Thursday, April 04, 2013

Finding Srimulat




Finding Srimulat
Hilman Hariwijaya
GPU -  Maret 2013
232 hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)

Adi tengah galau berat karena proyek besar yang bisa membuat mimpinya jadi kenyataan tiba-tiba saja berantakan. Ide yang ia miliki dicuri oleh rekannya sendiri, Jo Halim dan dijual ke event organizer lain. Proyek yang akan menyerap dana besar ini pun membuat perusahaan EO tempat Adi bekerja mengalami kebangkrutan. Kecewa pastinya, dan juga bingung. Adi membutuhkan dana untuk biaya persalinan istrinya, Astrid. Dan juga jika proyek ini berhasil, maka Adi bisa membuktikan pada mertuanya bahwa ia bisa membahagiakan Astrid dan ia tidak main-main.       

Lagi merenung bingung, mobil Adi mogok dan didorong hingga berhenti depan sebuah restoran soto milik Kadir. Adi pun kembali ke masa kecilnya, di saat ia gemar nonton lawakan Srimulat di televisi. Dasar orang kreatif ya, begitu ketemu Kadir, ide-ide pun berloncatan di kepalanya. Ia pun berniat mengumpulkan para anggota Srimulat untuk kembali naik panggung. Ide ini disambut dengan antusias oleh Kadir. Mereka pun kemudian menemui Mamiek, Gogon dan Tessy bahkan sampai ke Solo untuk bertemu dengan Ibu Djujuk, sang primadona Srimulat, dan juga Eko dan Tarsan

Tapi, tak semua anggota Srimulat ini optimis dengan ide Adi. Sebagian menganggap ini hanyalah khayalan anak muda yang terlalu tinggi, belum lagi masalah biaya yang pastinya besar untuk mewujudkan mimpi itu.

‘Srimulat kalo udah main, nggak ada kata ‘kalo berhasil’, yang ada MESTI BERHASIL!’ (hal. 147 – 148)

Kalimat itu yang menjadi pemompa semangat Adi, dan juga anggota Srimulat lainnya untuk tetap optimis dan mau mencoba apa yang diusulkan oleh Adi.

Saat membeli buku ini, hanya untuk menemani weekend dengan bacaan yang ringan, berharap ada humor yang segar yang kali-kali bisa bikin gue ngikik-ngikik. Soalnya jarang-jarang gue suka sama yang namanya buku humor, yang malah kadang-kadang malah jadi lebay dan garing.

Di bab-bab pertama, ‘kecurigaan’ gue terbukti. Gue sempet sebal dengan gaya humor yang lebay, yang buntutnya malah jadi sok lucu. Tapi, pas gue lanjut baca, celetukan-celetukan, lelucon di antara para anggota Srimulat membuat buku ini jadi lebih segar. Gaya mereka yang khas – seperti Kadir denga logat Madura-nya, Kabul atau yang lebih dikenal sebagai Tessy yang aslinya macho, tapi kalau di panggung selalu jadi wanita, Ibu Djujuk yang kenes tapi bijaksana, Tarsan si Bapak yang galak. Gue rasa buku ini (plus film-nya) bisa mengobati kerinduan akan lawakan Srimulat yang segar, bukan kaya’ lawakan sekarang ini yang lebih banyak cela-celaan atau dorong-dorongan. Bahkan jadi terharu ketika mengingat beberapa anggota Srimulat yang sudah wafat.

Mereka juga mencoba realistis, bahwa ada di antara mereka yang sekarang punya program kejar tayang seperti Nunung – atau Tessy yang dilarang tampil karena selalu menampilkan sosok sebagai wanita atau ‘bencong’ (padahal ada yang jelas-jelas bergaya seperti itu,  tapi masih laku dan gak dilarang tampil tuh #nomention)

Pada akhirnya, buku ini bukan hanya untuk lucu-lucuan meskipun tokohnya para anggota grup Srimulat, tapi lebih ‘penyelamatan’ sebuah icon di dalam dunia hiburan khususnya dunia lawak. Mungkin juga mencoba ‘mengingatkan’ kalau lawakan itu gak hanya ngeluarin joke, atau asal lucu, tapi juga mesti ‘cerdas’.


Mari ‘Selamatkan Indonesia denagn Tawa’!

3 comments:

astrid said...

waaah ada nama gue sebagai tokohnya :D btw covernya tapi kok kurang gimana gitu ya fer...

Tezar said...

semoga tertawa bisa menyelamatkan Indonesia #eh

ferina said...

@Astrid: yah.. cover-nya emang kurang okeh..

@Tezar: yuk, mari ketawa.. biar gak stress :D

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang