Fahrenheit
451
Ray Bradbury @ 1951
Simon & Schuster –
May 2012
158 hal.
(Times Bookstore Plaza
Semanggi)
Guy Montag adalah seorang
‘fireman’ - tapi fungsi ‘fireman’ dalam
cerita ini , bukan membantu memadamkan kebakaran, justru mereka ‘membuat’
kebakaran. Layaknya cerita-cerita genre dytopia
yang sudah gue baca, selalu ada kebijakan-kebijakan yang mengekang rakyat agar
pikiran mereka tidak ‘dicemari’ hal-hal yang bisa menentang pemerintahan.
Contohnya dengan melarang adanya buku-buku yang isinya tidak sesuai dengan
program pemerintah. Dalam buku ini, setiap orang yang memiliki buku, rumah
mereka akan segera didatangi, rumah beserta isinya dibakar dan pemilik rumah
itu tentu saja akan mendapatkan hukuman yang berat.
Awalnya Guy Montag tidak
merasa ada yang salah dengan pekerjaannya. Yah, sebagai ‘pelayan’ pemerintah,
tentu saja ia harus mengikuti segala peraturan yang berlaku. Tapi, suatu hari, ia bertemu dengan tetangga barunya,
seorang gadis bernama Clariesse. Clariesse ini orangnya santai, berbeda dengan
orang lain yang kebanyakan Guy temui. Clariesse bercerita tentang hal-hal
sepele yang sudah tak lagi jadi perhatian orang. Bagiamana semua orang sekarang
terburu-buru, kalau mengendarai mobil harus ngebut. Orang tak sempat lagi
memerhatikan kupu-kupu di taman, sekedar iseng bermain hujan, duduk-duduk
sambil bercengkerama. Maka itu, hampir di tiap rumah, gak ada tuh yang namanya
teras. Orang jadi lebih akrab dengan televisi.
Guy mulai risau, ditambah
lagi, istrinya, Mildred mencoba bunuh diri dengan menelan obat tidur. Meski
berhasil diselamatkan, Mildred sama sekali tidak ingat akan peristiwa itu. Clariesse
pun tiba-tiba menghilang begitu saja. Guy curiga bahwa Clariesse sengaja
‘dilenyapkan’. Guy juga harus menyaksikan seorang wanita yang rela dibakar
bersama buku-bukunya daripada harus menjalani hukuman di luar. Akhirnya, Guy
pun ‘membelot’. Ia menyelamatkan beberapa buku dan mencoba membacanya. Guy juga
berusaha mencari orang-orang yang masih menyimpan buku-buku lain. Guy akhirnya
jadi buronan polisi dan proses penangkapan dirinya disiarkan di televisi
nasional (hmmm jadi inget siaran di salah satu televisi swasta).
Wah, entah kenapa saat
membaca buku ini, gue merasa ‘gelisah’. Mungkin karena nuansa buku ini yang gelap. Ini pertama kalinya gue
membaca buku genre dystopian tanpa
ada embel-embel cerita romance di dalamnya.
Apa yang gue rasakan saat
membaca buku ini adalah seperti ‘kosong’. Sama mungkin dengan para tokoh yang
jiwanya ‘kosong’, gak kenal lagi yang namanya bahagia. Semua statis.
Bener ya, membaca buku
kadang-kadang mempengaruhi mood. Jadilah saat membaca buku ini, gue selain
gelisah, jadi rada-rada ‘depresi’. Hehehe.. sorry, deh, kalo rada berlebihan
kali ya..
Melihat dari daftar
karya-karya Ray Bradbury, beliau ini termasuk penulis yang produktif. Mulai
dari novel, cerpen, karya non-fiksi, skenario untuk teater dan film televisi.
10 comments:
pengennnnn banget baca buku inhi, berharap ada yang mau nerjemahin, hiks
@Peri Hutan: penerbit mana ya, yang bisa 'dicolek-colek'?
*masukin wishlist*
pengen baca juga.. *masuk wishlist*
Terus terang baca buku macam beginian yang bikin ngeri, entah kenapa saya sangat tidak nyaman membaca buku dystopian, Mbak Fer.. Hihi, pengen baca banyak genre tapi susah move on. Dilemma :D
@Fanda, Azia: tambah terusss wishlist-nya :)
@mia: sama sih, mia, aku juga kalo baca buku begini suka gak nyaman, ngeri.. rasanya dunia jadi ajaib dan statis banget. tapi koq sekarang lagi suka justru baca genre ini.
saya sudah punya bukunya, tinggal menunggu dibaca :D
@Jun: selamat membaca :)
mirip-mirip 1984 nih... ya iyalah dua2nya dystopia. tapi aku kok tetep kepengen baca buku ini ya? Hehe
@Melisa: kalo aku pengen baca 1984 :)
Post a Comment