Friday, June 07, 2013

Milkweed




Milkweed
Jerry Spinelli @2003
Laurel-Leaf Books – September 2005
208 hal.
Untuk anak 10 tahun ke atas

Ia adalah seorang bocah laki-laki, sebatang kara, anak jalanan, yang tiba-tiba saja muncul di jalanan Warsaw. Anak yatim piatu, tak mengenal siapa orang tuanya, bahkan tak tahu namanya sendiri siapa. Satu-satu penghubung ke masa lalu yang tak ia ingat itu adalah kalung yang katanya pemberian ayahnya. Ia mencuri untuk bertahan hidup. Anak yang polos dan penurut. Ia akan mengikuti apa yang dikatakan orang lain.

Suatu hari, ia berlari setelah mencuri sepotong roti. Ia bertemu dengan Uri, anak jalanan lainnya. Oleh Uri, ia diperkenalkan dengan anak-anak yang lain, diberi nama Misha Pildsuski. Ia menolak dibilang orang Yahudi, katanya ia adalah orang Gypsy. Kepolosannya sering jadi bahan olok-olokan yang lain. Tapi, Misha baik hati. Selain untuk dirinya sendiri, roti yang ia curi, ia berikan juga kepada anak-anak di panti asuhan.

Ia terkagum-kagum dengan tentara Jerman yang gagah. Bersepatu boots yang mengkilap. Bahkan ia ingin, suatu hari nanti ia menjadi salah satu dari orang-orang bersepatu boots mengkilap itu.

Suatu hari ia berkenalan dengan Janina, gadis kecil keturunan Yahudi. Mereka pun jadi berteman akrab. Ketika para keturunan Yahudi pindah ke sebuah kamp, Misha pun secara ‘tak langsung ‘ ikut pindah, menetap bersama keluarga Janina. Misha dan Janina sering keluar di malam hari, mencuri makanan dari sebuah bar milik Jerman. Padahal malam hari sangatlah berbahaya, terutama bagi orang-orang Yahudi tersebut.

Tapi, Misha tetaplah anak laki-laki polos. Bagi dirinya, ketika tentara Jerman minta orang-orang Yahudi berbaris, itu adalah saatnya menunjukkan diri bahwa ia anak yang sehat. Ia tak peduli bahaya, selama ia hati-hati, ia yakin semua akan baik-baik saja.

Kalau suka dengan The Boy in Stripped Pajamas atau The Book Thief, buku ini bisa jadi salah satu bacaan lagi kalau pengen baca yang bernuasa sejenis, masa-masa Holocaust. Di Milkweed, Jerry Spinelli mengambil sudut pandang dari anak-anak kecil yang terlantar karena Perang Dunia I, semua nyari mencuri karena makanan tak ada. Untuk urusan sandang, mereka mencuri dari mayat-mayat yang tergeletak di pinggir jalan. Gue malah membayangkan jalanan di sana bagai kota mati. Orang-orang dewasa cenderung pasrah – ini gue lihat dari sikap ibu Janina, Mrs. Milgrom, yang berdiam diri, berbaring sepanjang hari sampai akhirnya meninggal dunia. Atau, sebagian juga lebih memilih bersikap sinis, atau justru percaya, ketika mereka dibawa ke kamp pengungsian, kehidupan mereka akan lebih baik.

Anak-anak, mereka tahu hidup mereka susah, tapi tetap aja mereka seolah gak takut sama apa pun. Seperti Misha, yang justru seneng banget tinggal di barbershop, mencuri roti atau permen. Tetap bangga mengaku sebagai Gypsy, meskipun akhirnya ia sadar, terkadang lebih baik menjadi orang biasa-biasa saja, tanpa label keturunan siapa atau apa.

Di awal cerita, gue sempat rada ‘terganggu’ dengan Misha yang tanpa identitas ini. Siapa teman-temannya sebelum Uri and the gank? Dari mana sebenarnya dia berasal? Kenapa dia begitu ‘bodoh’ dan ‘polos’nya? Tapi, seiring berjalannya cerita, ya sudahlah, lupakan Misha yang no identity ini, terimalah Misha justru sebagai anak yang pemberani dan baik hati.


Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam:

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang