(Bukan Review) – Snow
Orhan
Pamuk @ 2004
Berliani
M. Nugrahani (Terj.)
Penerbit
Serambi – Cet. I, April 2008
731
hal.
Pertama… mau minta ma’af dulu, ini bukan review,
karena saya belum selesai baca buku ini. Tapi, ya, boleh lah, memberikan kesan
dan pesan selama membaca 200 halaman dari buku ini.
Buku ini sudah saya miliki sejak tahun 2008, saya
inget banget tuh, waktu ada acara Kubugil di Café mmm… Café apa ya? (Om Tan..
inget gak nama tempatnya apa?), ada salah satu tamu yang minta tanda tangan
Antie di buku ini.
Biasa deh, beli buku ini karena ikut-ikutan aja,
padahal saya tau banget kalo buku ini akan jadi salah satu penghuni timbunan
yang entah kapan akan saya abaca.
Saat BBI mengadakan baca bareng buku-buku
pemenang hadiah Nobel, terus terang saya bingung mau baca buku apa, gak yakin
punya buku dari pemenang hadiah Nobel. Setelah browsing dan liat daftarnya…
ternyata, Orhan Pamuk pernah jadi pemenang Nobel Sastra tahun 2006. Oke.. di
antara pilihan baca Maharani – Pearl S. Buck atau Snow, saya memilih baca Snow.
Karena sebelumnya pernah baca beberapa lembar, dan seinget saya, saya suka
bacanya.
Tapi, oh, tapi… ternyata, saat baca ulang ini,
saya tak tahan. Hehehe… dari judulnya aja mungkin sudah berpengaruh. Yang ada
rasanya ikutan membeku karena dinginnya kota Kars. Tokohnya muram dan sampai di
halaman 200, saya masih belum bisa ‘mengenali’ tokoh Ka, si penyair dalam buku
ini. Mau baca buku lain, udah gak keburu…
jadilah… hanya ini yang bisa saya buat.
Gak bisa cepet untuk baca buku ini, karena
alurnya yang memang lambat. Entah kenapa tiba-tiba banyak banget timbunan,
entah itu buku pinjeman dari teman-teman BBI, buku yang nyewa di Reading Walk,
buku hadiah… dan tentu saja buku yang dibeli karena ‘kalap’.
Well.. ini sekilas tentang Orhan Pamuk:
Orhan Pamuk, seorang novelis asal Turki. Beberapa
novelnya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia – selain Snow,
adalah My Name is Red dan The White Castle.
Karya Pamuk, terbilang kontroversial. Coba liat
Snow yang membahas masalah hukum-hukum di dalam Islam, dan bagaimana dunia
Barat (modern) menjadi ‘kiblat’ dalam kehidupan masyarakat Turki. Dalam buku
Snow, diceritakan bahwa Ka berusaha menyelediki kasus bunuh diri yang marak
terjadi di kalangan wanita muda di kota Kars. Bunuh diri adalah hal yang sangat
ditentang dalam Islam. Belum lagi, dibahas pelarangan pemakaian jilbab di
sekolah-sekolah. Ada rasa tertekan di antara para wanita muda, apakah mengikut
pemerintah atau tetap dengan aturan agama yang mereka percaya.
Pamuk juga pernah mendapatkan tuduhan-tuduhan kriminal
karena membela rakyat etnis Kurdi. Pernyataannya dianggap menghina pemerintah.
Berikut sinopsis Snow (via goodreads):
Salju mulai
turun ketika seorang wartawan dan penyair bernama Ka tiba di Kars, sebuah kota
kecil di perbatasan Turki.
Diawali keinginannya untuk menyelidiki kasus bunuh diri yang semakin mewabah di kalangan wanita muda kota itu, juga hasrat untuk menemukan cinta masa lalunya, tanpa sadar Ka terseret di dalam gejolak kemelut Kars. Konflik antargerakan Islam, pertikaian antara agama dan sekularisme, serta aparat penguasa yang bertindak sewenang-wenang hanyalah segelintir persoalan di tengah gunung es masalah di kota yang terisolasi selama berkecamuknya badai salju yang ganas itu.
Snow adalah sebuah kisah tentang kesulitan yang dihadapi oleh sebuah bangsa yang terbelah antara tradisi, agama, dan modernisasi. Di tangan Pamuk, seluruh permasalahan itu tersaji menjadi sebuah kisah thriller politik yang mencekam dan meninggalkan kesan mendalam