Hujan dan
Teduh
Wulan Dewatra
Gagas Media
- Cet. IV, 2011
250 hal
(pinjam sama pepito)
Cerita pertama, saat Bintang duduk di bangku SMA di Bandung. Hubungannya dengan
teman sebangkunya, Kaila, terbilang sangat akrab. Suatu hari, saat mengerjakan
tugas di rumah Kaila, Bintang harus menginap. Dan, tercetuslah sebuah pengakuan
dari bibir Kaila, bahwa ia menyukai Bintang lebih dari sekedar teman. Gayung
bersambut, Bintang membalas perasaan Kaila. Sejak itu, dimulailah hubungan
diam-diam. Mereka berdua berlaku normal di depan keluarga dan teman-teman.
Sama-sama punya pacar dan saling cemburu saat salah satu harus bersama pacar
‘normal’nya.
Rahasia terbongkar karena kecerobohan Kaila,
beredarlah foto-foto mereka berdua.
Bintang lebih kuat menghadapi cemooh teman-teman sekolah. Tapi tidak
dengan Kaila. Kisah bersama Kaila
berakhir tragis, tapi Bintang tetap menyimpan potongan hatinya untuk Kaila.
Cerita kedua, tentang Bintang yang kuliah di
Jakarta. Bintang berkenalan dengan Noval, dan akhirnya menjalin hubungan
sebagai sepasang kekasih. Awalnya Noval begitu perhatian pada Bintang, tapi
lama-lama, Noval jadi posesif. Bintang dilarang macam-macam – sebut saja
dilarang berenang karena banyak cowoknya, padahal renang adalah olahraga
favorit Bintang. Gak boleh pake rok, gak boleh jalan sama cowok lain. Kalau
Bintang melawan sedikit, secara tak sadar, Noval menyakitinya secara fisik.
Noval juga kerap memaksakan keinginannya.
Meskipun demikian, Bintang tak punya keberanian
untuk meninggalkan Noval. Hubungan mereka lambat laun jadi dingin.
Wah, udah lama gak baca buku romance begini,
ternyata lumayan untuk selingan. Sehari selesai, dan ceritanya juga oke lah.
Buku ini jadi juara I dalam lomba penulisan 100% Roman Asli Indonesia yang
diselenggarakan oleh Gagas Media. Temanya, tentu saja tentang cinta. Tapi, yang
membuatnya jadi menarik adalah pelakunya, dan dengan siapa percintaan itu
terjadi. Ada dua cerita yang selang-seling, dengan setting waktu yang berbeda.
Buat gue, mengangkat tema percintaan seperti ini
cukup berani, meskipun jaman sekarang udah bukan suatu rahasia kali ya.
Ada satu yang ‘ganggu’ dan ngeselin… endingnya
itu, lho. Mengakhiri cerita dengan pertanyaan yang ‘menggantung’ itu bikin
kesel pembaca… tau gak?! :D Gue sampai
berpikir, apa ada halaman yang sobek, atau hilang. Tapi, gak ternyata… Yah,
tapi, it’s oke lah, daripada dilanjutin kalimatnya malah bikin ceritanya lebih
klise lagi…
2 comments:
temanya memang berani banget ya mbak untuk ukuran novel Indonesia, hehe. Aku juga nggak suka cerita yang gantung.. kayaknya kita disuuh nebak-nebak sendiri akhirannya gimana
hi maya :)..
iya, ending yang gantung itu ngeselin.. kecuali kali emang buku itu mau dilanjutin
Post a Comment