah The Prague Cemetery karangan Umberto Eco. Tampaknya sih termasuk buku yang ‘berat’. Tapi judulnya yang rada-rada ‘spooky’ ini, membuat gue ingin ‘berjalan-jalan’ lagi ke belahan lain di benua Eropa.


Ini dia sinopsisnya:
Nineteenth-century Europe—from Turin to Palermo, to Prague, to Paris—abounds with the ghastly and the mysterious—The Jesuits who plot against the Freemasons, Freemasons, Carbonari and Mazzinians who strangle priests with their own intestines, a bow-legged arthritic Garibaldi, the Dreyfus affair, the makings of The Protocols of the Elders of Zion, the notorious forgery, that was to inspire Hitler in his creation of concentration camps, machinations by secret services in Piedmont, France, Russia, and Prussia, massacres during the Commune in Paris, where people eat mice, stabbings, befouled haunts for criminals who, among the fumes of absinthe, plan bombings and rebellions in the streets, false beards, false lawyers, false wills, an abbĂ© who dies twice, a hysterical female Satanist, celebrants of black masses—gore enough to satisfy the worst in readers.

Except for one detail. Apart from the protagonist, all of the characters in this novel existed and did what they did. The protagonist also does things that actually happened, except that many of these things were likely done by different people. But who knows—when you are dealing with secret services, double agents, traitorous officials and sinning priests, anything can happen. And does


Mari.. yang juga mau ikutan Wishful Wednesday, ini rules-nya ya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Tuesday, March 19, 2013

Penelusuran Benang Merah




Penelusuran Benang Merah (A Study in Scarlet)
Sir Arthur Conan Doyle
Sendra B. Tanuwidjaja (Terj.)
GPU – Cet. IV, Nopember 2012
216 hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)

Lewat  buku ini, Dr. Watson pertama kali berkenalan dengan sosok yang nyentrik, cuek dan kadang ngeselin, yang pada akhirnya menjadi sahabat baiknya, yaitu Sherlock Holmes.  Dikisahkan, Dr. Watson adalah dokter Angkatan Darat, yang saat di tempatnya bertugas, ia terluka parah hingga tidak bisa kembali ke kondisi semula. Akhirnya, ia dipulangkan ke London. Di London, kehidupannya tidak begitu baik. Ia memutuskan untuk mencari tempat tinggal  yang lebih murah.

Kebetulan, Dr. Watson bertemu dengan teman lamanya, yang bercerita bahwa ada teman yang ingin berbagi tempat tinggal, tapi, jangan kaget kalau temannya ini bersikap rada aneh. Di laboratorium, Dr. Watson pun diperkenalkan dengan sosok Sherlock Holmes. Sosok yang cerdas, humoris, tapi juga bisa tiba-tiba berubah jadi pendiam jika ia sedang berpikir keras. Suka main biola, meskipun tergantung mood juga… kadang bagus… kadang bernada asal-asalan.

Sherlock Holmes ini kerap dimintai bantuan oleh Scotland Yard untuk memecahkan sebuah kasus. Seperti kali ini, Detektif Lestrade dan Detektif Gregson juga meminta bantuan Holmes untuk membantu mereka menyelidiki kasus pembunuhan di sebuah rumah kosong, yang kemudian disusul dengan ditemukannya korban kedua di sebuah kamar hotel. Kedua detektif ini saling bersaing. Awalnya, Holmes malas membantu, karena pastilah yang mendapatkan pujian adalah kedua detektif itu. Mereka gagal pun, tetap akan dipuji sudah melakukan kerja keras. Tapi, ada desakan Dr. Watson, Holmes pun mau mengiyakan permintaan tolong itu.

Di tempat kejadian, Sherlock Holmes melakukan penyeledikan  yang gayanya jauh berbeda dari kedua detektif. Ia meneliti hal-hal kecil, yang mungkin luput dari mata Lestrade dan Gregson. Meskipun terkadang kedua detektif ini, malah terkesan ‘meremehkan’ gaya penyelidikan Holmes yang kaya’ main-main ini.

Tanpa penyelidikan yang terkesan rumit, Sherlock Holmes berhasil membawa tersangka – langsung ke kediaman Holmes sendiri.

Bagian pertama ditutup dengan ‘menggantung’. Kasus sudah selesai, tapi koq gitu aja, ending yang gak jelas. Masuk ke bagian kedua, juga semakin membuat gue bertanya-tanya, kapan Sherlock Holmes dan Dr. Watson muncul, apa ‘benang merah’ bagian pertama dan kedua ini. Baru di akhir cerita, gue ‘ngeh’. Tapi, kalo jeli baca nama-nama tokohnya sih, kemungkinan bisa langsung tau hubungan bagian pertama dan kedua.

Kenapa gue memilih Penelusuran Benang Merah, karena di buku ini tidak terdiri dari cerpen-cerpen petualangan Sherlock Holmes. Yah, gue termasuk yang rada bingung kalo harus membuat review sebuah kumpulan cerpen. Udah gitu, kaya’nya kalo cerita detektif lebih pas kalo dibaca satu buku secara utuh dan rada panjang.

Gue sempat ‘kecewa’ membaca Memoar Sherlock Holmes. Koq rasanya datar aja, kurang intrik-intrik selama penyelidikan. Tapi membaca Penelusuran Benang Merah ini, lumayan mengobati kekecewaan setelah baca Memoar Sherlock Holmes.

Posting ini dibuat dalam TBRR Mystery Reading Challenge (bulan Maret: tema classic mystery)

 

Blind Date




Blind Date
aliaZalea
GPU – Cet. III, September 2012
272 Hal.
(Pinjem sama @pipitkuprit)

Saat memutuskan putus dengan Brandon, Titania berniat untuk membuktikan kalau dia bisa menemukan cowok lain sebagai pengganti Brandon. Hal ini dipicu oleh kata-kata Brandon yang bilang kalau dia adalah satu-satunya laki-laki yang menginginkan Titania. Ihh.. Brandon ini ya, tipe laki-laki yang minta ‘ditendang’, sok pe-de, sok paling oke, padahal, dia yang udah jelas-jelas selingkuh tapi masih juga merasa gak bersalah.

Gara-gara ini, Titania nekat membayar dua ribu dolar Amerika untuk memperoleh jasa blind date professional. www.MyBlindDate menjanjikan akan menemukan pasangan untuk Titania dalam waktu 6 bulan. Jasa blind date satu ini bahkan direkomendasikan oleh Oprah Winfrey di dalam salah satu episode yang menayangkan tentang blind date. Kerahasiaan data terjamin dan konsumen tinggal menyebutkan persyaratan yang mereka inginkan, agen MBD juga akan memberi saran-saran.

Akhirnya, Titania menjalani serangkaian kencan buta dengan beberapa pasangan sesuai dengan karakter yang sudah ia tetapkan. Yah namanya kencan buta, seberapa pun miripnya cowok itu dengan syarat yang diinginkan, tetap saja ada yang kurang. Titania merasa cocok dengan beberapa orang, tapi, ia tahu, dengan mereka rasanya lebih cocok untuk  berteman. Untungnya, gak ada tuh yang namanya ketemu dengan pasangan kencan yang ‘aneh’ atau konyol. Titania sempat putus asa dan takut perkataan Brandon itu memang benar.

Seiring dengan berjalannya waktu, secara kebetulan Titania bertemu dengan Reilley di beberap kesempatan. Semua secara tidak sengaja. Sosok Reilley justru lebih membuat Titania deg-degan dibandingkan dengan beberapa pria yang ditemui saat kencan buta. Bahkan Reilley ‘menyelamatkan’ Titania saat Brandon menguntitnya di sebuah pesta. Meskipun Titania merasa Reilley is the one, tapi tetap saja, Titania belum yakin.

Cerita ini ber-setting di Amerika. Dan satu nih yang positif dari buku ini, meskipun sudah hidup di negara asing, tapi tetap Titania berpegang teguh pada budaya timur – yaitu tetap menjaga keperawanannya sampai menikah.

Reilley bagaikan pahlawan yang ‘jatuh dari langit’, selalu muncul di saat yang tak terduga, bahkan seperti ‘mengikuti’ Titania. Tapi, kalo gue sih… bukan tokoh yang justru bikin gue klepek-klepek… terlalu baik dan ‘lurus’…. Hihihi… still love the bad boy character :D

Monday, March 18, 2013

A Long Long Sleep




A Long Long Sleep
Anna Sheehan @ 2011
Barokah Ruziati (Terj.)
Penerbit Atria – Cet. I, Juni 2012
398 hal.
(Dari Penerbit Serambi @ IRF 2012)

Ini adalah kisah Putri Tidur dalam versi futuristik. Selama 62 tahun, Rosalinda Samantha Elroy berada dalam keadaan statis – tertidur – di dalam stase-nya. Ia tidak menua sedikit pun, sementara orang-orang yang ia kenal selama ini sudah tiada. Ia terbangun ketika seorang pemuda bernama Bren memberinya bantuan napas buatan. Bren menemukan tabung stase Rose di ruang bawah tanah.

Karuan semua orang langsung panik dan heboh. Karena Rose adalah pewaris tunggal dari UniCorp, sebuah perusahaan yang besar dan sangat berpengaruh. Saat ditemukan, Rose berusia 16 tahun. Dalam keadaan letih karena di-stase terlalu lama, tubuhnya jadi lemah. Dan ia juga bingung dengan keadaan yang sudah berubah.

Guillory, pimpinan UniCorp yang saat ini, bertindak sebagai wali dari Rose. Dan ia mengatur agar semua kebutuhan Rose tersedia. Bahkan Rose bisa kembali ke rumahnya yang lama dan diasuh oleh orang tua angkat yang sama sekali tidak peduli dengan keadaannya.

Di sekolah, semua hal jadi dipermudah, karena Guillory sudah memberi beberapa peringatan dan catatan pada setiap guru. Untung ada Bren, yang mengajak Rose berkenalan dengan beberapa teman, yang orang tuanya memiliki peranan penting di UniCorp. Di kelompok itu, Rose mengenal satu anak yang unik, bernama Otto. Otto tidak berkomunikasi melalui suara, tapi melalui tulisan.

Alat-alat yang digunakan dalam buku ini sangat canggih, misalnya tablet (ini sih udah biasa kali ya sekarang), kendaraan yang canggih,

Gue jadi kasihan sama Rose, bukan hanya sekali atau dua kali Rose dimasukkan ke dalam stase, tapi berulang-ulang. Alasan orang tuanya adalah demi keamanan Rose. Ya, sebagai pewaris tunggal, banyak yang ingin menculik Rose. Tapi, bukan hanya itu, orang tua Rose, terutama ayahnya, termasuk tipe yang gak suka dibantah. Sedikit Rose membantah atau berargumen, mereka akan menganggap Rose sedang ‘bingung’ atau resah, dan gak ada salahnya untuk di’statis’kan selama beberapa hari atau minggu. Lama-lama, perlakuan ini ‘mencuri’ masa kecil dan remaja Rose. Ia berkembang dengan tidak wajar. Bayangkan… Xavier, pacar Rose, ‘seharusnya’ berusia jauh lebih muda daripada Rose. Saat Xavier lahir, Rose sudah berumur 7 tahun dan sering menggantikan popok Xavier. Tapi, beberapa kali mengalami masa statis, akhirnya justru Xavier jadi lebih tua dari Rose.

Gue nyaris ‘ngamuk-ngamuk’ baca saat-saat Rose akan di-stase. Rose gak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Gila aja, alasan sayang, demi keamanan malah bikin Rose jadi anak yang gak berkembang, gak punya teman dan kehidupan. Satu-satunya pengalihan Rose biar tetap memiliki kenangan adalah dengan cara melukis.

Namun, soal keberadaan orang-orang yang ingin menggangu Rose memang mungkin ada, buktinya Rose kerap diburu oleh Plastine, sebuah robot canggih yang akan selalu mematuhi perintah dan melaksanakan tugasnya sampai selesai.

Di awal, terus terang, rada membosankan membaca buku ini dan sedikit malas untuk nerusinya. Karena tokoh Rose, bisa jadi rada gak ada gregetnya, selalu dalam keadaan bingung dan tak bersemangat, lelah., selain memang karena perlu banyak adaptasi, juga karena fungsi tubuh yang belum semuanya normal. Rose terlalu polos, sehingga sering merasa apa pun yang terjadi adalah kesalahannya.  Untunglah ada tokoh yang membuat cerita jadi lebih ‘segar’, yaitu Otto. Makhluk berwarna biru yang merupakan hasil rekayasa genetika. Selain bersama Bren, saat berkomunikasi dengan Otto, Rose jadi lebih ‘ceria’.

Tapi dengan alur cerita yang maju mundur ini, pelan-pelan mulai terkuak sebuah rahasia yang mengejutkan, sekaligus ‘menyakitkan’. Ada begitu banyak kenyataan yang mulai terungkap, dari mulai tentang orang tuanya, sampai tentang Xavier yang selalu dirindukan Rose. Tebakan gue di awal tentang siapa tokoh antagonisnya ternyata salah.

Tentu saja, namanya buku remaja, pastilah ada ‘percikan-percikan’ asmara dan ada patah hati. Tapi, tenang… buku ini berakhir dengan tidak biasa. Sang putri tidur masih tetap mencari cinta sejatinya… *ooppss… apakah ini spoiler?*

Friday, March 15, 2013

Pulang




Pulang
Leila S. Chudori
KPG, Cet. II – Januari 2013
464 hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)

Peristiwa berdarah tahun 1965, atau yang dikenal dengan G-30S/PKI, kerap menjadi latar belakang penulisan sebuah novel. Tak habis-habisnya peristiwa ini dikupas dengan sudut pandang yang berbeda. Tapi, satu buat gue, setiap kali gue membaca yang muncul selalu rasa ‘nyeri’…

Setelah menghadiri sebuah kongres di Santiago, Dimas Suryo, Nugraha, Tjai dan Risjaf dilarang untuk kembali ke Indonesia. Dikhawatirkan jika mereka kembali, nyawa mereka akan terancam.

Jakarta, 30 September 1965, berada dalam kondisi politik yang sangat genting. Seperti yang sudah diketahui melalui pelajaran sejarah, 7 orang Jenderal tewas, dibunuh secara keji. Tuduhan langsung mengarah kepada orang-orang di balik partai politik, PKI. Oleh karena itu, semua orang terlibat dalam partai terlarang itu diburu. Tak hanya itu, keluarga pun ikut kena getahnya. Semua dibawa ke kantor polisi, diperiksa, diinterogasi dan diintimidasi.

Sebetulnya, bukan Dimas Suryo yang seharusnya berangkat ke Santiago, tapi Hananto Prawiro. Tapi dengan alasan menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan Surti, Hananto meminta Dimas yang menggantikannya. Keberangkatannya ke Santiago, menjadikan terakhir kalinya Dimas melihat Jakarta, bertemu Hananto. Karena Hananto menjadi salah satu orang yang dicari oleh pihak kepolisian.

Dimas, Nugraha, Tjai dan Risjaf, akhirnya memilih Paris sebagai tempat ‘persinggahan’ mereka. Mereka mendirikan sebuah restoran Indonesia bernama Tanah Air di Paris. Dimas menikah dengan Viviene Deveraux di tahun 1968. Meski berpuluh tahun menetap di Paris, ia selalu menyimpan keinginan untuk kembali ke Indonesia, berharap kondisi politik sudah berubah. Di apartemennya ia menyimpan dua buah toples berisi kunyit dan cengkih, yang ia hirup aromanya manakal ia rindu dengan tanah airnya.

Sebagai anak yang di darahnya mengalir dua budaya, Indonesia dan Perancis, Lintang Utara, lebih mengenal tanah air ibunya. Indonesia hanya ia kenal dari cerita ayahnya yang kerap bercerita kisah-kisah dari Kitab Mahabarata atau Ramayana. Tentang sejarah, selalu terhenti di tahun 1965, dan ia tahu, ada sisi gelap dalam sejarah itu yang enggan diceritakan oleh ayahnya.

Tapi, di tahun 1998, saat ia mengajukan proposal untuk tugas akhir, dosennya memberi usul agar Lintang membuat film dokumenter tentang Indonesia. Tapi, sebagai anak Dimas Suryo, tak mudah bagi Lintang untuk masuk ke Indonesia. Untunglah ada pihak dari KBRI yang bersedia membantu Lintang mendapatkan visa masuk ke Indonesia.

Di Indonesia, tahun 1998, suhu politik memanas – Soeharto kembali dilantik sebagai presiden dan membentuk kabinet yang terdiri dari anaknya sendiri beserta kroni-kroninya. Masyarakat mulai gerah, mahasiswa terus melakukan demo.

Lintang bertemu dengan Segara Alam – anak Hananto Prawiro dan Bimo, anak dari Risjaf. Hidup mereka sebagai anak ‘eks-tapol’ tidaklah mudah. Mereka harus bergerak di antara bayangan, jangan menonjol dan selalu ekstra hati-hati. Alam, lebih pemberontak dibandingkan dengan Bimo. Ia yang selalu membela Bimo. Bersama Bimo dan teman-temannya, Alam mempunya sebuah lembaga non-profit, yang dalam situasi ini ikut bergerak menuntut Soeharto untuk turun.

Dibantu Alam, Lintang melakukan riset dan wawancara dengan ‘korban’ dari peristiwa tahun 1965. Saat Surti bercerita, gue nyaris menitikkan air mata, geram dengan sikap para interogator.

Sulit menjadi keluarga dari para ‘eks-tapol’. Seperti Rama, keponakan Dimas. Ia lebih memilih menyembunyikan identitas aslinya, menjauhi keluarganya dan berhasil memperoleh pekerjaan di BUMN. Padahal, dalam kondisi seperti Rama, tak mungkin BUMN mau menerimanya. Padahal, jelas-jelas ia tidak ada sangkut paut dengan urusan politik terlarang.

Inilah pertama kalinya gue membaca buku Leila S. Chudori, dan gue ‘terhanyut’… hanyut di antara cerita, para tokoh, tempat Lintang bersembunyi di Paris… belum lagi, detail-detail yang memberi kesan eksotis, mistik dan hangat di dalam buku ini. Misalnya, saat Dimas bercerita tentang tokoh-tokoh wayang, kutipan-kutipan dari sastrawan dan pemusik legendaris. Kehangatan di antara Empat Pilar Tanah Air, kocaknya Dimas yang takut sama jarum yang dipakai Nugraha untuk praktek akupunktur-nya.

Pengen bisa ikutan Lintang, ngubek-ngubek Shakespeare & Co., ‘bertapa’ di Père Lachaise Cemetery.

Atau, saat terpesona dengan sosok Narayana – blasteran Indonesia-Perancis – kekasih Lintang, yang selalu bersikap sangat gentleman, atau ikutan terkena serangan halilintar saat Segara Alam muncul – yang kaya’nya bakal masuk jadi salah satu kandidat ‘Book Boyfriend 2013’.

Dan sebuah keharuan, kala Dimas berpesan ingin pulang ke Indonesia… dan dikubur di Karet… betapa meski dikucilkan oleh ‘bangsa’nya sendiri, tetap ia ingin pulang, menyatu dengan tanah airnya sendiri, bukan terkubur di tempat ia mencari rasa aman di Paris.

Buku ini, meskipun ber-setting di Paris, tapi, buat gue sangat ‘Indonesia’.

Jadi, apa yang bisa kita petik dari  I.N.D.O.N.E.S.I.A?


Curhat sebentar…

Membaca buku ini, gue terkenang saat-saat gue mulai mempelajari sejarah peristiwa tahun 1965. Waktu itu gue masih SD, film tentang perisitiwa itu baru saja beredar, dan kita pun diajak oleh sekolah nonton film itu di bioskop. Yang tersisa hanyalah rasa ngeri setelah menyaksikan film tersebut. Rasanya, gue yang gak mengalami peristiwa itu pun merasakan sebuah trauma, dan rasa gak nyaman selalu berulang setiap tahun, setiap tanggal 30 September, karena gue tahu, di televisi malem itu akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G-30S/PKI. Gue pun mengidap insomnia mendadak… baru benar-benar tenang, saat gue tau, hari sudah berganti dan tanggal berubah menjadi tanggal 1 Oktober. Gue juga kerap merinding saat mendengar lagu ‘Gugur Bunga’…. (ok, sekarang pun gue merinding…)

Dan gak jauh berbeda dengan salah satu bagian di dalam buku ini, kala anak-anak sekolah diajak berdarmawisata ke Lubang Buaya, melihat diorama yang penuh darah, plus rumah yang dipakai untuk penyiksaan para korban, etc… dulu mungkin bersama teman-teman, gue hanya menyeletuk ‘Ihhh.. ngeri banget… serem…’… tapi, kalo dipikir-pikir, menurut gue lho… museum ini bukan untuk konsumsi anak SD…

Dan, saat peristiwa 1998, saat Jakarta sedang genting, waktu itu, gue masih kuliah. Gue dilarang ke kampus sama mama (dan gue jadi menyesal… kalo gak, kan gue bisa punya foto di atas atap Gedung MPR/DPR dengan ber-yellow jacket … hehehe). Pagi-pagi, jalan sepi… iseng-iseng mama ngajak ke Goro yang ada di Kalibata. Sampai di sana pun, kita juga sebenarnya gak tau mau beli apa. Jadilah kita gak lama ada di sana…. Dan dalam perjalanan pulang, di radio, diberitakan bahwa Goro dijarah… ya ampun… Andai kita gak buru-buru pulang… bukan gak mungkin kita berdua akan terjebak dalam massa yang beringas…

Tapi, apa pun, itu, entah 1965, 1998, semoga…. Menjadi pembelajaran biar Indonesia jadi lebih baik….

Wednesday, March 06, 2013

Wishful Wednesday 26



Biarpun belum pernah beruntung di giveaway Wishful Wednesday, tapi, gue tetap semangat untuk ikutan blog-hop ini. Yah, di tengah-tengah minggu yang hectic, rasanya menyenangkan bisa berandai-andai… jadi santai sejenak.

Buku kali ini adalah hasil galau sendirian di Kinokuniya hari Jum’at yang lalu. Saat lagi melihat-lihat dari satu rak ke rak yang lain, tiba-tiba menemukan buku dengan cover yang cantik, seperti keramik atau porselen Cina. Dan yang bikin semakin unik, cover-nya juga seperti ada lipatan atau retakan, jadi seolah ini adalah keramik atau hiasan yang disambung-sambung.

Judulnya, The Red House, karangan Mark Haddon. Gue jadi inget buku The Curious Incident of the Dog in the Night-time- edisi terjemahan dengan cover pink nge-jreng-nya




Ini dia sinopsisnya (via goodreads.com)

Family, that slippery word, a star to every wandering bark, and everyone sailing under a different sky.

After his mother's death, Richard, a newly remarried hospital consultant, decides to build bridges with his estranged sister, inviting Angela and her family for a week in a rented house on the Welsh border. Four adults and four children, a single family and all of them strangers. Seven days of shared meals, log fires, card games and wet walks.

But in the quiet and stillness of the valley, ghosts begin to rise up. The parents Richard thought he had. The parents Angela thought she had. Past and present lovers. Friends, enemies, victims, saviours. And watching over all of them from high on the dark hill, Karen, Angela's stillborn daughter.

The Red House is about the extraordinariness of the ordinary, weaving the words and thoughts of the eight characters together with those fainter, stranger voices - of books and letters and music, of the dead who once inhabited these rooms, of the ageing house itself and the landscape in which it sits.

Once again Mark Haddon, bestselling author of The Curious Incident of the Dog in the Night-time and A Spot of Bother has written a novel that is funny, poignant and deeply insightful about human lives

Mari.. yang juga mau ikutan Wishful Wednesday, ini rules-nya ya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang