Hujan
Tere Liye
GPU – Januari 2016
320 Hal.
Suatu pagi yang tampak normal …
seorang anak yang bangun kesiangan, ibu yang terlambat bekerja karena harus
mengantar anaknya ke sekolah dulu, kesibukan biasa di pagi hari … orang-orang
yang berangkat bekerja, anak-anak semangat sekolah setelah liburan.
Pagi, ketika dunia dihebohkan dengan
kelahiran penduduk ke 10 milyar. Dunia tahun 2042, dengan peralatan yang serba
canggih – jam digital yang ditanam di kulit, telepon seluler yang menempel
seperti anting-anting, kendaraan super cepat dan semua fasilitas canggih
lainnya.
Tapi, dalam hitungan detik, semua
fasilitas canggih itu lumpuh, ketika gempa bumi yang sangat dasyat terjadi.
Gempa bumi yang menghancurkan dua benua. Lail, gadis berusia 13 tahun, langsung
kehilangan ayah dan ibunya. Beberapa menit sebelumnya, ia masih bercanda lewat
telepon dengan ayahnya yang berkerja di negara lain, ia masih menggandeng
tangan ibunya, yang menemaninya berangkat ke sekolah.
Lail diselamatkan oleh seorang anak
laki-laki bernama Esok, yang juga kehilangan 4 orang kakaknya dalam bencana
itu. Ibu dan kakak esok terkubur di reruntuhan kereta bawah tanah.
Sejak hari itu, Esok menjadi sosok
penting dalam hidup Lail. Esok yang selalu menemani Lail, hingga mereka
berpisah ketika Esok diangkat menjadi anak asuh Wali Kota setempat. Esok yang
cerdas sibuk dengan proyek rahasianya, Lail dan Maryam – sahabat barunya, sibuk
dengan sekolah perawat dan kegiatan sebagai sukarelawan.
Sementara itu, iklim di bumi berubah
drastis. Salju tiba-tiba turun di negara subtropis, disusul musim panas yang
tanpa akhir.
Cover novel dengan warna biru
favorit gue ini, jadi pilihan gue ketika tanpa tujuan mondar-mandir di
Gramedia. Judulnya yang pas banget dengan musim saat ini. Bercerita tentang
seorang gadis, yang masih muda, penuh semangat, tapi justru di dalamnya
menyimpan begitu banyak kesedihan, sampai-sampai ia datang sebuah tempat di
mana ia ingin membuang semua kenangan-kenangan pahitnya.
Kisah persabatan Esok dan Lail disajikan
begitu mengalir. Kisah romance rasa science-fiction … Tentang persahabatan,
tentang perjuangan dan juga tentang belajar menerima. Kadang kenangan itu
memang gak selamanya harus manis dan indah kan … tapi tinggal gimana kita
menerimanya …
Tapi ya, biasa deh, pasangan Esok
dan Lail ini yang kadang bikin gemes kalo baca novel … antara mau-mau, tapi gak
mau .. antara mau tahu, tapi malu dan gak enak. Gue malah lebih suka tokoh
Maryam, si gadis berambut kribo, yang selalu penuh semangat dan ceria,
mengimbangi Lail yang kadang suka ngelamun ini.
Marilah kita berkhayal tentang bumi
dengan kendaraan yang bisa terbang, dan semua yang serba digital – dengan satu
kartu, berguna untuk semua fasilitas. Tapi .. minus musim panas tanpa henti,
langit tanpa awan, dan hujan yang mungkin gak akan pernah turun lagi.
Tapi ya, dari Tere Liye ini demen banget mengambil latar belakang bencana ya? Di Hafalan Sholat Delisa - ada tsunami Aceh, lalu Sunset Bersama Rosie, ada peristiwa Bom Bali. Dan yang ini gempa bumi ...
Tapi ya, dari Tere Liye ini demen banget mengambil latar belakang bencana ya? Di Hafalan Sholat Delisa - ada tsunami Aceh, lalu Sunset Bersama Rosie, ada peristiwa Bom Bali. Dan yang ini gempa bumi ...
2 comments:
udah baca juga buku ini. :D maryam emang tengil tapi bikin suasana jadi seru, hehe :D aku ngebayangin pas Lail dan Maryam lari di tengah hujan buat ngasih peringatan bencana, bener2 heroik.
Buku ini keren banget. Ngajak memainkan ilusi dengan kemajuan teknologi di tahun yang belum dilalui. Ditambah kisah kemanusiaan yang selalu mengena khas Tere Liye.
http://hapudin.blogspot.co.id/2016/02/buku-hujan-by-tere-liye.html
Post a Comment