Thursday, June 26, 2014

Galila



 

Galila

Jessica Huwae

GPU - 2014

336 Hal.


Galila adalah seorang perempuan ‘kampung’ asal Ambon, mengadu nasib di Jakarta dan sukses. Suara emas mengantar Galila menjadi seorang diva. Tapi, urusan pribadi dirinya ditutup rapat-rapat, tidak banyak yang mengetahui masa lalu Galila. Tak banyak media yang berhasil mewawancarai Galila, sehingga membuat Galila menjadi sosok yang eksklusif dan mengundang rasa penasaran. Jika sebuah media masa memuat berita tentang dirinya, hampir dipastikan akan laku keras.

Ketika publik mulai mencium hubungannya dengan seorang pengusaha asal Batak bernama Edward Silitonga atau Eddie, maka Galila pun kembali menjadi sasaran empuk tabloid gosip. Davina, seorang penyanyi yang menganggap Galila sebagai saingan beratnya, mulai mencari celah negatif dari kehidupan seorang Galila.

Eddie dan Galila sungguh pasangan yang serasi, tapi sayang, tradisi Batak yang masih dipegang teguh oleh Hana, ibu Eddie menjadi salah satu hal yang menghalangi mereka untuk bersatu, berbagai carai dilakukan Hana untuk memisahkan mereka. Bagi Hana, bobot-bibit-bebet sangatlah penting, Galila adalah sosok perempuan yang jelas-jelas dicoret dari daftar perempuan pilihan Hana untuk Eddie – Galila bukan saja tidak berasal dari suku yang sama, tapi juga tak jelas asal-usulnya, siapa orang tuanya

Maka masa lalu Galila kembali diutak-atik, dan terungkaplah sebuah rahasia ….

Galila di dalam bayangan gue adalah sebuah sosok yang glamour (yah… mirip-mirip KD gitu kali ya), tapi sebagai pribadi, ia bisa dibilang seorang yang kesepian. Ibunya menjauhi dirinya, teman terdekatnya mungkin hanya Magda, manager-nya. Maka ketika Eddie datang, membawa sebuah hal yang mungkin sudah lama ia lupakan, yaitu ‘cinta’…. Sosoknya serba sempurna, tapi rapuh. Sebuah goresan masa lalu yang kelam nyaris memporak-porandakan Galila.

Oke lah, sesungguhnya latar belakang novel ini sungguh klise … mirip sinetron malah. Seorang perempuan sukses tapi punya masa lalu yang kelam, seorang pemuda tampan dari keluarga kaya-raya. Sosok Hana berhasil membuat gue kesel dan gemas, yah, a la- a la ibu-ibu sinetron yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau. Gak mau denger apa yang diomongin, hanya mau pendapatnya dituruti. Apakah tradisi, budaya itu begitu ‘kaku’ di zaman sekarang? Tapi gue mencoba melihat sosok Hana dari sudut pandang seorang ibu yang berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya, dan juga mempertahankan sebuah tradisi yang selama ini ia percaya mendatangkan kebaikan. Wajar jika ia tak setuju dengan Galila yang misterius itu, tapi caranya aja yang membuat gue rada kurang simpati.

Tokoh Eddie yang tampan ini (hmm.. siapa ya cowok Batak yang keren?), menurut gue juga digambarkan dengan manusiawi, artinya, dia punya rasa cinta yang mendalam terhadap Galila, tapi juga kecewa berat dengan kenyataan baru yang harus ia hadapi. Pilihan berat juga ada di tangannya, apakah ia akan berjuang demi Galila atau menuruti permintaan sang Ibu?

Mmm.. tapi, satu yang sempat bikin gue penasaran, gimana dengan Yunita, perempuan yang dijodohkan dengan Eddie? Gak dijelaskan sebenernya gimana sih perasaan Yunita sama Eddie … apa dia terima-terima aja dijodohin, secara Eddie ganteng gitu? Atau sebenernya dia juga gak mau? Yah.. sebagai tokoh yang kerap disebut-sebut, meskipun hanya sebagai peran ‘pembantu’, rasanya boleh lah sedikit digambarin apa yang ada di pikiran Yunita, mungkin ketika ia sedang bercakap-cakap dengan Eddie …. *mungkin lhooooo*

Sayangnya, eksplorasi Galila ketika kembali ke Ambon terlalu singkat. Padahal ketika membaca ‘blurb’ di cover belakang buku ini, gue sempat berpikir bahwa cerita Galila di Ambon akan mendapatkan porsi yang besar. Dan, cerita tentang kerusuhan di Ambon juga kaya’ hanya sekedar bumbu-bumbu penambah kesuraman.

Tapi secara keseluruhan, gue menikmati novel ini. Alurnya maju-mundur, membuat pembaca mendapatkan gambaran utuh tentang siapa sosok Galila. Novel ini berisi tentang sebuah ‘benturan’ budaya, dan juga perjuangan seorang perempuan yang merangkak dari dasar sampai akhirnya mencapai puncak kesuksesan.


Submitted for:


- Baca Bareng BBI bulan April 2014 – tema: Sastra Asia
- Indonesian Romance Reading Challenge 2014

4 comments:

Dion Yulianto said...

Saya kok teringat La Galigo ya baca hudulnya? Kukira settingnya bakal Indonesia Timur, tp .... yah. We really need more books about Indonesia Timur ....

covernya bagus ya *halah

irabooklover said...

Hahhahh...saya juga sering ill-feel kalau ada tokoh ibu yang ngotot mempertahankan tradisi "kaku" seakan-akan cuma cara itu yang bisa mendatangkan kebaikan dan yang lain salah.

Ren said...

Wah, ceritanya tipikal sinet ya Mbak Fer :P. Jadi penasaran dengan eksekusinya, mengingat tema yang diangkat sebenarnya sudah terlalu umum

astrid said...

cowok batak keren: choky sithoang, marcel siahaan... hahahaha #abaikan

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang