Thursday, February 28, 2013

Midah: Simanis Bergigi Emas




Midah: Simanis Bergigi Emas
Pramoedya Ananta Toer
Lentera Dipantara
Cet. 1, Juli 2003
432 hal.

Di kata pengantar, tertulis bahwa ini adalah ‘Ini adalah novel ringan. Ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer pada warsa 50-an dengan setting tempat: DJAKARTA’ (hal. 5). Ringan tapi

Berkisah tentang Midah, anak perempuan yang manis, dimanja oleh kedua orang tuanya. Selama 9 tahun, ia menjadi anak satu-satunya. Hadji Abdul benar-benar memanjakan putri semata wayangnya itu. Midah selalu ditimang, dipangku, diajak mendengarkan nyanyian dari Umi Kulsum, penyanyi asal Mesir.

Hadji Abdul, gambaran juragan di tahun 1950an. Asal Cibatok. Pernah pergi ke Mesir dan sangat membanggakan bahwa ia berhasil keluar dari kampungnya, tak seperti teman-temannya yang katanya penakut. Taat shalat, rajin berdzikir.

Sebagai laki-laki, tentulah ia mendambakan punya anak laki-laki. Siang-malam, tak henti-hentinya ia berdoa kepada Allah. Dan suatu hari, Allah pun berkenan mengabulkan doanya. Selamat besar-besaran diadakan. Kegembiraan terus berlanjut hingga lahirlah bayi yang ditunggu-tunggu, tak hanya satu, tapi adik Midah terus bertambah.

Namun, justru inilah awal kesedihan dan pemberontakan Midah. Dengan lahirnya adik-adik Midah, ia tak lagi jadi pusat perhatian orang tuanya. Midah pun mencari kesenangan lain di luar. Salah satunya dengan mengikuti rombongan orkes keroncong yang sedang berkeliling. Dari sini pengetahuan musik Midah bertambah. Tak lagi hanya kenal Umi Kulsum, tapi juga lagu-lagu yang kala itu sedang terkenal. Tapi, bagi ayahnya, musik-musik seperti ini adalah hal yang haram. Kemarahan Hadji Abdul jadi tak terkendali.

‘Penderitaan’ bagi Midah mengalami puncaknya kala ia dinikahkan dengan Hadji Trebus, pria pilihan ayahnya asal Cibatok yang kaya dan juga taat beragama, yang ternyata sudah punya istri banyak. Dalam keadaan hamil, Midah memutuskan untuk melarikan diri.

Perjuangan hidup bagi Midah yang sesungguhnya dimulai. Dari anak yang biasa dimanja, segalanya serba ada, Midah harus berusaha sendiri, mencari uang dengan bergabung di rombongan pemusik keliling, alias mengamen di rumah makan. Kecantikannya begitu menggoda bagi anggota rombongan yang mayoritas laki-laki itu.

Dalam keadaan hamil dan kemudian melahirkan bayi laki-laki membuat posisi Midah makin sulit. Anggota pemusik itu tak lagi mau menerima Midah. Midah akhirnya dibantu oleh seorang polisi, yang kemudian akan membuka jalan Midah menjadi penyanyi radio.

Yah, inilah cerita tentang Midah, yang berjuang untuk bertahan hidup. Ia berusaha menjaga moralnya sebagai perempuan dan seorang ibu. Tapi, di belantara Djakarta ini, tak mudah untuk melawan pesona seorang laki-laki yang begitu baik. Belum lagi cemooh orang-orang kala ia hamil dan melahirkan tapi tak ada suami yang mendampinginya. Begitu mudah terkadang orang menilai, menghakimi seseorang, tanpa tahu apa permasalahan yang sebenarnya.

Dan ternyata, rajin shalat dan berdzikir tak menjadikan seseorang rendah hati. Harta juga masih dianggap yang utama. Lihat bagaimana Hadji Abdul memilih jodoh untuk Midah. Lain halnya Hadji Trebus, yang tampak tak risau istrinya pergi dalam keadaan hamil. 



__ ‘Perkenalan dengan karya Pramoedya Ananta Toer’__

Dimulai ketika munculnya buku-buku PAT, yaitu Tetralogi Pulau Buru di Gramedia. Kontroversi yang masih melekat kala itu, sempat membuat beberapa orang yang tahu gue membaca buku itu ‘khawatir’. Alasan gue membeli buku beliau ketika itu, yah, pertama sih karena pengen tahu ya. Mungkin sekitar tahun 2000, pengaruh milis pasarbuku, membuat gue jadi ikut penasaran, pengen ikut ‘sok bersastra Indonesia’, padahal biasanya bacaan gue berkisah buku-buku novel Danielle Steel atau romance lainnya. Si mantan pacar ini bilang, “Baca deh, sekali-sekali baca yang begini.”

Ok… gue pun baca Bumi Manusia(dan oopss… baru buku ini yang gue punya dari seri Tetralogi Pulau Buru). Dan, ternyata… bagus… Gue gak terlalu ngerti dengan segala kontroversi yang bikin PAT sampai dipenjara dan karya-karyanya dilarang terbit. Bagi gue, Bumi Manusia adalah novel bernuansa sejarah.

Setelah itu, gue mulai membaca buku-buku PAT yang lain, tapi lebih ke yang tipis-tipis. Hehehe, seperti Gadis Pantai, Midah: Simanis Bergigi Emas, dan Bukan Pasar Malam. Rahib Tanzil juga salah satu (yang lagi-lagi) mempengaruhi gue untuk membaca karya-karya PAT.


Salah satu peninggalan Pramoedya Ananta Toer yang paling berharga untuk gue adalah, di buku Nyanyian Sunyi Seorang Bisu, yang dihadiahkan temen gue pas gue ulang tahun, ada tanda tangan beliau lengkap dengan ucapan ulang tahun…. Hmmm… sampai sekarang gue gak tau bagiaman temen gue ini bisa dapet tanda tangan beliau…

7 comments:

destinugrainy said...

Wah..itu buku bisa berharga sangat mahaall hanya karena ada tanda tangan PAT

alvina vanila said...

waaah.. dapet tanda tangannya jugaa.. kerenn Mbaak :)

Dion Yulianto said...

Ok, jd ini tipikal kisah2 model Indonesia lama, perjuangan seorang wanita dalm mengangkat harkatnya. Tp karena dikisahkan oleh tangan Pram, jadinya memang luar biasa. Udh jarang ya ini bukunya?

ferina said...

@Desty, @Vina: iya... seneng banget waktu dikasih kado ini

@Dion: kaya'nya kalo di toko buku besar udah jarang buku2 PAT

Althesia Silvia said...

waahh aku blm pernah baca PAT..dan jd pengen lo apalagi mupeng liat buku yg ditandatanganin gitu hehehehe

HobbyBuku said...

Wah mbak fer punya lumayan banyak karya Pram, aq baru coba baca satu, suka sekali dengan bahasanya yg santun dan langsung kena di hati. Skrg coba hunting buku yg lain...dan susah banget carinya >,<

ferina said...

@Esi: baca aja mulai yang tipis-tipis dulu

@Maria: hehehe, dibanding Rahib Tanzil, aku masih kalah, mbak...

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang