Kembali ke St. Clare (The O’Sullivan Twins)
Enid Blyton @ 1942
Agus Setiadi (Terj.)
GPU – 1982
252 hal
(via toko buku bekas di Plasa Semanggi)
Si kembar – Pat dan Isabel O’Sullivan semangat
banget untuk balik ke St. Clare, berbeda dengan kali pertama mereka masih jadi
murid baru. Tahun ini mereka berdua belum naik ke kelas dua. Kenaikan kelas di St. Clare ditentukan oleh prestasi belajar mereka.
Seperti biasa, tahun baru, tentunya ada
murid-murid baru juga. Ada
Alison O’Sullivan – saudara sepupu mereka yang gemar banget bersolek, Margery,
si gadis bertubuh besar yang berwajah muram dan Lucy, anak seorang pelukis yang
dengan segera disukai oleh para murid.
Seperti biasa, di setiap tahun ada keisengan yang
diperbuat oleh gadis-gadis remaja ini, ada pesta tengah malam lagi dan ada
sedikit ‘kerusuhan’.
Seorang gadis yang iri hati bernama Erica,
berniat melakukan balas dendam terhadap Pat karena Pat sudah melontarkan
kata-kata yang menyakitkan. Ia merusak rajutan dan buku biologi Pat yang sangat
dibanggakannya. Tuduhan ditimpakan terhadap Margery, yang kebetulan juga
bermusuhan dengan Pat.
Dibalik keceriaan para gadis remaja itu, ada
sebuah kisah mengharukan yang akan membersihkan nama Margery.
Di buku ini, gue mulai menemukan sesuatu yang
bikin gue kurang ‘sreg’, misalnya Pat dan teman-temannya yang menegur dan
melontarkan kata-kata kasar pada Erica di depan orang banyak, kata-kata
‘Goblok’, ‘tolol’, lumayan banyak bertebaran di buku ini.
Kalau di buku pertama gue merasa, kaya’ begini
nih kisah remaja dan sekolahnya yang seharusnya, eh di buku kedua justru gue
menemukan hal yang bikin gue jadi rada ‘kecewa’.
Tapi… mungkin jadi lebih ‘manusiawi’, karena gak
hanya sisi positif yang ditampilkan, tapi juga sisi negatifnya. Meskipun mereka
gampang marah, jengkel, mereka juga mudah mema’afkan kesalahan yang diperbuat
temannya dan gak segan-segan membantu.
Di St. Clare ini juga ditekankan pentingnya bagi
para siswa untuk bisa menguasai pekerjaan rumah tangga, misalnya saja menjahit
sendiri pakaian yang bolong atau robek, membereskan tempat tidur, memasak air
dan lain-lain. Ini pernah disebutkan oleh ibu kepala sekolah, Ms. Theobald.
Berbeda dengan gambaran Georgina di seri Lima
Sekawan yang gerah banget dengan statusnya sebagai perempuan, di buku ini,
justru para gadis-gadis dituntut untuk menyadari perannya sebagai perempuan.
Posting ini disubmit untuk
posting bareng Blogger Buku Indonesia
bulan Juli dengan tema buku anak-anak.
*Ma'af telat sehari :)
0 comments:
Post a Comment