Roma: Con Amore
Robin Wijaya
Gagas Media, Cet. I – 2013
374 Hal.
(hadiah #unforgotTEN)
Singkat kata:
Leonardo Halim, seorang pelukis muda berbakat
yang sangat mengagumi Michelangelo. Karya-karyanya banyak terinspirasi oleh
beliau. Maka kesempatan untuk mengadakan pameran seni di Roma pun tidak ia sia-siakan.
Ada satu
lukisan, berjudul The Lady, yang selalu ia bawa kemana pun ia mengadakan
pameran, dan tak pernah dijual. Lukisan itu bergambar seorang perempuan dengan
latar belakang Gereja Saint Agnes, Piazza Navona. Lukisan ini mempunyai nilai
sentimental bagi Leo.
Felice Patricia, sekretaris di KBRI Roma, bertemu
Leo karena insiden lukisan yang salal alamat. Pertemuan pertama meski sempat
memberi kesan tak menyenangkan, justru malah membuat mereka terbayang satu sama
lain.
Pertemuan kedua terjadi secara tidak sengaja di
Bali, hingga akhirnya mereka pun banyak menghabiskan waktu bersama, entah itu
di Bali atau pun ketika kembali ke Roma.
And the story continues …
===
Okeh… marilah kita gak usah bicara tentang tema,
karena toh, udah bisa mengira-ngira kan,
cerita ini mau dibawa ke mana. Kisah cinta yang diawali dengan rasa sedikit
kesal, dan berakhir dengan manis. Buku pertama dari Robin Wijaya yang gue baca
dan gue cukup menikmati cara beliau menyampaikan cerita di sini. Informasi
tentang tempat-tempat bersejarah di Roma disampaikan dengan porsi yang pas, gak
berpanjang-panjang hingga kaya’ buku sejarah.
Yang membuat gue terkesan tentu saja perjalanan
Leo dan Felice mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Roma. Lewat kebersamaan
ini, hubungan Leo dan Felice semakin dekat, konflik mulai terbuka, gak hanya
sekedar bercerita tentang latar belakang dari bangunan bersejarah itu, tapi
mulai menguak pribadi masing-masing. Meski begitu, konflik yang ada di buku ini
terbilang ‘mulus’. Gak ada tokoh antagonis, semuanya manis-manis (eh, berima).
Piazaza Navona
|
Trevi Fountain via wikipedia |
Lukisan Michelangelo di Sistine Chapel via wikipedia |
Perkenalan terhadap kedua tokoh, diceritakan
secara perlahan. Pembaca – atau yah, dalam hal ini gue – diajak sedikit
penasaran dengan konflik di dalam keluarga Felice, yang membuat dia ‘melarikan’
diri ke Roma, atau Leo, yang lebih diceritakan dekat dengan kakeknya, tapi
entah mungkin karena gak penting, gak ada penjelasan tentang orang tuanya.
Latar belakang tentang lukisan “The Lady’ juga baru diberi tahu menjelang
bagian akhir cerita ini.
Tokoh yang ‘mencuri perhatian’ adalah Marla, kekasih
Leo. Marla ini, meskipun gak tampil banyak dalam buku ini, tapi justru jadi
tokoh penting bagi kelangsungan hubungan Leo dan Felice. Buat gue, Marla adalah
sosok perempuan yang tenang, tegar dan sangat berbesar hati.
Overall, gue sih cukup puas dengan penggambaran
Roma di sini - meskipun sempet kesel,
kenapa harus pake melenceng ke Bali segala.
Tapi, yah sudahlah, itu melengkapi cerita di dalam buku ini. Ow, ditambah lagi,
kuliner-kuliner khas Italia yang rajin bersliweran di buku ini.
Nilai plus dari cover buku ini adalah gambar daun seperti yang suka dipakai Julis Caesar, tapi tetap masih bikin gue gak sreg adalah cover-nya.
Sampai saat ini, gue masih beranggapan bahwa Gagas Media selalu menampilkan
cover yang bagus, yang bikin orang tertarik dan pengen membaca buku itu, tapi
kenapa nih, untuk seri Setiap Tempat Punya Cerita ini, cover-nya koq ‘biasa’
banget’. Kenapa gak pakai ilustrasi yang dijadikan gambar untuk postcard? Warna
yang dipakai juga ‘suram’ menurut gue, bukan warna-warna lembut yang biasanya
mendominasi cover buku-buku Gagas Media.
0 comments:
Post a Comment