For One
More Day
Mitch Albom
Sphere - 2006
197 hal.
(Kinokuniya – Plasa
Senayan)
Satu malam, Charley
Benetto memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Ia merasa hidupnya sudah tak ada
arti lagi *sigh*. Anak perempuannya menikah, tapi Charley tidak diundang, ia
sendiri sudah berpisah dengan istrinya. Sebagai salesman, juga tak menjanjikan.
Charley tenggelam dalam minuman keras. Ia kerap mabuk-mabukan.
Di malam terakhir itu,
Charley benar-benar tidak peduli.
Berbekal minuman keras di dalam mobilnya, ia menuju ke rumah masa kecilnya di.
Menurut Charley, di sana awalnya, di sana juga akan berakhir.
Karena Charley
mengendarai mobil di jalur yang salah, maka terjadi kecelakaan. Dalam keadaan
koma, Charley ‘bertemu’ dengan ibunya yang sudah meninggal. Mulailah perjalanan
kilas balik Charley, ke masa kanak-kanak sampai ia dewasa.
Sebagai anak-anak,
adakalanya Charley berhadapan dengan sebuah pilihan – ingin jadi anak Ibu atau
anak Ayah. Dan, sebagai anak laki-laki, tentu saja ia memilih jadi anak Ayah.
Karena yah, ia merasa, ayahnya lebih asyik. Tapi, ia harus kecewa, ketika
ayahnya pergi meninggalkan keluarga kecil mereka.
Ibu Charley, adalah
perempuan pejuang. Di masa itu, orang tua tunggal masih dianggap tidak lazim.
Ketika keluarga mereka masih lengkap, mereka sering dapat undangan ke pesta
ulang tahun, acara makan-makan. Tetapi, ketika perpisahan itu terjadi, semua
yang dulunya mengaku sebagai teman, pelan-pelan menghilang. Ibu Charley
dijauhi, karena takut para suami akan tergoda.
Buku ini mengajak kita
merenung, seberapa bangga kita kepada orang tua mereka? Sering kali secara tak
sadar, saat mereka mengharapkan dukungan kita, justru kita malah mengecewakan
mereka. Inilah yang diceritakan oleh Charley Benetto. Seberapa sering ia
mengecewakan atau tak mendukung ibunya.
Tuhan memberikan Charley
satu kesempatan untuk bersama Ibunya lagi selama satu hari. Satu hari di mana
Charley sadar kalau Ibunya sudah banyak berkorban demi ia dan adiknya. Duh,
pengen nangis rasanya baca buku ini.
Gue mengenal karya Mitch
Albom ketika membaca Five People You Meet in Heaven. Padahal nih, sering gue
merasa ‘alergi’ kalo baca buku yang beginian nih. Tapi, mungkin karena alur
cerita yang tenang tapi bikin merenung. Dan… yang pasti gak bikin gue ngantuk..
hehehe… Setiap baca bukunya beliau ini, gue selalu bertanya-tanya, ini
sebenernya based on true story atau memang murni fiksi?