Arranged Marriage (Perjodohan)
Chitra Banerjee Divakaruni @ 1995
Gita Yuliani (Terj.)
GPU - 2014
376 hal.
Mungkin udah berkali-kali ya, gue bilang di blog
ini, kalo gue suka baca buku-buku dari penulis India – yah, salah satunya Chitra
Banerjee Divakaruni ini. Tapi ya, pertama kali gue baca bukunya – The Mistress of Spices – gara-gara nama
salah satu tokohnya itu sama dengan ‘gebetan’ gue jaman dulu. Hehehe… tapi,
karena buku itu juga, gue jadi nge-fans sama buku-buku beliau yang lain. Buku
Divakaruni – mengangkat tema perempuan, yang terjebak antara adat istiadat yang
kuat dan dunia modern, emansipasi.
Salah satu buku Divakaruni favorit gue adalah The Palace of Illusions – sebuah versi
lain dari kisah pewayangan.
Ok, tentang buku Arranged Marriage – mengupas masalah perjodohan yang masih jadi hal
penting dalam kehidupan kaum perempuan di India (sok tau deh gue…). Jika
sudah cukup umur, keluarga akan mengatur sebuah acara, di mana para kaum
laki-laki akan menilai apakah perempuan ini layak untuk jadi istrinya –biasanya
mak comblang nih yang bakal mempromosikan habis-habisan si perempuan dan
laki-laki. Kalau dari buku ini, kesimpulan gue, ada sebagain perempuan yang
menantikan saat-saat perjodohan, berkhayal seperti apa wujud asli dari
laki-laki yang dikenal hanya via foto. Ada
juga yang menginginkan kebebasan dalam memilih laki-laki yang ia sukai.
Acara perjodohan di India sendiri termasuk acara yang
besar-besaran. Sebuah kesuksesan bagi keluarga pihak perempuan apabila mampu
memberi mas kawin yang besar kepada keluarga calon besan. Berbeda dengan Indonesia di
mana justru pihak laki-laki yang memberi mas kawin, di India, justru keluarga
perempuan yang melakukan hal tersebut. Bisa jadi keluarga perempuan sampai
harus berhutang demi mempersembahkan mas kawin yang besar, jangan sampai
dipandang sebelah mata oleh keluarga laki-laki.
via Cultural India |
Tentu saja, pernikahannya sendiri pastinya tak
kalah heboh dengan acara lamarannya dong. Bayangin aja kali ya, film Bollywood
dengan penari memakai baju warna-warni. Seperti yang diungkapkan oleh Agustinus
Wibowo dalam Titik Nol: ArrangedMarriage
“Saya terkesima
melihat kemegahan pernikahan itu Pengantin pria yang gagah dengan surban merah.
Pengantin perempuan yang cantik dengan perhiasan emas dari ujung kepala sampai,
sari warna merah yang anggun, dan tangan yang penuh coret-coretan henna. Belum
lagi para tamu yang pakaiannya penuh warna-warni dahsyat – merah, kuning,
hijau, biru, ungu, jingga, merah muda – perbendaharaan kata kita sampai tak
cukup untuk menyebut semua warna yang ada”
Dan jika sudah menikah, otomatis si perempuan
adalah milik keluarga laki-laki. Ia akan mengurus semua tetek-bengek dalam
keluarga suami – mulai dari mengurus mertua, bahkan ipar-iparnya, masak, nyuci,
mungkin juga ngipasin mertuanya yang kepanasan. Gue jadi rada kesel dan gemas
ketika membaca cerita Pemeriksaan
Ultasonografi – yang berkisah tentang 2 sahabat – satu di India, satu di Amerika. Mereka
sama-sama hamil dan menantikan anak pertama. Runu, yang tinggal di India,
ketakutan jika nanti ia melahirkan anak perempuan. Sebagai, istri dari suami
dengan kasta tinggi di India,
anak pertama ‘wajib’ laki-laki, kalau tidak, pilihannya adalah aborsi.
Menjadi milik suami, berarti harus menerima
perlakuan kasar dari suami. Ingin berontak dan melarikan diri – aib seumur
hidup menanti. Cap miring akan melekat pada diri sang istri, kalau punya anak
perempuan, kemungkinan besar, si anak bakal susah dapet jodoh. Gue salut dengan
keberanian tokoh dalam cerita pertama yang berjudul Kelelawar, meskipun buntutnya, dengan kata-kata manis dan
janji-janji surga dari sang suami, si istri rela kembali ke rumah. Menurut
survey (eh, hasil pengamatan gue sih), sekali laki-laki ringan tangan dan kasar
sama istri, gak akan dia bisa berubah, meskipun mulutnya berbusa mengucapkan
janji-janji surga.
Apalagi dengan iming-iming pergi ke Amerika… wow,
itu suatu hal yang luar biasa. Kebayang dong, A-me-ri-ka…. Negara yang hebat,
pastinya si laki-laki kaya raya dan punya pekerjaan yang penting. Meksipun pada
kenyataannya, ternyata si laki-laki gak sehebat itu.
Cerita Pakaian
dan Jalan Perak, Atap Emas –
menggambarkan kehidupan imigran India,
yang mencoba mengadu nasib di Amerika. Gemerlap kehidupan di Amerika, tidak
mampun membawa kehidupan yang lebih baik bagi para tokoh. Mereka juga harus
siap menghadapi masalah diskriminasi karena kulit gelap mereka.
Masalah budaya, juga kerap jadi masalah.
Perempuan India
harus siap menyembunyikan hubungan mereka dengan pria asing. Kalau ketahuan,
mereka bisa diusir dari keluarga. Cerita Kata
Cinta, menggambarkan kisah seorang perempuan India yang tinggal serumah dengan
kekasihnya yang bule itu. Tiap ibunya telepon, ia harus siap, jangan sampai
pacarnya itu yang mengangkat.
Biasanya lagi nih, perempuan India yang udah lama di Amerika,
berubah menjadi perempuan modern, yang gak percaya dengan lembaga pernikahan –
apalagi memiliki anak. Tapi, kadang ya, kita suka ‘kena batunya’ kalo ngomong,
kaya’ Meera dalam cerita Hidup yang
Sempurna, mengambil keputusan yang mengejutkan tunangannya, Richard, ketika
ia ingin mengadopsi seorang anak yang ia ditemukan di dekat apartemennya.
Yah, pada dasarnya, setiap wanita memiliki naluri
keibuan kali ya. Jadi begitu lekat sama seorang anak, rasanya seperti
‘teriris-iris’ ketika harus terpisah.
Gue suka cerita Pintu, tentang sepasang suami istri – keduanya keturunan India.
Tapi punya kebiasaan yang beda. Preeti, si istri, suka mengunci pintu, gak
nyaman katanya, biar di rumah sendiri, tapi kalo tidur, kamar gak dikunci, atau
lagi mandi, kamar mandi gak dikunci. Tapi, suaminya, Deepak, malah gak suka
ngunci-ngunci pintu, katanya “siapa sih yang mau liat, kita kan di rumah sendiri”. Tapi bagi Preeti, itu
adalah masalah privasi. Dan bener aja, waktu Raj, sahabat Deepak datang dari India,
keseimbangan rumah tangga mereka terganggu. Raj suka seenaknya masuk ke kamar,
padahal Preeti cuma pake baju tidur. Sebenernya sih, si Raj gak ada maksud
apa-apa, cuma karena kebiasaan, tapi risih lah si Priti.
Komunikasi penting pastinya antara pasangan
suami-istri, jangan gara-gara gak enak sama sahabat, perasaan istri juga jadi
korban, dan bikin semua jadi berantakan.
Tentang pasangan suami istri juga ada di cerita Perselingkuhan, dua pasang suami istri,
saling bersahabat. Tapi, dengan pasangan mereka masing-masing, sebenarnya mereka
tidak merasa nyaman.
Masih tentang perselingkuhan dalam cerita Bertemu Mrinal, tentang Asha, yang baru
saja bercerai, tapi, ketika bertemu sahabat lamanya, ia tak berani bercerita
yang sebenarnya. Ia malah terus bercerita tentang kehidupannya yang sempurna
dan keluarga yang harmonis.
Satu cerita yang tak bahagia, plus meninggalkan
kebingungan buat si suami – Kehilangan.
Tentang istri yang pergi tanpa jejak, bikin suami bertanya-tanya apa yang
salah.
Cerita paling panjang di buku ini berjudul Kisah si Pembantu. Dari obrolan seorang
gadis yang hendak menikah dengan bibinya, tersebutlah sebuah kisah tentang sari
berwarna kuning kunyit – warna yang dianggap sebagai pembawa sial. Banyak yang
kisah dalam cerita ini, tentang sebuah peran istri sempurna, nyonya rumah yang
dengan tulus mempercayai seorang pembantu – yang tentu saja membuat para
pembantu lainnya sirik, bahkan juga tentang pelecehan seksual.
Rasanya, ada beban yang ‘berat’ di dalam buku
ini. Gak tau ya, mungkin karena tokoh-tokoh perempuan berada di persimpangan –
antara mau bahagia, tapi koq belum nyampe ke sana. Ada
beban antara kebebasan pribadi dengan pandangan keluarga dan orang banyak.
Antara membahagiakan orang tua, tapi juga pengen berontak.
Meskipun gak se’ngiler’ kalo ngebayangin pasta
Italiano, tapi karena pada dasarnya gue suka nyoba makanan, kuliner India
yang bersliweran di buku ini juga mampu membuat gue lapar. Yah, pengalaman gue
dalam hal makanan India,
baru sebatas samosa atau roti cane.
Submitted for:
-
Baca Bareng BBI bulan April 2014 – tema: Perempuan
-
Lucky No. 14 Reading Challenge – category: Favorite Author
9 comments:
Belum baca yang satu ini mbak, kayaknya menggoda :)
aku suka kesel kalo baca cerita-cerita dimana perempuan tidak punya pilihan. kayak keputusan aborsi kalo punya anak cewek yang mba fer bilang direview itu.
tapi gak usah jauh-jauh ke india, setahuku di bagian timur, kupang dan sekitarnya masih ada kasta-kastaan gitu juga, tapi kayaknya sih gak sampe harus punya anak cowok gitu..justru disana cewek dibeli sangat mahal
Oh, baru tahu kalo ini ternyata kumcer
eh fer, gw malah rada nggak demen sama masakan india terutama yg berbau2 kare XD #salahfokus duh belum pernah baca bukunya divakaruni nih, tapi kayaknya satu jenis dengan jhumpa lahiri ya... oiya emang bener lho,org india demen banget mengadu nasib ke amerika hehehe...
kumpulan cerita pendek ya? menarik nih.. jadi pengen coba baca :)
wah kumpulan cerpen ya? asyik, pengen baca juga ah. divakaruni itu pinter banget membuat cerpen cerpen sederhana tapi mengena :D
ini juga masuk wishlistku nih
Ini yang bukunya sempat ketinggalan di shuttle-bus ya...
@Lala, Alvina, Hanifah, Bzee: iya.. aku juga baru tau pas mau beli kalo ini kumcer. buku Divakaruni lama yang baru diterbitin sama gramedia *entah kenapa lama sekali*
@Indah: hehehe... yang ternyata ketinggalan di mobil sendiri, bukan di bis
@Lina: semoga bisa dicoret dari wishlist
@Astrid: jadi kita gak bisa kopdar di resto india dong?
@Essy: emang kadang gemes kalo baca cerita soal kasta, diskriminasi gini ya...
Post a Comment