Pandawa Tujuh
Pitoyo Amrih
Diva PRESS – Juni 2012
494 Hal
(Dari Diva PRESS)
Pandawa Lima, Khrisna, Perang Baratayuda dan
nama-nama lain dalam dunia pewayangan memang bukan istilah yang aneh buat gue,
karena ada dari buku-buku yang gue baca menyebutkan nama-nama tersebut. Tapi,
untuk asal mula keberadaan Pandawa Lima, nah ini yang gue masih belum tau.
Maklum gue bukan pembaca kisah-kisah wayang macam Mahabarata.
Dalam Pandawa Tujuh ini, dikisahkan latar
belakang, asal usul dari Pandawa Lima. Dan kenapa akhirnya justru disebut
Pandawa Tujuh.
Pandawa Lima adalah sebutan bagi kelima anak
Pandu – Raja Hastinapura. Dari istri pertama – Dewi Kunti: Samiaji (Yudhistira)
– anak yang paling bijaksana dan rajin membaca, Bratasena (Bima, yang ketika
lahir sudah membuat ‘gempar’ dan Permadi (Arjuna), anak yang paling gagah dan
tampan. Lalu dari istri kedua, Dewi Madrim, beliau mendapatkan keturunan si
kembar – Nakula dan Sadewa. Dalam dunia pewayangan, adalah hal yang lumrah
berganti-ganti nama apabila mereka memperoleh pencapaian di satu titik
tertentu.
Ketika Raja Pandu mangkat, seharusnya Samiaji lah
yang menjadi Raja Hastinapura, tapi karena belum cukup umur, maka adik Raja
Pandu yang sementara menjalankan pemerintahan. Tapi, karena umurnya yang sudah
tua, justru Sangkuni dan Duryudana yang banyak berperan. Keadaan di Hastinapura
menjadi tidak baik. Ditambah lagi dengan kehadiran 100 Kurawa yang maunya
membuat kacau saja.
Beberapa kali Samiaji ditantang dalam sebuah
pertaruhan dan selalu kalah. Yang menyebabkan Pandawa Lima beserta anak istrinya harus keluar dari
Hastinapura. Bahkan sampai nyaris melecehkan Drupadi – istri Samiaji
(Yudhistira) Dalam perjalanannya, Pandawa Lima membentuk kerajaan sendiri.
Tapi, yang namanya napsu ternyata tak menghentikan Duryudana untuk tetap
merebut Hastinapura meskipun Pandawa Lima telah menyingkir. Maka meletuslah
Perang Baratayuda, perang di mana Pandawa Lima
mencoba mendapatkan lagi hak mereka atas Hastinapura, meskipun berat tetap
mereka jalani. Dalam Perang Baratayuda ini, Bima kehilangan anaknya, Gatotkaca.
Setelah perang, Pandawa Lima akhinya memilih
untuk ‘menyingkir’ dari pemerintahan dan berbaur dengan rakyat biasa. Pada
akhirnya, meskipun memperoleh kemenangan, toh tak memuaskan batin mereka karena
begitu banyak yang harus dikorbankan.
Adalah Khrisna dan Satyaki yang selalu
mendampingi Pandawa Lima dalam berbagai kejadian penting. Khrisna meskipun
berat hati karena harus ‘melawan’ saudara sendiri, memilih mendukung Pandawa
Lima. Sedangkan Satyaki adalah sepupu dari Khrisna dan Pandawa. Ia mengorbankan
nyawanya untuk melindungi Pandawa Lima setelah
kemenangan Pandawa Lima
dalam Perang Baratayuda. Dengan adanya Khrisna dan Satyaki, maka mereka pun
disebut Pandawa Tujuh.
Menarik sebenarnya menurut gue. Banyak hal yang
akhirnya gue tahu dari mana asal mulanya – misalnya nih, seperti Bima dengan
senjatanya yang mematikan. Tokohnya
mungkin gak banyak, tapi karena suka berganti-ganti nama, adakalanya gue jadi
bingung dan sedikit mengulang ke halaman-halaman sebelumnya. Dan juga banyak
kejadian yang tumpang-tindih.
Apa yang ada di dalam buku ini, menunjukkan sifat
manusia yang tak pernah puas – apalagi dalam hal kekuasaan. Nafsu memiliki yang
bukan haknya, atau nafsu ingin menambah terus dan terus meski sudah memiliki
penggantinya.
Gue sempat heran dengan Yudhistira, yang menurut
gue paling bijaksana. Kenapa dia mau aja diajak taruhan sama Kurawa, padahal
dia tahu, Kurawa bakalan curang dan Yudhistira juga bakalan kalah, bahkan
nyaris merendahkan harga diri Drupadi. Tapi ternyata, justru Yudhistira yang
mau kasih pelajaran ke para Kurawa itu.
Mungkin gue bakal melirik-lirik lagi buku-buku
dari DIVAPress yang berkisah tentang dunia pewayangan.
(hmmm.. ma’afken, kalo ada nama-nama yang salah
tulis ya, dalam review ini)
Terima kasih, Dion dan DivaPress untuk bukunya.
0 comments:
Post a Comment