The
Invention of Hugo Cabret
Brian Selznick @ 2007
Marcalais Fransisca
(Terj.)
Penerbit Mizan – Cet. I,
Januari 2012
543 hal.
(Hadiah giveaway dari
Ren’s Little Corner)
Hugo Cabret, anak lelaki
yang misterius. Dia tampak selalu mengendap-endap, mengintip di loteng. Setelah
ayahnya meninggal, Hugo tinggal bersama pamannya, yang merupakan seorang
pengatur jam di stasiun. Pamannya ini selalu pergi, dan tugas mengatur jam
diserahkan pada Hugo. Hugo tinggal di balik dinding stasiun kereta api yang
gelap.
Ada rahasia
yang disimpan oleh Hugo. Sebuah buku catatan selalu terselip di sakunya. Di
dalam buku itu ada gambar-gambar, seperti rangkaian mesin-mesin. Ini adalah
peninggalan ayahnya, yang seorang tukang jam. Sejak kecil, Hugo suka
memerhatikan saat ayahnya bekerja. Sampai ia pun bisa memperbaiki berbagai
benda mekanik yang rusak. Bahkan ia dan ayahnya mempunyai proyek besar – yaitu
memperbaiki sebuah automan. Sayangnya, ayah Hugo meninggal dalam sebuah
kebakaran.
Automan itu seperti
manusia robot, di dalam tubuhnya terdapat rangkaian mesin-mesin yang rumit.
Automan ini seperti hendak menulis, dan Hugo sangat penasaran, pesan apa yang
akan ditulis oleh automan ini. Maka Hugo pun bertekad untuk membuat automan ini
kembali berfungsi. Meski ia harus mencuri untuk mendapatkan alat-alat guna
mewujudkan impiannya, dan mencari kunci yang pas untuk memutar automan ini.
Tapi, suatu hari, Hugo
tertangkap basah ketika hendak mencuri di toko mainan. Dan, betapa terkejutnya
si pemilik toko itu melihat gambar-gambar dalam buku catatan Hugo itu.
Hugo sebenarnya anak yang
baik, hanya saja nasib yang membuat ia harus melakukan tindakan yang tak
terpuji. Meskipun tanpa buku catatan – yang sudah diambil pak tua penjaga toko
mainan itu – Hugo tetap berusaha memperbaiki automan itu berdasarkan
ingatannya.
Makin ke belakang,
misteri automan ini malah menyingkap kehidupan pemilik toko mainan itu. Sosok
yang galak, digantikan menjadi sosok yang rapuh. Sementara Hugo, sama sekali
gak pernah tersenyum sepanjang cerita. Yah, kecuali endingnya sih. Hidupnya
seolah penuh ketakutan, takut kalau automan itu akan hancur sementara ia belum
tau misteri di dalamnya atau takut tertangkap dan dipenjara. Isabel jadi sosok
yang mencerahkan. Lalu, ada Etienne, meskipun singkat, justru jadi penyelamat.
via thebioscope.net |
via IMDb |
Membaca buku ini, seperti
yang sudah diperingatkan di awal cerita, seperti menonton sebuah film. Dibuka
dengan gambar matahari terbit, lalu pelan-pelan semakin luas terlihat
pemandangan kota Paris
tahun 1930an. Gue bayangkan awalnya hanya terdengar musik yang lembut, lalu
semakin jelas kota
Paris-nya, terdengar musik-musik yang lebih ceria, lalu pelan-pelan musik
menghilang, digantikan dengan riuh-rendah suara orang di stasiun kereta api.
Apa yang ada di layar semakin terfokus pada sosok seorang anak laki-laki yang
tampak ketakutan, lalu yang terdengar hanyalah suara kaki si anak kecil berlari
di lorong yang sepi.
Gue ‘terpukau’ dengan
ilustrasi di dalam buku ini. Goresan pensil hitam-putih bikin cerita semakin
misterius. Yah, karena gak bisa gambar, gue selalu terkagum-kagum dengan sebuah
cerita yang penuh ilustrasi, meskipun hanya hitam putih begini.
Dan, gue juga
mengkategorikan buku ini ke dalam historical-fiction, karena salah satu tokoh
di buku ini – George Méliés, adalah pembuat film dan juga ilusionis yang
terkenal di masanya. Cerita A Trip to the Moon – yang jadi film favorit Hugo,
adalah salah satu karyanya yang terkenal.
Gue jadi benar-benar
serasa lagi nonton film. Adakalanya gue seolah menahan napas, saat adegan yang
menegangkan dan juga lega kala semuanya berakhir baik-baik saja. Gue
‘beruntung’ karena membaca bukunya dulu, dan belum nonton film-nya. Jadi gue
lebih bebas ‘berimajinasi’ dan belum ‘terkontaminasi’ film-nya.
Gue gak ragu-ragu untuk
memberikan 5 bintang dan bulan untuk Hugo.