Kãla Kãli
Gagas Media
512 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)
Cerita
pertama – tulisan dari Vabyo – Ramalan
dari Desa Emas:
Tentang
seorang gadis bernama Keni Arladi, seorang gadis yang memilih menyepi untuk
merayakan ulang tahunnya. Ia pergi ke Desa Sawarna. Selama ini, ia tinggal
dengan neneknya. Nenek Keni membawanya tinggal bersamanya, demi menyelamatkan
dirinya dari pertengkaran orang tua Keni yang ‘brutal’.
Di
Desa Sawarna ini, Keni bertemu dengan anak laki-laki misterius yang meramalkan
bahwa ia akan meninggal sebelum usianya yang ke 18. Nah.. kan dia mau ulang
tahun yang ke 18… berarti…. Harus siap-siap dong?
Jadilah
Keni parno berkepanjangan, tapi, entah kenapa setiap dia menceritakan masalah
ini sama orang lain, orang lain itu yang dapat musibah, seolah dapat tumbal.
Cerita
kedua – tulisan Windy Ariestanty – Bukan
Cerita Cinta:
Tentang
pria bernama Bumi, seorang editor yang selalu setia mendengar keluh-kesah
Akshara tentang laki-laki yang ia cintai, bernama Bima. Tapi, Bumi selalu sini
dengan yang namanya Bima ini, karena pertama, Bima ini seolah hanya ‘nama’,
keberadaannya antara ada dan tiada. Satu kali ia muncul di acara peluncurana
buku Akhsara, Bumi langsung bertanya, apakah Bima sudah pernah membaca buku Akshara.
Lalu,
ada seorang perempuan, teman Akshara bernama Komang, yang kerap dipanggil Koma.
Koma ini akhirnya menjalin hubungan dengan Bumi.
Tapi,
sebenarnya sih, diam-diam, tanpa disadari Bumi jatuh cinta sama Akshara.
-----
Tentang
ceritanya satu per satu. Kalo mau jujur, gue lebih bisa menikmati cerita yang
pertama, mungkin karena bahasanya yang lebih akrab dibandingkan dengan cerita
yang kedua. Cerita pertama juga lebih santai, karena diselipkan humor-humor,
tapi ehmm.. kadang-kadang jadi lebay sih.
Cerita
kedua sangat serius menurut gue, lebih kaku, ditambah lagi dengan
tokoh-tokohnya yang resmi. Gue jadi rada-rada bingung menangkap cerita kedua
ini.
Gue
selalu berharap ‘lebih’ sama penulis yang buku sebelumnya pernah gue baca dan
gue suka. Gue pernah membaca Kedai 1001 Mimpi dan Life Traveler, dan gue suka
dua buku ini. Tapi mungkin, setelah baca Kãla Kãli, gue lebih memilih seandainya
mereka berdua nulis non-fiksi aja kali ya…
Ini
kali pertama gue membaca buku ‘Gagas Duet’. Dan dalam bayangan gue nih, yang
namanya duet – ada satu cerita dengan di mana penulisnya berganti-gantian
menulisnya. Misalnya bab 1 si penulis A, nah bab 2 si penulis B yang dapet
giliran. Ada ada dua cerita, tapi saling ‘nyambung’ gitu lho.
Tapi,
di buku ini (entah di buku Gagas Duet lainnya), cerita rada gak nyambung. Tokoh
yang sama sekali berlainan, cerita yang juga berbeda. Satu santai, satu serius
banget. Eh, tapi mungkin persepsi gue beda kali ya sama penerbit yang
bersangkutan.
Yang
gue suka, ada foto-fotonya, meskipun gak berwarna, gue ‘yakin’ aslinya bagus.
Satu
lagi yang ganggu menurut gue adalah cover-nya. Bukan karena desain atau
ilustrasi covernya, ini sih keren. Tapi, formatnya yang bentuk amplop itu lho.
Yah, oke lah unik. Tapi, ribet saat lagi baca. Udah gitu, gue termasuk orang
yang sebel kalo ujung-ujung cover itu terlipat. Nah, kalo model covernya
begini, gimana mau disampul coba? *emosi*
5 comments:
Iya kayaknya Vabyo lebih cocok nulis buku non-fiksi, kayak kedai 1001 mimpi yg gue plesetin judulnya jadi '1001 Cara Menggaet Majikan' soalnya isinya tips sesat menggaet majikan. Klo Kala Kali cenderung serius, tp masih juga sih mo baca he he he
hallooo mbak ferina.. lama nggak jalan-jalan kesini nih :p
gagas sekarang bikin tren buku duet ya :D sayang aku kurang suka romance nya gagas.. tapi covernya kadang menggiurkan.. hehehe
@Saura: Kala Kali beda sama novel Gagas Media lain yang cenderung romance
@Maya: Hi Maya :) Cover Gagas Media emang cantik dan manis :), tapi sayang sih, emang suka rada kecewa sama isinya :D
coba baca joker karangannya vabyo deh, itu fiksi dan keren banget. kalo kala kali sih setuju, tapi kalo dibilang vabyo nggak cocok nulis fiksi, jokernya vabyo asli masterpiece tuh hehehe
@mmy: udah bolak-balik pengen baca Joker, tapi takut 'kecewa'
Post a Comment