Monday, July 29, 2013

Roma: Con Amore




Roma: Con Amore
Robin Wijaya
Gagas Media, Cet. I – 2013
374 Hal.
(hadiah #unforgotTEN)

Singkat kata:
Leonardo Halim, seorang pelukis muda berbakat yang sangat mengagumi Michelangelo. Karya-karyanya banyak terinspirasi oleh beliau. Maka kesempatan untuk mengadakan pameran seni di Roma pun tidak ia sia-siakan. Ada satu lukisan, berjudul The Lady, yang selalu ia bawa kemana pun ia mengadakan pameran, dan tak pernah dijual. Lukisan itu bergambar seorang perempuan dengan latar belakang Gereja Saint Agnes, Piazza Navona. Lukisan ini mempunyai nilai sentimental bagi Leo.

Felice Patricia, sekretaris di KBRI Roma, bertemu Leo karena insiden lukisan yang salal alamat. Pertemuan pertama meski sempat memberi kesan tak menyenangkan, justru malah membuat mereka terbayang satu sama lain.

Pertemuan kedua terjadi secara tidak sengaja di Bali, hingga akhirnya mereka pun banyak menghabiskan waktu bersama, entah itu di Bali atau pun ketika kembali ke Roma.

And the story continues …

===

Okeh… marilah kita gak usah bicara tentang tema, karena toh, udah bisa mengira-ngira kan, cerita ini mau dibawa ke mana. Kisah cinta yang diawali dengan rasa sedikit kesal, dan berakhir dengan manis. Buku pertama dari Robin Wijaya yang gue baca dan gue cukup menikmati cara beliau menyampaikan cerita di sini. Informasi tentang tempat-tempat bersejarah di Roma disampaikan dengan porsi yang pas, gak berpanjang-panjang hingga kaya’ buku sejarah.

Yang membuat gue terkesan tentu saja perjalanan Leo dan Felice mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Roma. Lewat kebersamaan ini, hubungan Leo dan Felice semakin dekat, konflik mulai terbuka, gak hanya sekedar bercerita tentang latar belakang dari bangunan bersejarah itu, tapi mulai menguak pribadi masing-masing. Meski begitu, konflik yang ada di buku ini terbilang ‘mulus’. Gak ada tokoh antagonis, semuanya manis-manis (eh, berima).

Piazaza Navona
  
Trevi Fountain via wikipedia
 
Lukisan Michelangelo di Sistine Chapel via wikipedia
Perkenalan terhadap kedua tokoh, diceritakan secara perlahan. Pembaca – atau yah, dalam hal ini gue – diajak sedikit penasaran dengan konflik di dalam keluarga Felice, yang membuat dia ‘melarikan’ diri ke Roma, atau Leo, yang lebih diceritakan dekat dengan kakeknya, tapi entah mungkin karena gak penting, gak ada penjelasan tentang orang tuanya. Latar belakang tentang lukisan “The Lady’ juga baru diberi tahu menjelang bagian akhir cerita ini.

Tokoh yang ‘mencuri perhatian’ adalah Marla, kekasih Leo. Marla ini, meskipun gak tampil banyak dalam buku ini, tapi justru jadi tokoh penting bagi kelangsungan hubungan Leo dan Felice. Buat gue, Marla adalah sosok perempuan yang tenang, tegar dan sangat berbesar hati.

Overall, gue sih cukup puas dengan penggambaran Roma di sini -  meskipun sempet kesel, kenapa harus pake melenceng ke Bali segala. Tapi, yah sudahlah, itu melengkapi cerita di dalam buku ini. Ow, ditambah lagi, kuliner-kuliner khas Italia yang rajin bersliweran di buku ini.


Nilai plus dari cover buku ini adalah gambar daun seperti yang suka dipakai Julis Caesar, tapi tetap masih bikin gue gak sreg adalah cover-nya. Sampai saat ini, gue masih beranggapan bahwa Gagas Media selalu menampilkan cover yang bagus, yang bikin orang tertarik dan pengen membaca buku itu, tapi kenapa nih, untuk seri Setiap Tempat Punya Cerita ini, cover-nya koq ‘biasa’ banget’. Kenapa gak pakai ilustrasi yang dijadikan gambar untuk postcard? Warna yang dipakai juga ‘suram’ menurut gue, bukan warna-warna lembut yang biasanya mendominasi cover buku-buku Gagas Media.

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang