The Girl on The Train
Paula Hawkins @ 2015
Inggrid Nimpoeno (Terj.)
Noura Books – Cet. I Agustus 2015
430 hal.
Sebelumnya, mohon ma’af, kalau
review ini terkesan terburu-buru dan seadanya, dan mohon maaf juga untuk
Santa-ku yang pastinya udah nunggu-nunggu dari kemarin-kemarin.
Setiap hari, Rachel menggunakan
kereta api untuk membawanya beraktivitas. Dalam perjalanan, ia akan menikmati
pemandangan dari balik jendela. Ia bahkan sering berkhayal tentang kehidupan
orang-orang yang ia lihat dari balik jendela itu. Ia akan menciptakan kehidupan
sendiri, dengan tokoh-tokoh yang ia beri nama. Tampak normal saja bukan?
Tapi, jika dibaca lebih lanjut, ada
yang salah dengan Rache. Setiap hari ia akan seolah-olah pergi ke kantor, tapi
sesungguhnya ia pergi tanpa tujuan. Paling-paling tujuan akhirnya adalah ke
sebuah bar, atau ke mini market membeli minuman keras. Ia akan luntang-lantung
seharian, lalu kembali ke rumah saat jam pulang kerja. Semua ini dilakukan agar
temannya seapartemennya tidak tahu kalau ia sudah dipecat dari kantornya.
Kehidupan pribadi Rachel memang
kacau balau, pernikahannya gagal, tak punya pekerjaan dan kerjanya setiap hari
hanya mabuk.
Ada satu rumah yang ia perhatikan
secara khusus – rumah pasangan suami istri yang ia beri nama Jess dan Jason.
Dan suatu hari, ada berita bahwa seorang perempuan bernama Megan menghilang
dari rumah. Rachel merasa hilangnya Megan ini ada hubungan dengan menghilangnya
juga Jess dari pengamatan ia setiap hari. Dengan maksud ingin membantu Scoot
a.ka Jason yang suami Megan ini, maka Rachel pun datang ke polisi.
Tapi, siapa yang percaya dengan
Rachel. Ia sendiri dilaporkan membuat onar di rumah mantan suaminya yang
berjarak tak jauh dari kediaman Scott dan Megan. Rachel sendiri juga tak
sepenuhnya ingat apa yang dia alami di malam menghilangnya Megan. Yang ia tahu,
ia terbangun di kamar apartemennya dengan kepala terluka dan darah di
tangannya.
Jika pernah membaca Gone Girl atau
Before I Go to Sleep, maka buku ini juga akan membuat kita emosi – entah bersimpati
atau bahkan kesal dengan tokoh utamanya. Gue dibuat bolak-balik penasaran, tapi
cenderung kesal dengan tokoh Rachel. Pemabuk, gak jelas kehidupannya kaya’
gimana, tapi end up-nya juga justru jatuh kasihan.
Tokoh-tokohnya juga cenderung
bermuram durja semuanya. Novel ini diceritakan bergantian antara 3 tokoh
perempuan di dalam buku ini, Rachel, Megan dan juga Anna – istri baru dari
mantan suami Rachel.
Dari awal, pembaca seolah digiring
untuk percaya apakah benar Rachel terlibat dalam menghilangnya Megan. Mengingat
obsesinya atas pasangan suami istri itu.
Kalau mau dibandingin sama Gone Girl
dan Before I Go to Sleep, Gone Girl tetap juaranya. Gak ada yang lebih sakit
jiwa dibandingkan tokoh di dalam Gone Girl.
Dan sekarang waktunya menebak sang Santa.
Who is my Santa anyway ? Jujur baru kali ini aku ikutan Secret Santa dan dapet
riddle yang luar biasa bikin pusing …. Aku sampe beli buku Edgar Allan Poe,
demi memecahkan riddle dari Secret Santa-ku. Tapi … mohon ma’af beribu-ribu ma’af
…. Sampai detik ini, aku masih gak bisa menebak siapa dia ….
Tapi, terima kasih untuk buku yang
bagus ini … review Project Rosie coming soon ya …
Terima kasih juga untuk Divisi Event
… sekali lagi mohon ma’af atas keterlambatannya.
2 comments:
Wah, mengaduk emosi ya? Pahal termasuk salah satu books-to-read tahun ini nih. Diriku agak kuatir kalo baca buku dengan tipe emosi diaduk bgini, suka sedih :D
Kalo Gone Girl aku pernah nonton film-nya, baca novelnya belum. Memang dari film-nya aja aku gak ngerti apa maunya si tokoh utama. Tapi dia benar2 sakit jiwa banget kayaknya. Ngeri kalo ketemu org kayak gitu. Sekali sakit hati pd seseorang, kejam!
Post a Comment