Anak-Anak Langit
Mohd. Amin MS @ 2011
Alvabet, Cet. 1- Juli 2011
494 Hal.
Simuh, termasuk salah satu anak yang berprestasi di daerahnya. Dan ia sudah berniat untuk masuk ke sekolah favorit incarannya. Tapi orang tuanya tidak setuju, dengan alasan di sekolah itu banyak warga keturunan Cina. Maklum, di masa lampau pernah ada pertikaian antara warga setempat dengan warga keturunan Cina. Meskipun kejadian itu sudah lama, tapi masih menyisakan trauma di hati penduduk aslinya.
Simuh akhirnya diminta mendaftar ke sebuah pesantren modern binaan pemerintah di Koto Baru. Meski ogah-ogahan, demi menyenangkan orang tua, ia pun mengikuti test tersebut. Dan ternyata, Simuh lulus dan berhasil masuk ke pesantren tersebut.
Mulailah hari-hari Simuh di pesantren itu. Udara dingin menjadi salah satu ujian. Bertemu dengan teman-teman baru yang datang dari berbagai pelosok di daerah Sumatera. Kenakalan-kenakalan khas remaja, disiplin yang ketat, persaingan antar sekolah mewarnai hari-hari mereka selama di pesantren itu.
Banyak orang yang menyebut anak-anak di sekolah ini sebagai anak-anak langit, mereka punya mimpi tapi ternyata setelah lepas dari sana, banyak tak sesuai dengan mimpi mereka.
Selama membaca buku ini, hmmm.. ma’af ya, Pak Mohammad Amin, mau gak mau gue teringat buku sejenis yang udah duluan beredar. Jadi, gue gak merasa ada yang istimewa ketika membaca buku ini. Gue jadi gak semangat baca buku ini, banyak yang akhirnya gue baca dengan sekilas aja. Ma’af ya…. *peace*
Mohd. Amin MS @ 2011
Alvabet, Cet. 1- Juli 2011
494 Hal.
Simuh, termasuk salah satu anak yang berprestasi di daerahnya. Dan ia sudah berniat untuk masuk ke sekolah favorit incarannya. Tapi orang tuanya tidak setuju, dengan alasan di sekolah itu banyak warga keturunan Cina. Maklum, di masa lampau pernah ada pertikaian antara warga setempat dengan warga keturunan Cina. Meskipun kejadian itu sudah lama, tapi masih menyisakan trauma di hati penduduk aslinya.
Simuh akhirnya diminta mendaftar ke sebuah pesantren modern binaan pemerintah di Koto Baru. Meski ogah-ogahan, demi menyenangkan orang tua, ia pun mengikuti test tersebut. Dan ternyata, Simuh lulus dan berhasil masuk ke pesantren tersebut.
Mulailah hari-hari Simuh di pesantren itu. Udara dingin menjadi salah satu ujian. Bertemu dengan teman-teman baru yang datang dari berbagai pelosok di daerah Sumatera. Kenakalan-kenakalan khas remaja, disiplin yang ketat, persaingan antar sekolah mewarnai hari-hari mereka selama di pesantren itu.
Banyak orang yang menyebut anak-anak di sekolah ini sebagai anak-anak langit, mereka punya mimpi tapi ternyata setelah lepas dari sana, banyak tak sesuai dengan mimpi mereka.
Selama membaca buku ini, hmmm.. ma’af ya, Pak Mohammad Amin, mau gak mau gue teringat buku sejenis yang udah duluan beredar. Jadi, gue gak merasa ada yang istimewa ketika membaca buku ini. Gue jadi gak semangat baca buku ini, banyak yang akhirnya gue baca dengan sekilas aja. Ma’af ya…. *peace*
4 comments:
:)) ketawa baca ending ripiunya,,, tapi baca ripiu ini aja udah keliatan ni buku ceritanya hampir mirip dengan buku apa :D
eh ... ak yang baca resensinya aja langsung keinget buku yang terkenal lebih dulu, meskipun baru baca sebab :D
maksudnyayang duluan beredar itu laskarpelangi gitu mbak? hehehehe
Sebenernya, yang aku inget duluan pas baca buku ini bukan Laskar Pelangi (belum baca soalnya), tapi yang Negeri 5 Menara itu lho... :)
Post a Comment