Puteri Sirkus dan Penjual Dongeng
Jostein Gaarder
A. Rahartati Bambang (Terj.)
Penerbit Mizan - Cet. I, Maret 2006
Petter, si Laba-Laba, adalah seorang anak laki-laki yang bisa dibilang penyendiri. Ia adalah anak yang kritis, cerdas dan unik. Petter lebih senang melihat teman-temannya bermain dibanding ikut dalam bermain bersama mereka. Dia akan menciptakan permainannya sendiri dengan imajinasinya, yang menurutnya lebih mengasyikkan. Jika teman-temannya bermain koboi-koboian, maka Petter akan menciptakan suasana jaman koboi masih berjaya lengkap dengan orang-orang Indian dan desingan peluru serta derap kaki kuda.
Sikap kritisnya ditunjukkan lagi ketika ia mendengar radio atau menonton televisi. Petter memberi masukkan program-program yang bisa membuat radio atau televisi menjadi lebih baik dan lebih menarik.
Setelah dewasa, Petter masih tetap menulis cerita yang berkelebat di kepalanya. Imajinasinya semakin berlimpah, sampai ia merasa tidak lagi bisa mengendalikannya. Tapi, Petter lebih memilih berada di ‘belakang layar’, dan dia menjual cerita-ceritanya pada penulis yang mengalamai ‘writer’s block’, hingga akhirnya terbentuklah ‘Writers’Aid’
Tapi, suatu hari, sampailah semuanya di satu titik, ketika jaring yang diciptakan Petter malah menjadi jebakan baginya. Ketika perbuatan Petter mulai tercium di kalangan perbukuan, Petter harus segera mengambil keputusan sebelum terjerat lebih jauh, di antara para penulis yang merasa popularitas mereka terancam. Dan justru di masa-masa ini, Petter menemukan sebuah titik yang menghubungkan masa kini dan masa lalunya. Tak disangka-sangka pula, salah satu dongengnya tentang Putri Sirkus, Panina Manina, membawanya menemukan sebuah teka-teki yang sempat memutuskan hubungannya dengan satu-satunya wanita yang pernah ia cintai. Cerita-cerita Petter seolah menggambarkan perjalanan hidupnya.
Seperti novel-novel sebelumnya, lagi-lagi Jostein Gaarder menampilkan sosok misterius yang menjadi teman tokoh utama, kali ini sosok misterius itu adalah Lelaki Semeter.
Jostein Gaarder menampilkan kisah dengan gaya ‘ke-aku-an’. Menggambarkan Petter yang ‘menulis kembali’ kisah hidupnya - kisah masa kecilnya, kisah cintanya, dongeng-dongeng yang menakjubkan sampai bagaimana akhirnya ia terlibat dalam dunia perbukuan. Pembaca akan digiring ke rasa ingin tahu untuk mendapatkan jawaban bagimana nasib Petter di tangan para penulis-penulis yang pernah ia ‘bantu, atau justru bagaimana nasib para penulis di tangan Petter. Jawaban yang tak terduga muncul di akhir cerita.
Jostein Gaarder kembali memadukan antara realitas dan fantasi. Filosofi hidup disajikan dengan sederhana, dengan cara yang tidak perlu membuat kening pembacanya berkerut atau bosan. Novel Jostein Gaarder kali ini rasanya lebih ringan dan lebih ‘membumi’ dibanding Dunia Sophie atau Misteri Soliter.
Yah, terus terang sih, gak semua karya Jostein Gaarder ‘sanggup’ gue nikmati – bahkan Dunia Sophie masih entah berapa kali dibaca lalu ditinggalkan, hanya bertahan beberapa halaman saja. (#promisetomyself: baca Dunia Sophie sampai tuntas!).
Jostein Gaarder
A. Rahartati Bambang (Terj.)
Penerbit Mizan - Cet. I, Maret 2006
Petter, si Laba-Laba, adalah seorang anak laki-laki yang bisa dibilang penyendiri. Ia adalah anak yang kritis, cerdas dan unik. Petter lebih senang melihat teman-temannya bermain dibanding ikut dalam bermain bersama mereka. Dia akan menciptakan permainannya sendiri dengan imajinasinya, yang menurutnya lebih mengasyikkan. Jika teman-temannya bermain koboi-koboian, maka Petter akan menciptakan suasana jaman koboi masih berjaya lengkap dengan orang-orang Indian dan desingan peluru serta derap kaki kuda.
Sikap kritisnya ditunjukkan lagi ketika ia mendengar radio atau menonton televisi. Petter memberi masukkan program-program yang bisa membuat radio atau televisi menjadi lebih baik dan lebih menarik.
Setelah dewasa, Petter masih tetap menulis cerita yang berkelebat di kepalanya. Imajinasinya semakin berlimpah, sampai ia merasa tidak lagi bisa mengendalikannya. Tapi, Petter lebih memilih berada di ‘belakang layar’, dan dia menjual cerita-ceritanya pada penulis yang mengalamai ‘writer’s block’, hingga akhirnya terbentuklah ‘Writers’Aid’
Tapi, suatu hari, sampailah semuanya di satu titik, ketika jaring yang diciptakan Petter malah menjadi jebakan baginya. Ketika perbuatan Petter mulai tercium di kalangan perbukuan, Petter harus segera mengambil keputusan sebelum terjerat lebih jauh, di antara para penulis yang merasa popularitas mereka terancam. Dan justru di masa-masa ini, Petter menemukan sebuah titik yang menghubungkan masa kini dan masa lalunya. Tak disangka-sangka pula, salah satu dongengnya tentang Putri Sirkus, Panina Manina, membawanya menemukan sebuah teka-teki yang sempat memutuskan hubungannya dengan satu-satunya wanita yang pernah ia cintai. Cerita-cerita Petter seolah menggambarkan perjalanan hidupnya.
Seperti novel-novel sebelumnya, lagi-lagi Jostein Gaarder menampilkan sosok misterius yang menjadi teman tokoh utama, kali ini sosok misterius itu adalah Lelaki Semeter.
Jostein Gaarder menampilkan kisah dengan gaya ‘ke-aku-an’. Menggambarkan Petter yang ‘menulis kembali’ kisah hidupnya - kisah masa kecilnya, kisah cintanya, dongeng-dongeng yang menakjubkan sampai bagaimana akhirnya ia terlibat dalam dunia perbukuan. Pembaca akan digiring ke rasa ingin tahu untuk mendapatkan jawaban bagimana nasib Petter di tangan para penulis-penulis yang pernah ia ‘bantu, atau justru bagaimana nasib para penulis di tangan Petter. Jawaban yang tak terduga muncul di akhir cerita.
Jostein Gaarder kembali memadukan antara realitas dan fantasi. Filosofi hidup disajikan dengan sederhana, dengan cara yang tidak perlu membuat kening pembacanya berkerut atau bosan. Novel Jostein Gaarder kali ini rasanya lebih ringan dan lebih ‘membumi’ dibanding Dunia Sophie atau Misteri Soliter.
Yah, terus terang sih, gak semua karya Jostein Gaarder ‘sanggup’ gue nikmati – bahkan Dunia Sophie masih entah berapa kali dibaca lalu ditinggalkan, hanya bertahan beberapa halaman saja. (#promisetomyself: baca Dunia Sophie sampai tuntas!).
5 comments:
jadi filosofinya sebenarnya tentang apa Fer? Ini baca baru atau posting daur ulang? Kirain mau daur ulang Bibbi Bokken tadi...
wah, buat diikutin di lombar Gaarderfest ya mbak.
aku buku JG baru pny 3, yg ini aku blm punya, jd pgn cari kali aja msh ada :)
eh mbak Fer, blogku kok blm ada di list blog scroll-mu? hiks :(
ini tebalnya berapa halaman tante ?
yahahaha sama :D Dunia Sophie udah nyampe tiga kali ngulang masih aja jalan ditempat, gg selese2 :3
@Fanda: sejujurnya aku *lupa* :D apa filosofinya.
@BuntelanKata: hehehe, ma'af ya. nih aku tambahin :)
@Fiction's World: ini gak tebel koq. kira2 setebel yang Bibbi Boken.
Post a Comment