Monday, May 30, 2011

Ranah 3 Warna

Ranah 3 Warna
A. Fuadi
GPU – Cetakan I, Januari 2011
474 hal

Pendidikan di Pondok Madani telah selesai. Alif kembali ke kampung halamannya di Maninjau. Cita-citanya kali ini adalah lulus UMPTN. Tapi sayang, banyak suara-suara sumbang yang membuat berkecil hati. Lulusan madrasah, mana bisa tembus UMPTN. Belum tentu juga lulus ujian persamaan SMA. Tapi Alif, semakin dikecilkan, semakin ia bertekad untuk membuktikan bahwa perkataan orang-orang itu salah. Terutama lagi, ia ingin membuktikan kepada Randai, bahwa ia juga bisa masuk ke perguruan tinggi dan bahkan mungkin ke Amerika… seperti cita-citanya selama ini.

Memang bukan ITB yang selama ini ia inginkan, tapi tetap Alif akhirnya membuktikan, bahwa anak pesantren juga bisa masuk perguruan tinggi negeri.

Perjuangan ternyata tidak hanya sampai di situ. Di Bandung, jauh dari orang tua, kondisi keuangan pas-pasan, membuat Alif harus memutar otak bagaimana bisa bertahan hidup. Ia mencoba bekerja sembari kuliah. Membuang rasa malu, ia jadi pedagang keliling, menjadi guru privat sampai akhirnya jatuh sakit.

Beruntung ada kesempatan lain, yang membuat Alif bangkit. Meskipun sempat membuat persahabatannya dengan Randai sedikit rusak, Alif pelan-pelan jadi mandiri dan semakin bertekad untuk menggapai cita-citanya.

Usaha Alif yang kocak, sok tau dan maju terus pantang mundur, berbuah manis. Ups… kecuali untuk urusan cinta… hehehe…

Meskipun, ada yang bilang ending-nya begitu mudah ditebak, ceritanya klise, tapi buat gue ini masih jadi salah satu favorit gue. Semua ditulis begitu detail dan rapi. Penuh dengan usaha yang jatuh bangun, beberapa juga ada yang membuat gue terharu. Iri juga karena Alif akhirnya bisa sampai ke Amerika. (hiks… gue jadi menyesal waktu kuliah gak pernah usaha lebih keras… ups.. cur-col). Tapi, gpp… buku ini bisa jadi pemompa semangat baru… biar gak gampang putus asa, biar gak gampang nyerah… biar terus usaha untuk cari jalan keluar biarpun rasanya semua pintu itu tertutup…

Prophecy of The Sisters

Prophecy of The Sisters
Michelle Zink @ 2009
Ida Wajdi (Terj.)
Matahati - Cet.I, Maret 2011
359 hal.

Belum cukup duka yang disebabkan oleh ayahnya yang meninggal dengan cara yang misterius, Lia Milthrope harus menghadapi serangkaian kejadian aneh lainnya. Dimulai dengan munculnya tanda aneh di pergelangan tangan, lalu sikap saudari kembarnya, Alice, yang juga aneh, lalu ditemukannya sebuah buku misterius yang hanya berisi satu halaman saja dan letaknya tersembunyi.

Tapi dari buku itu, Lia mengetahui sebuah rahasia. Rahasia ini sudah ada semenjak jaman ibu, nenek, nenek buyut – intinya, inilah takdir yang diturunkan kepada setiap anak kembar perempuan, yang artinya harus ia dan Alice terima. Bahwa kematian ibu dan ayahnya yang misterius juga termasuk dalam rangkaian takdir itu. Bahwa Lia dan Alice harus berada di sisi yang berseberangan dan tak bisa menjadi kawan dalam hal ini. – sebagai seorang Garda dan Gerbang. Lia sempat emosi berat… karena kenapa dia baru tahu tentang rahasia ini, kenapa seolah Alice lebih siap dan selangkah lebih maju… untuk gadis berusia 16 tahun, tentunya ini bukan beban yang enteng…

Ternyata, bukan hanya Lia yang penasaran dengan apa yang terjadi, diam-diam Alice juga mencari tahu tentang takdir yang harus mereka berdua jalani. Meskipun apa yang Lia dan Alice inginkan bertolak belakang dengan yang seharusnya mereka jalani.

Lia berkenalan dengan Sonia, seorang cenayang dan Luisa, teman satu sekolahnya. Mereka berdua memiliki tanda yang mirip dengan yang Lia miliki. Dengan bimbingan Sonia, Lia mengembara ke Dunia Lain, untuk bertemu dengan arwah ayah dan ibunya, mencari kunci-kunci yang disebutkan di dalam buku rahasia itu.

Tujuannya adalah satu, jangan sampai iblis masuk ke dunia dan menguasai dunia, dan jangan sampai Alice yang lebih dulu mendapatkan kunci itu Karena Lia-lah yang nantinya akan menentukan, apakah Gerbang itu akan dibuka atau akan tetap tertutup.

Awalnya, banyak yang bikin gue bertanya-tanya, kenapa ibu mereka mengurung diri di dalam Kamar Gelap? Apa penyebab misterius kematian ayah mereka? Apa hubungan Sonia dan Luisa dalam masalah ini?

Di awal, beberapa ‘kenyataan’ rada menjebak. Seolah kita udah bisa tahu pasti posisi Lia dan Alice. Siapa yang jadi Garda, siapa yang jadi Gerbang… tapi ternyata.. masih ada rahasia lagi yang memutarbalikkan kenyataan yang ada. Tenang… jawaban pelan-pelan akan ditemukan… seiring dengan cerita. Baca buku ini, tegang campur penasaran.

Dan… arggghhhh…. bersambung ternyata…. Yah… dari awal sih gue udah curiga ini bakalan bersambung. Artinya gue harus bersabar sampai sambungannya terbit.

Wednesday, May 25, 2011

'Bersih-bersih' Lagi... :)

Hi..hi.. mau 'bersih-bersih' lemari buku lagi. Kalau ada yang berminat, silahkan email ke ferina.permatasari@hbtlaw.com. Mau barter, juga boleh koq :).
Ma kasih....

1. Sihir Cinta – Miranda (Rp. 20,000)
2. Moonlight Waltz – Fenny Wong (Rp. 20,000)
3. Beauty Case – Icha Rahmanti (Rp. 25,000)
4. Prety Prita – Andrei Aksana (Rp. 25,000)
5. The Ghost Writer (Penulis Hantu) – John Harwood (Rp. 25,000)
6. Merpati di Trafalgar Square – Weka Gunawan (Rp. 15,000)
7. Bright Angle Time – Martha McPhee (Rp. 25,000)
8. The Men’s Guide to the Women’s Bathroom – Jo Barrett (Rp. 30,000)
9. Tarothalia – Tria Barmawi (Rp. 20,000)
10. My Life as a Fake – Peter Carey (Rp. 25,000)
11. True History of the Kelly Gang – Peter Carey (Rp. 30,000)
12. Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek - Djenar Maesa Ayu (Rp. 20,000)
13. Maya – Jostein Gaarder (Rp. 30,000)
14. The Lovely Bones (Tulang-tulang yang Cantik) – Alice Sebold (Rp. 25,000)
15. Marriage Most Scandalous – Johanna Lindsey (Rp. 30,000)
16. Summer in Seoul – Ilana Tan (Rp. 15,000)
17. One for my Baby – Tony Parsons (Rp. 30,000)
18. Jodoh Monica – Albertheine Endah (Rp. 25,000)
19. Sang Guru Piano – Elfriede Jelinek (Rp. 25,000)
20. My Salwa My Palestine – Ibrahim Fawal (Rp. 30,000)
21. Novel Tanpa Nama - Duong Thu (Rp. 25,000)
22. The Heart is a Lonely Hunter – Carson McCullers (Rp. 25,000)
23. Cinta Andromeda – Tria Barmawi (Rp. 20,000)
24. The Missing Rose – Serdar Ozkan (Rp. 25,000)
25. Vienna Blood – Frank Tallis (Rp. 25,000)
26. A Death in Vienna – Frank Tallis (Rp. 25,000)
27. Heartblock – Okke ‘sepatumerah’ (Rp. 20,000)
28. Mendamba – Aditia Yudis (Rp. 20,000)
29. Koq Putusin Gue? – Ninit Yunita (Rp. 20,000)
30. When a Man Lost a Woman – Ita Sembiring (Rp. 20,000)
31. Night over Water – Ken Follett (Rp. 25,000)
32. Married with a Vampire – Joko D. Mukti (Rp. 15,000)
33. Lucia, Lucia – Adriana Trigiani (Rp.25,000)
34. Forgiven – Morra Quarto (Rp. 20,000)
35. Rindu – Sefryana Khairil (Rp. 20,000)
36. Coming Home – Sefyrana Khairil (Rp. 20,000)
37. Goloso Geloso – Tanti Susilawati (Rp. 20,000)
38. Ciao Italia! – Gama Harjono (Rp. 20,000) – non fiksi
39. Girl with the Pearl Earings (Gadis dengan Anting-Anting Mutiara) – Tracy Chevalier (Rp. 25,000)
40. How to be Good (Suami Sempurna) – Nick Hornby (Rp. 25,000)
41. The Highest Tide (Pasang Laut) – Jim Lynch (Rp. 25,000)
42. When the wind blows (Ketika Angin Bertiup) – James Patterson (Rp. 25,000)
43. Perfume: The Story of a Murderer – Patrick Suskind (Rp. 25,000)
44. Sphre (Bola Asing) – Michael Crichton (Rp. 25,000)
45. The Remains of the Day (Puing-Puing Kehidupan) – Kazuo Ishiguro (Rp. 25,000)
46. Annie’s Baby – Anonim (Rp. 25,000) – non fiksi
47. Go Ask Alice – Anonim (Rp. 25,000) – non fiksi
48. Di Bawah Bayang-Bayang Perang – Naguib Mahfoudz (Rp. 20,000)
49. Sarabande – Bre Redana (Rp. 20,000)
50. Seribu Burung Bangau – Yasunari Kawabata (Rp. 20,000)
51. Tiada Tempat di Surga Untuknya – Nawal el Saadawi (Rp. 20,000)
52. Surau Tercinta – Sutirman Eka Ardhana (Rp. 20,000)

The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society

The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society
Mary Ann Shaffer & Annie Barrows @ 2008
Allen & Unwin - 2008
240 pages

Awal gue membaca judulnya, gue rada ‘alergi’ karena ada kata-kata ‘Literary’-nya. Takutnya, bahasa terlalu ‘tinggi’ sampe gue gak ngerti isi ceritany. Tapi, dari hasil jalan-jalan ke beberapa blog, koq tampaknya menariknya? Beruntung ada yang mau barter dengan buku gue, jadi gue bisa membaca buku ini.

Alkisah, Juliet Ashton, seorang penulis yang terkenal dengan kolomnya ‘Izzy’. Dia ini lagi cari ide untuk buku terbarunya. Ketika itu masa-masa setelah perang dunia kedua. Apartemen Juliet sendiri hancur karena serangan bom.

Secara kebetulan, Juliet menerima surat dari Dawsey Adams, seorang pria yang tinggal di Guernsey Island. Pak Dawsey ini cerita kalau dia kebetulan membaca bukunya dulunya punya Juliet. Di buku itu ada alamat Juliet. Jadilah bersurat-suratan, cerita tentang buku-buku, sharing tentang kehidupan di Guernsey selama diduduki tentara Jerman pas Perang Dunia itu.

Dan akhirnya, gak hanya Dawsey yang surat-suratan sama Juliet. Tapi juga ada Eben, yang suka Shakespeare, Isola – yang suka bikin ‘ramuan’ sendiri, ada Amelia – yang paling tua di antara mereka. Semua jadi cerita ke Juliet. Dan dari sinilah, Juliet tau gimana kelompok baca ini bisa terbentuk dan apa hubungannya sama si Pie Kentang yang ikutan dimasukin jadi nama kelompok itu.

Lama-lama, Juliet jadi penasaran dengan Guernsey dan para sahabat barunya itu. Ide untuk buku barunya muncul dan Juliet pun akhirnya berkunjung ke Guernsey. Akhirnya, malah Juliet betah di Guernsey. Dia menemukan sahabat baru yang menyenangkan. Ada satu tokoh yang selalu disebut-sebut oleh teman-temannya di Guernsey, yang sayangnya, bernasib tragis di tangan tentara Jerman. Elizabeth McKenna - namanya, selalu jadi sahabat semua orang.

Buku ini ditulis dalam bentuk surat-menyurat antara Juliet, teman-teman di Guernsey, dengan editor-nya dan dengan sahabat Juliet di London. Mungkin di awal agak sedikit membingungkan, karena begitu banyak tokoh yang ‘bersliweran’ di surat-surat Juliet. Tapi, makin lama, gue jadi merasa ikut ‘bersahabat’ dengan mereka.

Thursday, May 19, 2011

Gelang Giok Naga

Gelang Giok Naga
Leny Helena
Qanita, Cet. 1 – November 2006
316 Hal.

A Sui dan A Lin, awalnya mereka sama sekali tidak kenal satu sama lain. Meskipun sama-sama berasal dari Cina, lalu hijrah ke Indonesia di jaman Belanda, nasib mereka berbeda. A Sui, meninggalkan Cina untuk menyusul suaminya yang mencoba peruntungan di Indonesia. Kala itu banyak orang Cina yang merantau dan membuka usaha di Indonesia (masih dengan nama Batavia). Awal kehidupan A Sui dan suaminya di Indonesia begitu makmur.

Berbeda dengan A Sui, datang ke Indonesia, A Lin dipekerjakan untuk mengurus ternak babi, bahkan ia harus tinggal satu kandang dengan hewan-hewan itu dan diperlakukan kurang baik. Sampai akhirnya, ia dijadikan nyai bagi seorang tuan Belanda. Tapi, setelah memilik anak, sang Tuan Belanda itu kembali ke negerinya sendiri, sambil membwa anak kembar mereka. Tinggalah A Lin sendiri. Ia pun menikah lagi dengan sesama orang Cina.

Nasib ternyata berubah, usaha suami A Sui bangkrut dan mereka hidup dalam kemiskinan. Sementara A Lin semakin kaya dengan ‘profesi’nya sebagai rentenir. A Lin jadi Nyonya Besar yang dihormati dan ditakuti. Kemiskinanlah yang mempertemukan mereka pada awalnya. Ketika A Sui terpaksa menggadaikan gelang giok naga pemberian ibunya. A Lin akhirnya menyimpan gelang itu karena A Sui tak sanggup untuk menebusnya. Sampai akhirnya, gelang giok naga itu kembali kepada pemilik yang sebenarnya.

Gelang giok naga itu sendiri sudah dimiliki ibu A Sui, warisan turun temurun yang hanya diberikan kepada anak perempuan. Pemilik awal gelang giok naga ini adalah seorang selir bernama Yang Kuei Fei, yang melarikan diri dari istana setelah sang Kaisar terbunuh. Takut dituduh melakukan pembunuhan, ia pun lari bersama seorang Kasim istana.

Lagi gue membaca cerita ‘turun-temurun’ sebuah keluarga keturunan Cina di Indonesia. Masih ‘bersinggungan’ dengan sejarah, terutama ketika terjadinya peristiwa di tahun 1998. Swanlin berulang kali harus menerima perkataan yang menyakitkan sebagai akibat ia seorang Cina.

Sayang, ada halaman yang hilang – dari halaman 273 – 288 – hiks…

Wednesday, May 18, 2011

Untuk Indonesia yang Kuat: 100 Langkah untuk Tidak Miskin)

Untuk Indonesia yang Kuat: 100 Langkah untuk Tidak Miskin)
Ligwina Hananto @ 2010
Literati – Cet. III, Maret 2011
240 Hal

Apakah anda termasuk orang yang punya gaji tapi selalu habis gak tau ke mana? Mampu beli buku, makan di resto, weekend ke mall, nonton di 21, berlibur – tapi gak punya tabungan? Selamat… berarti anda termasuk yang ‘wajib baca buku ini’. Golongan seperti ini – termasuk gue – yang disebut mbak Ligwina dengan Golongan Menengah.

Nah, di buku ini, beliau mengajak kita untuk ‘berpikir’, berhitung dan lebih aktif dalam mengatur keuangan pribadi kita. Mencoba untuk menjadikan Golongan Menengah jadi ‘barisan’ yang kuat. Karena Golongan Menengah inilah yang nantinya akan membentuk Indonesia di masa depan.

Mungkin bakalan ‘stress’ dan pusing melihat angka-angka yang dipaparkan di sini. Bisa membuat kita ternganga, dan langsung berhitung, berapa banyak yang harus kita tabung dengan kata lain juga, berapa banyak kita harus ‘mengorbankan’ gaya hidup kita sekarang – tapi hasilnya nanti adalah untuk membuat hidup kita di masa depan lebih baik. Misalnya dengan memikirkan yang namanya dana pendidikan anak, dana pensiun. Hitungan dan ilustrasinya sederhana, jauh dari teori-teori ekonomi yang njelimet. Membuat kita yang tadinya pusing jadi lebih tenang.

Nah, salah satu bagian dari buku ini bertema ‘Menabung Saja Tidak Cukup’. Di sini dijelaskan berbagai bentuk investasi, seperti property, reksadana, logam mulia. O ya… satu lagi yang gue dapet, jangan ‘terjebak’ dengan asuransi. Gue ketawa pas baca tentang ‘Sendal Jepit Pendidikan’.

Di bagian akhir (dan ada kartunya juga), ada sebuah list yang berisi ‘100 Langkah Untuk Tidak Miskin’. Awalnya sederhana, misalnya ‘Punya penghasilan’, ‘pergi ke ATM 1 kali seminggu’, ‘mengerti cara memakai kartu kredit’, sampai yang bikin gue merasa ‘woooow.. masih jauh banget.’, misalnya ‘Punya dana darurat’ ‘sekian’ kali penghasilan’, ‘punya property pertama’, punya bisnis pertama.’ Hadoooohhh.. . makin ke belakang, lhooo.. check list-nya makin panjang dan kalo diliat sekarang, rasanya gak mungkinnnnn…!!!

Tapi, beneran deh, setelah membaca buku ini, gue langsung berpikir, ambil kertas, alat tulis, dan mulai mengurai pengeluaran gue sebulan…. Berhitung… berhitung… dan… pusinggg… astaga… harus segera dimulai kalau gue gak mau kalang kabut di hari tua gue.

Gue sih berharap semoga buku ini gak hanya jadi pajangan di lemari buku gue. Gue akan seneng buku ini lecek, yang artinya gue bakal terus membolak-balik buku ini biar gue makin pinter.

In A Strange Room: Perjalanan Tiga Benua

In A Strange Room: Perjalanan Tiga Benua
Damon Galgut @ 2010
Yuliany C & Shandy T (Terj.)
Elexmedia Komputindo – 2010
265 Hal.

Buku ini sangat muram. Kesan itu yang gue tangkap sejak halaman pertama. Buku yang sempat membuat gue penasaran setengah mati karena membaca di blog ini. Untungnya mbak Riana berbaik hati meminjamkan buku ini ke gue.

Terdiri dari tiga bagian, di mana si tokoh utama, bernama Damon, asal Afrika Selatan, berkelana keliling dunia. Di bagian pertama, ia bertemu dengan seorang pemuda asal Jerman, bagian kedua, bertemu dengan sekelompok backpacker dan yang ketiga, ia harus menjaga seorang sahabat wanitanya ke India.

Dari ketiga perjalanan itu, tak satu pun yang menggambarkan perjalanan yang menyenangkan, malah gue menangkap, si Damon ini orang yang pemurung, penyendiri. Ini juga tertangkap dari penuturannya tentang ‘rumah’. Ia pulang ke Afrika Selatan, tapi tak merasakan bahwa inilah kampung halamannya, rumahnya.

Berada di sekitar teman perjalanannya pun, tak membuat ia merasa nyaman. Ia selalu merasa ada di luar kelompok itu. Tapi, setiap diajak ikut serta, Damon nyaris selalu ‘hayo’ aja. Meskipun awalnya, ragu-ragu, menolak, end up-nya, ia akan kembali berada dalam kelompok itu.

Bagian yang memberi ‘sedikit’ kesan buat gue, mungkin bagian ketiga. Mungkin di sini, gue mulai lebih sabar membacanya. Ya, jujur sih, dengan karakter orang yang ‘depresi’, membuat gue jadi gak sabar. Di bagian ketiga, ia harus bertahan sebagai pelindung teman wanitanya yang punya kecenderungan ingin bunuh diri. Bersusah payah ia mencari berbagai cara, agar Anna, teman wanitanya itu, tetap berpikir positif, dan makin susah karena Anna tidak mau diajak kompromi atau bekerja sama.

Buku ini mengingatkan gue sama The Alchemist – Paulo Coelho. Mencoba mencari filosofi di dalam berbagai kejadian yang ada. Mungkin sih, kalo gue mau lebih mendalami buku ini, bakal banyak pengalaman hidup yang bisa gue dapet – yang katanya merubah hidup si penulis. Tapi.. ya, bener kata mbak Riana, ini bukan buku ‘gue’ banget. Gelap, penuh tekanan, bikin ikutan jadi depresi…

Bonsai: Hikayat Satu Keluarga Cina Benteng

Bonsai: Hikayat Satu Keluarga Cina Benteng
Pralampita Lembahmata
GPU – Maret 2011
520 hal.

Sebuah pohon kate alias bonsai menjadi saksi bisu perjalanan sebuah keluarga. Berawal dari sebuah kunjungan ke rumah seorang teman, Boenarman, warga Indonesia keturunan Tionghoa, tertarik dengan sebuah pohon yang dibuat jadi kecil, tapi ternyata memiliki sebuah pemahaman, filosofi yang sangat dalam. Dari situlah, ia bercita-cita, memiliki satu bonsai yang akan menjadi sebuah prasasti, pusaka, warisan bagi keluarganya kelak.

Boenarman yang menjadi pengusaha ternak babi merawat bonsai itu dengan penuh perhatian. Dibesarkan di jaman serba susah oleh ibunya, Boenarman tumbuh jadi orang yang sukses, sederhana dan bijak. Di kala itu, tahun 1900an, penggemar bonsai masih langka. Orang yang tak paham dengan apa yang jadi tujuan Boenarman, mungkin akan melihat ia berlebihan. Boenarman memperlakukan bonsai bagai ‘anggota keluarga’. Manakala hatinya galau, ia duduk di depan bonsai, merenung, seolah bercakap-cakap dengan bonsai dan hatinya pun jadi lebih tentram.

Ketika tentara Jepang datang ke Indonesia dan merampas semua harta benda rakyat, bonsai ini disimpan di antara pohon-pohon lain sehingga tidak seperti tanaman yang berharga. Pengentahuan tentang bonsai pula yang jadi penyelamat nyawa Boenadi, anaknya.

Bonsai ini tetap hidup, melintas berbagai jaman, menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah – tak hanya sejarah keluarga itu sendiri, tapi juga sejarah bangsa Indonesia. Tak hanya saat-saat bahagia, tapi juga ketika satu keluarga ini dirundung masalah, bonsai ini tampak menjadi penenang dan pelindung bagi keluarga besar Boenarman. Seperti yang diharapkan oleh Boenarman, bonsai ini dimiliki secara turun-temurun di dalam keluarganya. Mencari penerus untuk memelihara bonsai ini, juga bukan perkara mudah. Harus ada kemauan dan minat yang tumbuh secara alamiah, tak boleh ada rasa terpaksa dalam diri sipewaris.

Cara bertutur para tokoh juga bergulir seiring dengan jaman yang berubah. Misalnya cara bicara Boenarman dengan sahabat-sahabatnya lebih ‘berbunga-bunga’ atau lebih banyak kata-kata yang halus dibanding ketika Boenadi bertutur, berubah lagi ketika Meily, anak Boenadi berbicara. Gak berasa kalau ternyata jamannya udah berubah. Surat-suratan Boenarman juga ditulis dengan bahasa Indonesia berejaan lama.

Cerita bonsai berlatar belakang keluarga keturunan Tionghoa, yang sudah turun-temurun ada di Indonsia,
sehingga sudah berbaur dengan bangsa pribumi. Pembaca diajak menelusuri sejarah Indonesia, sejak masih ada yang namanya Festival Perahu Naga di Tangerang, hingga kerusuhan Mei 1998. Dari jaman ketika para warga keturunan dan pribumi bersatu, hidup damai tanpa ada prasangka dan curiga, hingga akhirnya warga keturunan Cina dicaci-maki, difitnah, dan akhirnya terjadi berbagai peristiwa yang berujung pada perbedaan yang semakin meruncing.

Monday, May 09, 2011

Ape House

Ape House
Sara Gruen @ 2010
Two Roads
367 pages

Di saat orang sedang santai di rumah, menikmati tahun baru bersama keluarga, Isabelle Duncan nyaris tewas karena ledakan bom di laboratorium tempatnya bekerja. Sebuah organisasi pencinta binatang menyatakan bertanggung jawab atas kejadian itu. Isabel adalah seorang ilmuwan yang mengabdikan dirinya di dalam dunia ‘bonobo’ atau ‘ape’ – jenis kera yang mungkin lebih mirip simpanse atau orang utan (please, correct me if I’m wrong… ). Isabel belajar bagaimana bonobo berinteraksi, berkomunikasi, sampai akhirnya ia mengerti ‘bahasa’ mereka. Isabel juga mengatur menu diet mereka dan mengajarkan berbahasa yang baik.

Ada orang-orang yang mengaku pencinta binatang yang salah mengartikan semua penelitian yang dilakukan Isabel dan teman-temannya. Mereka berpikiran apa yang dilakukan Isabel adalah sebuah bentuk eksploitasi terhadap hewan.

Mengalami luka parah, hingga harus dioperasi plastik dan harus dirawat lama di rumah sakit, Isabel terkejut ketika mengetahui apa yang terjadi dengan keenam bonobo asuhannya. Mereka dibawa ke sebuah rumah, dikumpulkan di dalam satu ruangan yang dipasang kamera di berbagai sudut – dan semua kegiatan mereka disiarkan secara live. Ken Faulks, salah satu pemilik berbagai acara reality show, berharap acara ini akan menarik banyak pemirsa, meskipun dengan cara yang ditentang banyak orang.

John Thigpen, berusaha menyelamatkan karirnya di dunia jurnalistik. Meskipun ia terpaksa mengambil tawaran bekerja di sebuah tabloid, ia bertekad untuk membongkar kebusukan di balik reality show ‘Ape House’ itu.

Sekali lagi, Sara Gruen mengambil tema tentang hewan, khususya tentang eksploitasi hewan. Yang suka sama Water for Elephants, gak akan menyesal untuk baca buku ini. Reality show itu gak ‘se-real’ yang ditonton di tv, too much dramas, too much conflicts.

Gue jadi inget jaman dulu pernah nonton di tv (masih ada tvri aja), film tentang simpanse yang pinter main band, didandanin dengan pakaian layaknya manusia, dan gue seneng banget dulu nonton ini. Dan gue juga jadi inget dengan pertunjukan topeng monyet. Kalo dulu, si topeng monyet ini ‘beneran’ untuk menghibur, tapi sekarang malah dipakai untuk mengemis.

Tuesday, May 03, 2011

Scones and Sensibility

Scones and Sensibility
Lindsay Eland @ 2010
Penerbit Atria - Maret 2011
302 Hal.

Polly Madassa, baru berusia 12 tahun, tapi ia merasa paling ‘ahli’ dalam urusan percintaan bahkan perjodohan. Kegemarannya membaca buku-buku klasik, dan hal ini begitu ‘merasuk’ ke jiwanya, sampai-sampai ia terhanyut dan terbawa dalam kehidupan nyata. Polly selalu berkhayal tentang tokoh-tokoh dalam novel Anne of Green Gables, Pride and Prejudice. Polly dengan baju berenda-renda dan topinya, menulis dengan pena khusus kaligrafi, punya jam saku dan kalau bicara begitu berbunga-bunga, layaknya dalam novel-novel itu.

Begitu menjiwai isi cerita klasik yang ia baca, Polly merasa bahwa orang-orang di sekitarnya memerlukan ‘sebuah rajutan cinta yang baru’. Polly bertekad memutuskan hubungan Clementine, kakaknya, dengan Clint, karena Polly melihat Clint sangat menyebalkan dan tidak cocok untuk kakaknya. Mulailah proyek ‘Cinta Dirajut’ pertama, mencari ‘peminang’ yang tepat untuk kakaknya.

Proyek kedua, adalah mencarikan istri untuk Mr. Fisk, yang tak lain adalah ayah sahabatnya Fran. Proyek ketiga, menjodohkan Miss Wiskerton dengan Mr. Nightquist, si pemilik toko layang-layang.

Berbagai usaha dilakukannya. Mulai dari mengirim roti ke Miss Wiskerton yang mengatasnamakan Mr. Nightquist, mencari pasangan di tempat-tempat yang ia datangi (kebetulan di liburan musim panas kali ini, Polly mendapat tugas mengantar roti – maklum anak pemilik toko roti), memberi bunga pada wanita tak dikenal di coffee shop karena ia rasa cocok dengan Mr. Fisk, dan memaksa Edward alias Eddie untuk menjadi ‘knight in shining armor’ untuk menyelamatkan Clementine.

Tapi, tak semua berjalan mulus. Malah kekacauan demi kekacauan terjadi. Banyak kesalahpahaman, sampai-sampai, Polly tak melihat sosok ‘peminang sejati’ untuk dirinya sendiri.

Membaca ini, gue jadi melihat sosok Anne Shirley dalam versi yang lebih modern dan lebih konyol, lebih lebay. Tapi, salut buat Polly yang gemar baca buku klasik dan sampai berulang-ulang. Gue aja baru berhasil baca Jane Eyre tahun lalu, dan gak berniat untuk mengulangnya. Mungkin gue kurang menjiwai ceritanya seperti Polly.

Gue jadi ngebayangin asyiknya lokasi tempat Polly tinggal. Setiap pagi nyium aroma roti yang baru matang (hmmm.. minus acara gosong-gosongannya Clementine), jalan-jalan di tepi pantai sambil naik sepeda… hehehe.. gue jadi ikutan berkhayal kaya’ Polly, deh…

Monday, May 02, 2011

Coming Home

Coming Home
Sefryana Khairil
Gagas Media
328 hlm

Rayhan datang ke Yogyakarta bersama anak semata wayangnya, Kirana, mencoba memulai hidup barunya berdua. Tak punya pekerjaan, sementara ada anak yang harus ia beri makan. Kehidupannya kacau sejak berbagai cobaan datang bertubi-tubi.

Amira, datang ke Yogyakarta, 5 tahun yang lalu, mencoba menyembuhkan rasa sakit setelah ia bercerai dengan suaminya. 3 tahun pernikahan, ternyata sia-sia ketika suaminya berselingkuh dan meninggalkannya karena perempuan itu hamil.

Tak disangka, di Yogyakarta Amira dan Rayhan bertemu kembali. Rayhan menyekolahkan Kirana di tempat Amira mengajar. Meskipun Amira berusaha bersikap dingin setiap bertemu Rayhan, ia tak kuasa menahan perasaan untuk tidak menyayangi Kirana, anak Rayha dengan perempuan selingkuhannya.

Tapi hampir setiap hari bertemu Rayhan yang menjemput Kirana, mau tidak mau membuka lagi memori yang ingin dilupakan Amira. Begitu juga dengan Rayhan, yang diam-diam menyadari kebodohon dan ingin memperbaiki hubungannya dengan Amira. Namun, tak mudah untuk mendapatkan hati Amira lagi. Rasa sakit masih terlalu besar untuk dihilangkan dengan kata ma’af.

Buku kedua Sefryana Khairil yang gue baca, masih berkisar dengan yang disebut ‘domestic genre’, drama rumah tangga yang mengharu biru. Penuh dengan kegalauan dari dua tokoh utama, dua-duanya sama-sama berharap dan takut untuk memulai. Inti cerita ini adalah mema’afkan, mampukan Amira yang ditinggalkan memaafkan Rayhan dan menerima Rayhan kembali?
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang