Wednesday, August 24, 2011

Presiden Prawiranegara

Presiden Prawiranegara:
Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia

Akmal Nasery Basral
Mizan Pustaka, Cet. I – Maret 2011
370 hal.

Mungkin tak banyak yang tahu, atau menyadari, bahwa Republik Indonesia pernah dipimpin oleh seorang ‘presiden’ bernama Syafruddin Prawiranegara. Yah, jujur sih… gue aja baru nyadar sekarang.. hehehe…

November 1948, mungkin awal mula dari sejarah ini. Ketika Bung Hatta menjemput Syafruddin Prawiranegara yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, untuk segera berangkat ke Bukittinggi. Bukittinggi adalah salah satu wilayah di Indonesia yang tidak termasuk dalam negera federal. Beliau terpaksa meninggalkan istri dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil di Yogyakarta. Meskipun menjabat sebagai menteri, tapi kehidupan beliau dan keluarga begitu sederhana. Istri beliau bahkan harus berjualan sukun goreng demi menyambung hidup kala Syafruddin bertugas di Bukittinggi.

Beliau pun akhirnya ‘terjebak’ di Bukittinggi. Bulan Desember 1949, kemerdekaan Indonesia baru berumur 4 tahun. Tapi, rupanya Belanda masih aja ‘penasaran’. Terikat perjanjian yang isinya Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia, ternyata tidak membuat Belanda mundur. Ternyata mereka melakukan serangkaian serangan yang membuat Republik Indonesia kembali berada dalam keadaan genting.

Yogyakarta, kala itu yang menjadi ibukota Indonesia, sudah tidak aman. Rapat darurat diadakan. Jenderal Sudirman, dalam keadaan sakit parah, memilih untuk melakukan perang gerilya. Sampai akhirnya Bung Karno, Bung Hatta dan beberapa orang lainnya dikenakan tahanan rumah, dan kemudian diasingkan ke Bangka.

Untuk menjaga agar Indonesia ‘tetap ada’ dan jangan sampai pemerintahan lumpuh, pejabat pemerintahan di Bukittinggi akhirnya membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia, dengan Mr. Syafrudding Prawiranegara sebagai ketuanya. Keadaan yang tidak aman, memaksa anggota PDRI untuk melakukan perjalanan, berpindah-pindah tempat, melewati hutan rimba. Semua demi menjalankan roda pemerintahan Indonesia.

Kisah lain yang memberi ‘warna’ pada buku ini adalah kisah si Kamil Koto, mantan copet yang akhirnya insyaf, dan ikut dalam perjalanan Syafruddin sebagai tukang pijat. Melalui berbagai kesempatan berbincang dengan Syafruddin, Kamil menemukan banyak hal – selain mendapat jodoh - yang membuatnya menjadi manusia yang lebih b aik pada akhirnya. Tak hanya itu, lewat perbincangan ini pula, kehidupan masa kecil Syafruddin terungkap.

Tapi sayang, di masa-masa Orde Baru, justru peran Syafruddin seolah terlupakan. Ia dianggap tokoh yang berseberangan dengan pemerintah kala itu. Gue sih gak ngerti politik (dan kadang gak mau tau), tapi, ada bagusnya juga kalo para pejabat pemerintahan sekarang nih, baca buku ini.

O ya, satu bagian yang ‘mencuri perhatian’, adalah ketika Bung Karno dan Bung Syahrir ditempatkan di dalam satu rumah saat di pengasingan, Bung Syahrir marah-marah karena Bung Karno yang katanya ‘pandir’ dan ‘bodoh’.

4 comments:

Review Buku said...

Sssstttt, bukan cuma Syafruddin lho yang dilupakan.

Oky said...

Bisa coba diperjelas lagi ga maraha2nya Bung Syahrir ke Bung Karno? Saya males baca tapi penasaran *disepak*

ferina said...

@Review Buku:hehehe.. masih banyak ya yang 'dilupakan'?

@okeyzz: wahh... lupa kalimat pastinya gimana? ntar... copy paste dulu dari blog-nya Om Tan.. kaya'nya ada :D

Evitasdesign said...

Hallo, website yang bagus n penuh ilmu. saya mau share tentang artikel Desain Grafis, Cover Buku, Desain Brosur, dan info tentang perkembangan dunia grafis

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang