Thursday, May 02, 2013

The Book Thief




The Book Thief
Markus Zusak @ 2005
Knopf – 2007
552 hal
Untuk anak 12 tahun ke atas
(Rental @ ReadingWalk)

Gue bingung mau nulis review apa untuk buku ini. Buku ini termasuk yang bikin gue sesak napas.. sedih….  Dari awal, sarat dengan aura ‘kematian’… dan wajar saja, karena narator dari buku The Book Thief ini adalah Malaikat Maut….

Malaikat Maut ini dekat dengan kehidupan Liesel Meminger. Pertama kali ‘perjumpaan’ mereka, tahun 1939, ketika ia menjemput adik Liesel. Saat pemakaman adiknya ini, Liesel menemukan sebuah buku – The Graver Digger’s Handbook. Inilah kali pertama Liesel mencuri buku. Buku yang biasa-biasa saja itu menjadi istimewa bagi Liesel.

Selain ia harus kehilangan adiknya, Liesel juga harus berpisah dengan ibunya. Liesel dibawah ke Himmel Street, Molching, Jerman, untuk kemudian diasuh oleh pasangan suami-istri – Hans dan Rosa Hubermann.

Rosa Hubermann, adalah perempuan yang kalau sekilas diambil kesimpulan adalah perempuan dengan karakter keras. Ia sering mengkritik, memanggil orang dengan sebuah kasar dan suka membicarakan kejelekan orang. Rosa bekerja sebagai pencuci baju dari rumah ke rumah. Tapi, pada dasarnya, ia adalah perempuan yang penyayang dan memperlakukan Liesel dengan baik.

Sedangkan Hans Hubermann, adalah laki-laki dengan figure kebapakaan. Ia lah yang menenangkan Liesel setiap kali Liesel bermimpi buruk, yang mengajari Liesel membaca dan akhirnya mencintai buku.

Liesel kemudian berteman dengan seorang bocah laki-laki bernama Rudy Steiner. Rudy Steiner bermimpi menjadi seorang pelari, seperti Jesse Owen. Bersama Rudy, Liesel melalui banyak kejadian – termasuk berbagai kenakalan.

The Graver Digger’s Handbook, bukan satu-satunya buku yang dicuri oleh Liesel. Secara diam-diam, Liesel ‘menyelamatkan’ sebuah buku yang hendak dibakar, lalu ia juga mengambil beberapa buku di  rumah Ilsa Hermann – salah seorang pemakai jasa Rosa. Dan di kemudian hari, Ilsa Hermann akan menjadi penyelamat Liesel.

Cerita semakin rumit, ketika rumah mereka kedatangan tamu bernama Max Vandenburg, seorang Yahudi. Hans memang berhutang budi pada ayah Max dan ia  bersedia menyembunyikan Max di ruang bawah tanah rumah mereka. Bersama Max, Leise juga banyak belajar, tentang persahabatan. Liesel bercerita, membaca bukunya.

Perjumpaan lainnya tahun 1943, Malaikat Maut lagi-lagi menjemput orang-orang yang disayangi Liesel. Gue merinding membaca narasi dari Malaikat Maut. Kematian datang tanpa rasa sakit… Napas gue serasa tertahan… perut gue jadi berasa diaduk-aduk. Mual … Nyeri.. Sedih… dan ikut merasa kehilangan.

Yah, dalam perang, maut memang menjadi ‘sahabat karib’. Ada yang cukup beruntung untuk lolos dari maut, ada yang menyongsongnya tanpa rasa sakit. Dan bagi Liesel, buku menjadi penyelamatnya. Bersembunyi saat serangan udara datang, Liesel membawa bukunya dan membacakan keras-keras agar bisa didengar oleh semua orang.

Berbicara tentang Malaikat Maut di sini – dalam bayangan orang, ia adalah sosok dengan jubah hitam tanpa wajah, tapi, entah kenapa, gue merasa, Malaikat Maut di sini juga punya ‘perasaan’. Ia tak tega mencabut nyawa orang-orang yang jadi korban dalam perang, terutama anak-anak… Dan ia tahu, siapa yang siap bertemu dengannya dengan suka rela. Dan buat ia, tak semua orang bisa lolos dari maut dalam ‘persinggungan’ selama beberapa kali, seperti Hans Hubermann. Tapi, adakalanya Malaikat Maut juga kesal dengan pekerjaan yang tak ada habisnya ini dalam peperangan… Well, the Death needs to have some rest too…

Buku ini termasuk kategori Young Adult. Jangan berpikir bahwa tema dalam buku ini terlalu berat untuk anak-anak usia 12 tahun atau yang beranjak remaja. The Book Thief memang mengambil latar perang, masa Holocaust, masa-masa kejayaan Hitler – yang mengklaim bahwa bangsa mereka lebih baik dari pada orang-orang keturunan Yahudi, yang pada akhirnya harus ‘dihabiskan’.

Tanpa bermaksud untuk menggurui, menurut gue, dengan  membaca buku ini, mereka akan tahu, bahwa dari sudut pandang seorang anak, mereka gak peduli apa sih suku, agama atau ras mereka. Yang suka mengkotak-kotakkan itu kan orang dewasa, demi kepentingan politik. Bagi anak-anak, yang mereka tahu adalah berteman, bersahabat. Lihat Liesel yang setia menunggu Max, ketika orang-orang Yahudi berbaris. Ia nekat memberikan roti untuk orang-orang Yahudi itu. Beruntung Liesel juga diasuh oleh Hans dan Rosa Hubermann yang juga tak peduli dengan yang namanya orang Yahudi.

Siapa tahu, anak-anak yang membaca buku ini, jadi punya pandangan yang lebih luas dan bisa jadi pemimpin yang lebih baik… Buku ini mengajarkan tentang persahabatan, cinta, kasih sayang, kesedihan, bahkan kematian.

Dan… ok… sekarang gue pengen baca buku Markus Zusak yang lain, dan seperti yang Markus Zusak bilang, “ This is the first time I’ve ever missed characters that I’ve written – especially Liesel and Rudy.”.. yeah.. me too… I missed Liesel.. and all the characters in this book – Rudy, Max, Hans and Rosa Hubermann…


Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam:




5 comments:

Mide said...

kesannya kayak The Boy in Stripped Pajama ya ;__;

Ana said...

mba feeeerr.. aku merinding lagi nih baca reviewmu T.T
duh kangen banget sama Liesel dan Max, Rudy, Papa, :(
Kayaknya harus punya buku ini ya mba.. dulu aku cuma pinjam.

ferina said...

@Mide: iya, sama-sama bikin merinding dan sedih

@Ana: aku juga pengen punya...:)

Unknown said...

Lengkap reviewnya, yang mw nonton silahkan kak,

disni => http://indomovie.us/blog/the-book-thief-2013.html

mksg min :D

tezar said...

wah rasanya layak baca nih kak

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang