Wednesday, March 31, 2010

Wicked #1 (Witch)

Wicked #1 (Witch)
Nancy Holder & Debbie Vigué @ 2002
Meithya Rose Prasetya (Terj.)
Penerbit Matahati – 2010
376 Hal.

600 tahun yang lalu, sebuah upacara persembahan digelar dengan demi mendapatkan sebuah kekuatan sihir. Pembunuhan missal terjadi untuk mendapatkan sebuah sihir yang sangat kuat bernama Black Fire, dengan sihir ini, sebuah kelompok penyihir akan menguasai dunia. Ada dua kelompok sihir yang terkuat, yaitu Dinasti Deveraux dan Dinasti Cahors. Black Fire dimiliki oleh Dinasti Deveraux. Sang Ratu Catherine bertekad mendapatkan Black Fire. Perjodohan puterinya – Isabeau dan Jean Deveraux pun diatur. Dengan tujuan memperoleh anak laki-laki agar bisa menyatukan dua kekuatan sihir, pernikahan pun terlaksana. Tapi, ternyata Ratu Catherine sangat licik, ia memberi ramuan agar puterinya tidak pernah hamil, padahal dengan melahirkan anak laki-laki, rahasia Black Fire akan diberikan oleh Dinasti Deveraux.

Dendam terus berlanjut sama ke keturunan mereka yang nyaris tidak tahu-menahu akan adanya kekuatan sihir.

600 kemudian… seorang remaja bernama Holly Cathers terpaksa pindah dari San Fransisco ke Seattle. Ia menjadi sebatang kara karena kedua orang tuanya tewas dalam suatu kecelakaan ketika sedang berarung jeram. Holly satu-satunya yang selamat. Di Seattle ia pindah ke rumah Bibi Marie-Claire, adik ayahnya, yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Ia tinggal bersama dengan sepupunya si Kembar – Amanda dan Nicole.

Di sini, Holly mengalami berbagai kejadian aneh yang selalu nyaris mencelakannya. Pertemuannya dengan keluarga Deveraux berbuntu mimpi-mimpi aneh, sebuah kejadian entah di mana, seolah Holly pernah mengalaminya.

Michael Deveraux dan anaknya, Eli, melakukan sihir-sihir hitam untuk menghancurkan Holly dan keluarga Cathers yang lain. Keluarga Cathers adalah keturunan Dinasti Cahors yang sudah berganti nama. Salah satu anak Deveraux, Jer, bermaksud melindungi Holly.

Awalnya gue bingung baca buku ini, karena tiba-tiba satu peristiwa bersambung ke satu peristiwa lain sebelum sempat ‘mencerna’ peristiwa yang pertama. Banyak peristiwa yang ‘mengerikan’ dan sadis. Sempat membuat gue berpikir, kalo buku ini hanya ‘balas dendam’ melulu isinya.

Tapi, aksi si Kembar dan Holly, ditambah mantra-mantra pelindung dari si misterius Jer, bikin buku ini jadi lumayan ‘keren’. Dari awal buku ini emang terkesan gelap, suram. Minim ‘senyum’ dan ketawa.

Masih banyak misteri yang belum terungkap, misalnya kenapa ayah Holly tiba-tiba pergi dari rumah, begitu juga dengan ibu Eli dan Jer yang juga pergi meninggalkan mereka berdua saat mereka masih kecil.

Monday, March 29, 2010

Recipes for a Perfect Marriage

Recipes for a Perfect Marriage (Resep Perkawinan Sempurna)
Kate Kerrigan @ 2005
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU – Maret 2010
408 Hal.

Cinta yang menggebu-gebu di awal pertemuan tidak menjamin kebahagiaan sebuah pernikahan. Kalau melihat yang dialami Tres sa Nolan, dia langsung kecewa karena Dan, suaminya, tidaklah sempurna. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang sebelum menikah tidak jadi masalah, malah membuat Tressa emosi berat saat Dan sudah jadi suaminya. Belum lagi acara kumpul-kumpul dengan keluarga besar Dan yang nyaris setiap minggu. Tressa yang selama ini terbiasa hidup sendiri dan jauh dari keluarga, merasa tidak nyaman di tengah-tengah keluarga besar Dan, terutama ibunya yang tampaknya tidak bisa menerimanya dengan hangat.

Sebelum menikah, Tressa mendapatkan hadiah dari ibunya, berupa buku resep peninggalan neneknya, Bernadine. Lewat buku resep inilah, Tressa berusaha menyelami rahasia sebuah perkawinan, mengingat kembali liburan masa kecilnya ketika ia kembali ke Irlandia.

Bernadine sendiri sempat mengalami perkawinan yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Di masa remajanya, ia jatuh cinta pada pemuda Irlandia yang tinggal di Amerika bernama Michael Tuffy. Cinta masa remaja yang menggebu-gebu, tapi ketika Michael Tuffy melamar Bernadine, keluarga Bernadine menolaknya, karena keluarga Bernadine yang miskin tidak mampu membayar mas kawin yang akan diberikan pada Michael. Bernadine kecewa, lebih kecewa lagi ketika orang tuanya menerima lamaran seorang guru bernama James Nolan. James bersedia menerima Bernadine meskipun tanpa mas kawin.

Bernadine sama sekali tidak memiliki rasa cinta untuk James. Cintanya sudah diambil oleh Michael. Bertahun-tahun, James dengan penuh kesabaran menghadapi Bernadine. Sementara Bernadine masih saja memberikan dirinya dengan setengah hati.

Dua generasi dengan dua perkawinan yang mereka anggap tidak sempurna. Butuh banyak sekali kompromi untuk mengenyahkan segala kekurangan dari pasangan biar gak jadi ganjelan.

Tressa dengan perkawinannya yang baru seumur jagung berharap bisa memperbaiki perkawinannya. Sementara di umur perkawinan yang entah sudah berapa puluh tahun, Bernadine baru menyadari rasa cintanya tumbuh perlahan-lahan.

Well… gue selalu suka buku yang yummy-yummy… meskipun di sini gak ‘seenak’ Chocolat, atau The Food of Love, atau The Marriage Officer, tapi, buku ini bisa jadi memberi ‘inspirasi’. Meskipun dalam bentuk novel, tapi, sedikit banyak gue ‘belajar’ tentang perkawinan, pernikahan.

Satu tentang cinta di awal, satu tentang cinta di akhir… dua-duanya bisa membuat gue ‘berpikir’.

Thursday, March 25, 2010

The White Tiger

The White Tiger
Aravind Adiga @ 2008
Rosemary Kesauly (Terj.)
Penerbit Andi - 2010
360 Hal.

Balram Halwai, pemuda India berasal dari kalangan yang kurang mampu. Desanya dikuasai oleh para tuan tanah yang serakah. Sebenarnya ia anak yang cerdas. Balram – yang nama aslinya adalah Munna – menjadi satu-satunya murid yang cerdas di antara murid lain yang tidak mendapatkan ‘hasil’ apa-apa dari sekolah karena gurunya tukang mabuk dan penidur. Ia pun mendapatkan julukan ‘The White Tiger’ atau ‘Harimau Putih’.

Tapi, karena kondisi ekonomi, Balram terpaksa putus sekolah. Bersama kakaknya, ia bekerja di sebuah kedai teh menjadi pelayan. Meskipun begitu, ia selalu mengamati berbagai kebobrokan yang ada di sekitarnya.

Balram pun hijrah ke Delhi. Ia memaksa seorang supir taksi untuk mengajarinya mengendarai mobil. Setelah mahir, Balram datang dari satu rumah ke satu rumah lainnya untuk menawarkan diri menjadi supir Sampailah ia ke sebuah rumah mewah, yang ternyata milik salah satu tuan tanah di Desa Balram. Salah satu anak Si Bangau (ia memberi julukan untuk setiap tuan tanah), bernama Ashok baru saja datang dari Amerika bersama istrinya, Pinky Madam.

Karena Si Bangau dan Si Luwak (anak si Bangau yang lain) kenal dengan Balram, maka ia pun dijadikan supir untuk Ashok. Sebagai pegawai, ia dituntut memberikan pengabdian penuh pada tuannya. ‘Title’nya memang sebagai supir, tapi Balram harus selalu siap untuk jadi tukang masak, pelayan, tukang pijit dan lain-lain. Sampai-sampai, ia merasa lebih mengenal tuannya dibandingkan orang tuanya sendiri.

Balram dengan setia mengantarkan Mr. Ashok dan Si Luwak ke kantor pemerintahan untuk menyuap para menteri, ke mall mengantar Mr. Ashok dan Pinky Madam (sementara ia membayangkan apa yang ada di dalam mall megah itu. Ia juga mendengar setiap pertengkaran Mr. Ashok dan Pinky Madam yang tidak betah di India.

Tapi, meskipun ia sangat setia pada tuannya, ada rasa iri dan ingin membuat perubahan pada dirinya sendiri. Ia ingin maju, tapi kalau tidak ada uang, tidak akan pernah bisa. Politik kotor yang bermain, membuat yang miskin semakin miskin dan membuat yang kaya semakin makmur. Balram tidak bisa menahan diri untuk tidak berkhianat pada tuannya.

Seperti berapa buku yang berlatar India yang gue baca, misalnya buku Vikas Swarup, menggambarkan budaya korupsi dan memeras orang yang kurang mampu. Kemiskinan membuat korupsi jadi ‘halal’. Di sini digambarkan bagaimana subsidi untuk sekolah dijadikan barang dagangan oleh guru sekolah Balram. Perkara kejahatan bisa diputarbalikan dengan uang. Polisi bisa diajak ‘bekerja sama’ asal ada uang. Cerita dalam buku ini disampaikan dalam sebuah ‘surat’ yang ditulis Balram untuk Perdana Menteri Cina yang akan berkunjung ke India. Balram akhirnya mampu punya perusahaan sendiri.

Gue nyaris bosan membaca buku ini. Biasa deh.. minim percakapan. Penuh kesinisan. Hampir aja gue ganti ke buku yang lain. Cuma, kalo gue ganti ke buku yang lain, buku ini pasti gak akan pernah gue sentuh lagi. Dan, setelah gue terusin baca, ternyata gue makin penasaran. Biar kadang bikin ngantuk, gue pelan-pelan berusaha menamatkan buku ini. Hmmm… apa buku-buku yang dapet penghargaan selalu ‘membosankan’, ya?

Friday, March 19, 2010

Waktu Aku Sama Mika

Waktu Aku Sama Mika
Indi @ 2009
Homerian Pustaka – Cet. II, Agustus 2009
145 Hal.

Gue menemukan buku ini secara tidak sengaja di Gramedia PIM. Setelah melihat-lihat buku-buku baru, gue iseng menelusuri rak-rak yang lain. Tau-tau gue ngeliat buku ini. Tentu saja, judulnya lah yang menarik perhatian gue. Cover-nya juga lucu. Gue liat isinya sekilas, tampak menarik.

Buku ini berisi kumpulan tulisan dari seorang gadis bernama Indi. Indi ini mengidap penyakit scoliosis, atau adanya gangguan pada tulang belakang Indi, sehingga gak bisa bertumbuh dengan normal. Ia harus selalu pakai penyangga untuk menopang tulangnya, dan sering jadi bahan ejekan teman-temannya. Indi sering kali merasa minder, karena ia tidak bisa seperti anak-anak lainnya.

Tapi, ada seorang pemuda bernama Mika yang memberinya semangat, yang memperlakukannya layaknya seperti orang ‘normal’ lainnya. Untuk Mika-lah, buku ini dipersembahkan. Seluruh tulisan dalam buku ini berpusar pada Mika yang merupakan pahlawan bagi Indi. Tulisan-tulisan indah bagi Mika di surga. (hiks…)

Mika memberi Indi kepercayaan diri, membuat Indi merasa dicintai, disayangi, dan Mika memberikan itu tanpa pamrih, tanpa pernah bertanya dan meminta lebih. Tapi, hubungan mereka banyak mendapatkan tantangan, karena Mika ternyata mengidap penyakit AIDS.

Tulisan-tulisan dalam buku ini menurut gue begitu jujur dan sederhana. Ungkapan-ungkapan rasa sayang yang tak berlebihan dari seorang gadis untuk pacarnya yang sudah tiada. Gue jadi kagum sama sosok mereka berdua, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka, mereka saling memberi semangat.

Gue suka buku ini. Gue pengen My Mika juga punya semangat yang sama dengan Mika (dan juga Indi) di sini (tapi… minus penyakitnya tentunya…)

Thursday, March 18, 2010

The Lovely Bones (Tulang-Tulang yang Cantik)

The Lovely Bones (Tulang-Tulang yang Cantik)
Alice Sebold @ 2002
GPU – April 2008
440 Hal.

6 Desember 1973, Susie Salmon berjalan pulang menuju rumah dari sekolahnya. Tapi, ia tidak pernah sampai di rumah lagi untuk selamanya. Mr. Harvey, salah satu tetangganya yang kerap dianggap aneh, sudah memperkosa lalu membunuhnya dengan cara yang sadis.

Jasad utuh Susie tidak pernah ditemukan dan Mr. Harvey masih berkeliaran dengan bebas. Sementara keluarga Salmon tenggelam dalam dukanya. Meskipun Jack Salmon, ayah Susie, mencurigai Mr. Harvey, tapi tak ada bukti yang bisa menjerat Mr. Harvey. Mr. Harvey selalu menampilkan sosok lugu, tak bersalah, dan bersimpati pada keluarga Salmon. Sehingga polisi malah menganggap kecurigaan Jack sebagai angina lalu.

Arwah Susie ‘berkeliaran’ mengamati kehidupan keluarganya sesudah ia pergi. Bagaiamana ayah dan ibunya berusaha keras menghindar dari kenyataan bahwa Susie sudah meninggal. Mereka masih mengharapkan adanya jasad yang bisa meyakinkan mereka. Kehidupan keluarga Salmon jadi tidak sama lagi. Ayahnya berjuang untuk kuat, sementara Abigail Salmon, ibu Susie, mencari pelarian dengan cara lain.

Bertahun-tahun, tidak ada petunjuk apa yang sebenarnya terjadi pada Susie. Rumah tangga Jack dan Abigail diambang kehancuran, sementara adik-adik Susie, Lindsey dan Buckley juga membutuhkan perhatian.

Susie mengamati banyak hal yang terjadi apda Lindsey, hal-hal sebagai seorang perempuan yang tidak sempat ia alami.

Buku ini bisa jadi sebuah bahan renungan (aduhh.. kenapa gue sok serius begini), tapi.. bener deh, sebuah renungan tentang ‘kematian’ dikemas dalam bentuk yang tidak menggurui. Bukan model buku-bukunya Mitch Albom, gue malah lebih ‘menyamakan’ ini sama buku Ghostgirl (Tonya Hurley), sama-sama bercerita tentang arwah seorang gadis yang masih ingin kembali ke Bumi. Meskipun buku ini lebih serius dibanding Ghostgirl.

Tadinya gue pikir, buku ini akan mengarah pada sosok Mr. Harvey. Membayangkan sosok Mr. Harvey, gue kebayang sama salah satu tokoh di Desperate Housewive – Paul Young, suami dari Marie Alice Young . Mr. Harvey ternyata punya kecendurngan aneh, punya rahasia yang kelam dan masa lalu yang membuatnya jadi seperti ini. Sosok yang tenang, lugu, penyendiri. Selalu dianggap aneh oleh masyarakat sekitar, tapi tidak mencurigakan.

Tokoh-tokoh lain yang menarik perhatian gue di sini selain Susie, ada Ray Singh – pemuda yang jatuh cinta sama Susie, Ruth – teman Susie yang ternyata bisa ‘merasakan’ bahwa Susie masih ‘ada’.

Buku ini nyaris terlupakan, kalo ada temen gue di kantor gak ngomongin buku ini. Gue juga lupa di mana gue taro buku ini. Bahkan gue sampe mikir, "Gue punya kan buku ini?"

Thursday, March 04, 2010

The Dressmaker

The Dressmaker
Rosalie Ham @ 2000
Duffy & Snellgrove - 2000
296 Hal.

Setelah dua puluh tahun pergi, Myrtle Dunnage – atau Tilly – kembali ke rumahnya untuk merawat ibunya yang agak sedikit tidak waras. Ia kembali ke Dungatar, sebuah kota di Melbourne, Australia. Kota tempat Tilly dan ibunya dikucilkan dan jadi selalu jadi sasaran empuk para penggosip.

Kota Dungatar dihuni oleh orang-orang yang ‘eksentrik’. Ada seorang polisi – Sergeant Farrant yang modis, pasangan Pettyman – yang istrinya bernama Marrigold maniak sama ‘kebersihan’ dan masih banyak lagi.

Kedatangan Tilly kembali ke Dungatar menimbulkan banyak prasangka dan bisik-bisik. Tilly sendiri punya rahasia kelam di kota itu, rahasia yang membuat dia terpaksa pergi dari Dungatar. Tilly kecil sering menjadi korban bullying teman-teman sekolahnya. Ibunya disebut sebagai pelacur, penyihir dan lain-lain yang tak kalah buruknya.

Tilly berusaha tidak ambil pusing, tapi ia tidak mau pergi ke acara-acara kumpul-kumpulnya warga kota Dungatar. Seorang pemuda bernama Teddy McSwiney berusaha mendekati Tilly dan akhirnya bisa membuat Tilly mau pergi dengannya ke acara dansa. Tilly muncul dan membuat para perempuan terperangah dan iri dengan busana yang ia kenakan.

Sebelum kembali ke Dungatar, Tilly ‘berkeliling’ ke Paris atau Milan. Di sana, ia belajar menjahit dan merancang busana. Salah satu barang yang ia bawa ke Dungatar adalah mesin jahit merk Singer. Gara-gara ini, perempuan-perempuan Dungatar mulai mendekati Tilly dan memintanya untuk menjahitkan busana yang mewah bagi mereka semua.

Tapi, ketika Tilly mulai pelan-pelan nyaman, lagi-lagi ia harus berhadapan dengan tuduhan bahwa ia perempuan pembawa sial, pembawa kutukan buruk. Lagi-lagi ia harus berhadapan dengan ‘hantu masa lalu’nya.

Kalau dibaca lebih seksama, mungkin novel ini bagus. Tapi, karena dari awal gue udah punya ‘pikiran buruk’, makanya gue bacanya asal-asalan aja. Pengen cepet-cepet selesai. Atau mungkin karena, seinget gue, baru pertama kali gue baca buku dari penulis Australia. Bahasa Inggrisnya yang ‘beda’, yang bikin gue rada bingung bacanya.

Yang membuat gue penasaran adalah apa rahasia Tilly sampai dia harus pergi dari Dungatar. Tapi, ‘kecewa’nya gue, misteri itu sedikit banget dibahas. Kaya’nya lebih banyak membahas kehidupan sosial orang-orang di Dungatar ini daripada kehidupan pribadinya Tilly yang jadi tokoh utama buku ini. Nyaris semua tokoh punya affair. Rahasianya Tilly baru terbuka di bagian-bagian akhir novel ini. Menurut gue, novel ini suram, makanya bacanya juga jadi gak terlalu semangat.

Monday, March 01, 2010

Susanna Sees Stars

Susanna Sees Stars
Mary Hogan @ 2006
Simon & Schuster - 2006
247 Hal.

Layaknya para ABG, Susanna Barringer tergila-gila dengan segala hal yang berbau selebritis. Sebuah hal yang tidak didukung oleh orang tuanya yang rada-rada hippie. Ayah Susanna adalah seorang ilmuwan, ibunya seorang manager di sebuah pertokoan besar.

Di liburan musim panas kali ini, Susanna yakin ia akan segara menjemput impiannya. Ketika ia diterima sebagai pegawai magang di majalah Scene, Susanna yakin ini adalah awal karirnya yang cemerlang dan sebuah kesempatan untuk bertemu dengan selebritis yang selama ini hanya ia lihat di majalah.

Susanna menyiapkan dirinya dengan sesempurna mungkin, bersiap-siap dengan segala ide-ide cemerlang yang ia yakin akan membuat bos-nya, Nell Wickham, melihat potensi dirinya yang tersembunyi.

Semangat Susanna yang mengebu-gebu di awal, lama-lama luntur. Nell, si boss, hanya memerintah dia melakukan hal-hal sepele banget dan gak ada hubungannya sama kerjaan, seperti beli kopi di Starbucks, beli bunga yang harus lain-lain setiap hari, ngajak anjingnya jalan-jalan, terus, nyari eyeshadow kuning yang harus sama dengan kelopak bunga.

Kadang Susanna udah gr duluan kalo dipanggil Nell ke ruang meeting, ternyata dia hanya disuruh membeli kopi pesanan seluruh peserta meeting di Starbucks. Keinginannya untuk bertemu selebritis idolanya seolah pupus begitu saja. Bahkan, ketika ia menyebutkan nama Randall Sanders sebagai idolanya, Susanna malah jadi bahan tertawaan. Susanna butuh Plan B.

Bersama Amelia, sahabatnya, Susanna menyusun sebuah rencana. Ia harus mencari berita yang akan membuat Nell akhirnya melirik potensi dirinya.

Sekilas gue merasa buku ini mirip The Devil Wears Prada dalam versi remaja. Susanna mirip Andrea yang awalnya nyaris tidak dilirik boss-nya yang sama-sama dijuluki ‘Anna Wintour Wannabe’, sering disuruh-suruh hal yang gak jelas gak hanya oleh boss-nya, tapi juga dimanfaatkan rekan sekerjanya, tapi endingnya bisa nunjukin kalo dia juga bisa ‘berguna’. Ternyata masih ada lanjutan kisah si Susanna Barringer ini, tapi rasanya gue gak terlalu tertarik untuk membaca kisah berikutnya. Satu-satunya yang gue suka adalah covernya.

Six Suspects

Six Suspects
Vikas Swarup @ 2008
Black Swan - 2009
575 Hal.

Jika orang biasa – katakanlah supir taksi, pengemis, atau karyawan biasa – tewas dalam kecelakaan atau terbunuh, tidak akan menjadi sebuah berita besar, karena dianggap itu adalah hal-hal yang biasa, tidak istimewa. Tapi, ketika seorang pejabat, anak pejabat, selebritis tewas karena hal yang sama, semua media akan secara besar-besaran memberitakan hal tersebut.

Demikian saat Vicky Rai tewas. Vicky Rai, anak seorang menteri yang berpengaruh di India, tewas dalam pesta yang diselenggarakan untuk merayakan bebasnya Vicky Rai dari tuduhan membunuh seorang pramusaji bar bernama Ruby Gil. Vicky Rai sendiri memang bukan orang yang ‘bersih’. Berkali-kali ia lolos dari jerat hukum berkat posisi ayahnya.

Jaganath Rai sendiri, sang menteri, kerap melakukan permainan ‘kotor’. Siapa saja yang berani-berani menghalangi jalannya, akan segera dihabisi – entah polisi, entah sesama politisi yang masih berusaha bersikap idealis.

Dalam kasus ini, ada 6 orang tersangka. Seorang jurnalis investigasi, Arun Advani, berusaha mengungkapkan kasus ini (jadi inget Mikael Blomkvist).

Keenam orang tersangka itu adalah: Mohan Kumar - mantan sekretaris Jaganath Rai; Shabnam Saxena – aktris Bollywood papan atas yang jadi ‘incaran’ Vicky Rai; Munna Mobile – seorang pencuri handphone; Larry Page – warga negara asal Amerika yang datang ke India untuk menemui ‘calon pengantin’ yang hanya ia kenal lewat surat-menyurat dan foto; Eketi – penduduk sebuah suku di pedalaman India; and the last but not least, adalah sang menteri sendiri, ayah dari Vicky Rai – Jaganath Rai.

Layaknya sebuah penyelidikan, ada tersangka, ada motive, ada penyelesaian kasus dan akhirnya ada sebuah ‘kebenaran’, begitulah pembagian bab-bab dalam buku ini. Kita diajak mengenal siapa sih sebenarnya para tersangka itu – gimana keseharian mereka, apa yang membuat mereka akhirnya ‘terhubung’ dengan Vicky Rai dan bagaimana mereka bisa ada di pesta tersebut.

Buku ini nyaris membuat gue gak tidur, males kerja (pengennya ngumpet di kamar mandi, biar bisa baca buku ini… hehehe…). Bener-bener bikin penasaran. Kalo Mikael Blomkvist berperan ‘aktif’ sepanjang buku, di buku ini, Arum Advani hanya muncul di awal dan di akhir, itupun berupa bentuk kolom yang ditulisnya di koran. Pembaca yang diajak ‘aktif’ untuk menelusuri kasus ini, menduga siapakah yang sebenarnya menembak Vicky Rai berdasarkan latar belakang dan motif-motif yang dipaparkan sepanjang buku ini. Bagian ‘The Suspects’ dan ‘The Motives’ memang mendapatkan porsi yang besar dalam buku ini.

Tapi, kerennya buku ini lagi, ketika udah sampai ‘kesimpulan’ siapa pelaku sebenarnya, tiba-tiba muncul sebuah ‘teori’ baru yang mematahkan bahwa tersangka yang ditangkap polisi bukanlah pelaku yang sebenarnya. Dan ketika kita (well.. paling nggak gue) mulai percaya dengan teori baru itu dan mulai mengangguk-anggukan kepala, sambil berkata. “Ooo… jadi dia pelakunya. Hmm.. iya juga sih…” tau-tau, ada lagi fakta baru yang menunjukkan pelaku sebenarnya. Ending-nya, gue harus menebak-nebak sendiri siapa pelaku sesungguhnya.
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang