The Diary of Amos Lee: I Sit, I Write, I Flush
(Hasil Renungan Nongkrong di WC)
Stephanie Wong (Ilustrasi)
Tessa Febiani (Terj.)
Penerbit Buah Hati – Cet. II, Agustus 2011
140 hal.
Untuk usia 10 tahun ke atas
(Rental @ReadingWalk)
Entah dari mana ya, ide ibu Amos Lee ini datang.
Daripada anaknya bengong gak karuan selama di kamar mandi menyelesaikan ‘urusan
penting’-nya, maka diberilah sang anak buku dan alat tulis. Memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya di kamar mandi – adalah salah satu resolusi tahun baru dari Ibu
Amos Lee.
Akhirnya, dimulailah buku harian Amos Lee yang
ditulisnya selama ia di kamar mandi. Apa yang ditulisnya adalah hal-hal
sehari-hari saja. Seperti tentang keluarganya, asal usul nama Amos Lee yang tak
lain berasal dari nama cookies terkenal Famous Amos.
Amos Lee juga bercerita tentang pekerjaan ibunya
sebagai penulis lepas di sebuah majalah. Ketika ia diajak ibunya untuk hunting
sarapan yang happening di Singapura.
Sebagai anak sekolahan, tentu saja Amos juga
punya sahabat dekat, yaitu Anthony dan Alvin.
Tak ketinggalan musuh bebuyutannya, Michael. Amos juga tipe anak yang rada
jahil, tengil tapi ya gak nakal sih. Bahkan terkadang Amos juga bisa kreatif. Amos
ini seneng koleksi berbagai tiket masuk ke tempat wisata.
Dan demi mewujudkan impiannya punya PSP, Amos
bahkan mencari uang sendiri dengan menjual kaus dan sepatu yang dilukis. Tapi,
saat musuh bebuyutannya itu tertimpa musibah, Amos tak segan untuk memberikan
uang yang sudah terkumpul untuk membantu Michael. Meskipun setelah peristiwa
itu gak membuat mereka jadi teman baik juga sih… tapi at least, Amos memiliki
jiwa sosial juga…
Yang paling bikin Amos kesel adalah kalau ibu
atau ayahnya iseng baca diary-nya Amos dan ngasih komentar yang juga ‘sok tau’.
Hihihi.. lagian kenapa juga gak disimpen di tempat yang rada rahasia? Eh… tapi
gak bisa juga kali ya…
Nah, selain ngalor-ngidulnya si Amos Lee ini
juga, acara jalan-jalan Amos sama keluarganya, atau kuliner yang disebut-sebut
Amos, bisa juga jadi referensi kalo lagi jalan-jalan ke Singapura. Terselip
kebanggaan sebagai seorang anak Singapura di dalam buku ini.
Mirip-mirip The Diary of Wimpi Kid – tapi menurut
gue, ini versi yang lebih ‘mendidik’. Ilustrasinya yang sederhana malah bikin
sosok Amos Lee makin lucu dan menggemaskan.
Seri Amos Lee sendiri sudah sama seri ke empat, 3
di antaranya sudah diterjemahkan oleh Penerbit Buah Hati. Adeline Foo, penulis
buku anak-anak yang produktif di Singapura.
Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam
event Fun Year With Children’s Literature yang dihost oleh B’zee
0 comments:
Post a Comment