Murder on the Orient Express
(Pembunuhan di Orient Express)
Agatha Christie @ 1920
GPU – Cet, VIII, Juli 2007
(Pembunuhan di Orient Express)
Agatha Christie @ 1920
GPU – Cet, VIII, Juli 2007
Hercule Poirot, si detektif bertubuh mungil, berkepala bulat telur dengan kumis melintang dan sangat apik, menolak orang yang meminta pertolongannya, hanya gara-gara dia gak suka sama wajah si orang itu. Dan, malamnya, orang itu ditemukan tewas.
Hercule Poirot sedang dalam perjalanan kembali ke London menggunakan kereta api Orient Express. Seperti biasa, Poirot mengamati semua penumpang yang ada di kereta itu. Ia menilai karakter masing-masing orang dari pengamatan sekilasnya itu.
Orang yang meminta pertolongannya bernama Ratchett, seorang pengusaha asal Amerika. Kematian Rachett cukup menimbulkan kegemparan di kereta itu. Apalagi saat itu, kereta Orient Express terjebak dalam badai salju dan tak bisa jalan.
Untung di dalam kereta itu ada Poirot dan seorang dokter bernama Dokter Constantine yang membantu menyelidiki dan menganalisa kejadia mengerikan di kereta itu. Dari hasil analisa, kemungkinan pelakunya kidal, tapi koq ada juga yang diperkirakan pakai tangan kanan. Direktur kereta api, berpendapat, bisa jadi pelakunya perempuan yang sangat marah, yang katanya kalo lagi emosi, jadi sangat bertenaga.
Satu per satu penumpang dipanggil untuk diwawancara – di antaranya pelayan dan sekretaris Rachett, seorang perempuan bernama Mrs. Hubbard yang selalu menyebut-nyebut ‘Putri saya’ dalam setiap percakapannya, pasangan ningrat asal Hongaria – Count dan Countess Andrenyi, bangsawan asal Rusia – Putri Dragomiroff yang katanya berwajah seperti kodok beserta pelayannya, Hildegarde Schmidt, seorang guru asal Inggris, Mary Debenham, yang dicurigai karena percakapannya dengan Kolonel Arbuthnot dan orang Italia bernama Antonio Foscarelli.
Dengan rapi, Poirot menyusun hasil wawancara, mencocokkan alibi mereka dengan perkiraan waktu kejadian, mengamati sikap mereka yang luput dari pemeriksa yang lain. Sekecil apa pun itu, Poirot bisa menemukan fakta yang tersembunyi, yang cukup mengejutkan.
Setelah sekian lama, akhirnya baca Agatha Christie lagi. Perkenalan pertama dengan tante Agatha ini dari buku papa yang judulnya ‘Tirai’. Terus, sempet koleksi deh, ehhh.. dipinjem.. gak balik. Akhirnya, malah ada beberapa yang dikasih ke sodara-sodara. Favorit gue adalah 10 Anak Negro. Bikin merinding. Satu hari, gue sekeluarga lagi liburan di Puncak, nginep di villa gitu deh. Nah, pas malemnya ada film akhir pekan, setting-nya di pedesaan di Indonesia, ceritanya mirip dengan cerita 10 Anak Negro ini. Gue langsung merinding, karena setting di film itu sama dengan tempat gue waktu itu. Sepi, terus tokoh penjaga villa yang misterius, yang kalo di awal pasti jadi tertuduh utama. Hiiii….
Gue lebih suka cerita yang tokohnya Hercule Poirot dibanding Miss Marple. Mungkin karena sosoknya yang lucu itu, caranya menyelidiki dan menganalisa kasus dengan ‘sel-sel kelabu’nya itu.
Tapi, gue rada gak ‘puas’ nih dengan ending cerita di buku Murder on the Orient Express. Seperti biasa sih, pembunuhnya orang yang tampak baik, gak disangka-sangka, tapi di buku ini, kenapa nyaris semua penumpang ada hubungannya dengan si korban. Ini yang bikin gue jadi rada gak puas. Semua ternyata punya kedok, dan yang pasti emang punya potensi untuk jadi pembunuh.
Hercule Poirot sedang dalam perjalanan kembali ke London menggunakan kereta api Orient Express. Seperti biasa, Poirot mengamati semua penumpang yang ada di kereta itu. Ia menilai karakter masing-masing orang dari pengamatan sekilasnya itu.
Orang yang meminta pertolongannya bernama Ratchett, seorang pengusaha asal Amerika. Kematian Rachett cukup menimbulkan kegemparan di kereta itu. Apalagi saat itu, kereta Orient Express terjebak dalam badai salju dan tak bisa jalan.
Untung di dalam kereta itu ada Poirot dan seorang dokter bernama Dokter Constantine yang membantu menyelidiki dan menganalisa kejadia mengerikan di kereta itu. Dari hasil analisa, kemungkinan pelakunya kidal, tapi koq ada juga yang diperkirakan pakai tangan kanan. Direktur kereta api, berpendapat, bisa jadi pelakunya perempuan yang sangat marah, yang katanya kalo lagi emosi, jadi sangat bertenaga.
Satu per satu penumpang dipanggil untuk diwawancara – di antaranya pelayan dan sekretaris Rachett, seorang perempuan bernama Mrs. Hubbard yang selalu menyebut-nyebut ‘Putri saya’ dalam setiap percakapannya, pasangan ningrat asal Hongaria – Count dan Countess Andrenyi, bangsawan asal Rusia – Putri Dragomiroff yang katanya berwajah seperti kodok beserta pelayannya, Hildegarde Schmidt, seorang guru asal Inggris, Mary Debenham, yang dicurigai karena percakapannya dengan Kolonel Arbuthnot dan orang Italia bernama Antonio Foscarelli.
Dengan rapi, Poirot menyusun hasil wawancara, mencocokkan alibi mereka dengan perkiraan waktu kejadian, mengamati sikap mereka yang luput dari pemeriksa yang lain. Sekecil apa pun itu, Poirot bisa menemukan fakta yang tersembunyi, yang cukup mengejutkan.
Setelah sekian lama, akhirnya baca Agatha Christie lagi. Perkenalan pertama dengan tante Agatha ini dari buku papa yang judulnya ‘Tirai’. Terus, sempet koleksi deh, ehhh.. dipinjem.. gak balik. Akhirnya, malah ada beberapa yang dikasih ke sodara-sodara. Favorit gue adalah 10 Anak Negro. Bikin merinding. Satu hari, gue sekeluarga lagi liburan di Puncak, nginep di villa gitu deh. Nah, pas malemnya ada film akhir pekan, setting-nya di pedesaan di Indonesia, ceritanya mirip dengan cerita 10 Anak Negro ini. Gue langsung merinding, karena setting di film itu sama dengan tempat gue waktu itu. Sepi, terus tokoh penjaga villa yang misterius, yang kalo di awal pasti jadi tertuduh utama. Hiiii….
Gue lebih suka cerita yang tokohnya Hercule Poirot dibanding Miss Marple. Mungkin karena sosoknya yang lucu itu, caranya menyelidiki dan menganalisa kasus dengan ‘sel-sel kelabu’nya itu.
Tapi, gue rada gak ‘puas’ nih dengan ending cerita di buku Murder on the Orient Express. Seperti biasa sih, pembunuhnya orang yang tampak baik, gak disangka-sangka, tapi di buku ini, kenapa nyaris semua penumpang ada hubungannya dengan si korban. Ini yang bikin gue jadi rada gak puas. Semua ternyata punya kedok, dan yang pasti emang punya potensi untuk jadi pembunuh.
9 comments:
Agak lupa dengan kisah ini. Kayaknya aku nonton filmnya duluan, trus baru baca bukunya. Serem sih kalo membayangkan para pelaku bisa dengan sadisnya menikamkan pisau ke tubuh korban. Makanya jadi gak terlalu suka.
Hehehe.. Aku terkecoh banget sama buku ini.. Sempet ngira kalo semua penumpang adalah pembunuhnya, hehe.. Ketipu lagi deh sama tante agatha..
Banyak yg ngomongin Tirai ya? kayaknya fenomenal itu novel. Btw Murder in OE ini adalah 3 karya AC yng paling laris di pasaran. Btw lagi, aku kok malah lebih suka Miss Marple dibanding Poirot ya gegege
gue juga lebih suka sama Poirot!kalo versi modernnya mungkin rada mirip sama Monk ya =p gue lumayan suka sama buku ini sih, soalnya endingnya rada sensasional. trus gara2 buku ini jd penasaran sama orient express, dan ternyata harga asli tiketnya mahal bangeeeet =p
Jadi maksudnya semua bisa jadi pelaku dan ceritanya susah ditebak? Hehe.
Aku blm pernah baca AC jadi ga bisa bandingin sih.. :D
ini favorit saya nih :)
karya AC yang jadi favorit saya nih :)
wahhhh...baca kisah Poirot ini jaman duluuu banget, waktu masih muda, hehe...
@Tjut Riana: hehehe.. sama mbak.. pertama baca AC juga waktu masih 'muda'
@Membaca Buku: banyak nih yang jadiin Murder on OE favoritnya nih
@Okeyzz: betulll.. semua punya alibi yang oke, tapi semua punya motif untuk jadi pembunuh.
@Astrid: *toss* sama lebih suka Poirot. Entah kenapa, kalo Miss Marple rada membosankan.. Menurut saya lhooooo
@Dion: mungkin karena Tirai buku terakhir ya, di sini Poirot juga diceritakan udah tua.
@Annisa: tante Agatha emang pinter mengecoh. yang keliatan jahat belum tentu pelakunya.
@Fanda: lupa.. film AC apa aja yang udah aku liat.
Post a Comment