Hafalan Shalat Delisa
Tere LiyePenerbit Republika – Cet. XIII, Februari 2011
270 Hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)
Tere LiyePenerbit Republika – Cet. XIII, Februari 2011
270 Hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)
"Delisa cinta Ummi karena Allah...."
"Delisa cinta Abi karena Allah...."
"Delisa cinta Abi karena Allah...."
Lama gue mendengar tentang novel ini. Mendengar komentar orang yang membaca buku yang mengharu-biru. Tapi, gue belum tergerak untuk membeli, meminjam atau membacanya. Bahkan, setelah dibuat film-nya pun, gue juga belum pengen baca buku yang menuai banyak pujian dan di goodreads.com pun rata-rata memberi bintang 4-5.
Tapi, yang membuat gue akhirnya penasaran dengan buku ini adalah saat dua orang teman di BBI – yang non-muslim, membaca buku ini dan memberi bintang yang tinggi. Wah… ada apa dengan buku ini?
Akhirnya, dari hasil muter-muter tanpa tujuan di Gramedia Plaza Semanggi, gue memutuskan membeli buku ini dan segera membacanya.
Cerita diawali dengan keluguan dan kepolosan sebuah keluarga di pagi hari. Saat subuh, saling menggoda saat si kecil Delisa yang berusia 5 tahun susah bangun. Keharmonisan sebuah keluarga terlihat dari awal. Ya, kalo pun ada cemburu, iri, ngambek dan marah-marahan, maklum aja deh, namanya juga kakak-adik,
Delisa ini akan segera menghadapi ujian hafalan bacaan sholat. Ummi sudah menjanjikan sebuah kalung cantik jika Delisa berhasil lulus ujian itu. Ditambah iming-iming sepeda dari Abi yang bekerja di lepas pantai di sebuah perusahaan minyak.
Di pagi yang cerah, tanggal 26 Desember 2004, pantai Lhok Nga dipenuhi orang-orang yang sedang bermain dan Delisa bersiap-siap untuk menyelesaikan ujian itu. Tapi, petaka datang, Delisa pun gagal. Bukan karena ia belum hafal, tapi tsunami menghapus semua mimpi dan kebahagiaan yang ada.
Ia kehilangan ketiga kakaknya dan Ummi tidak diketahui keberadaannya. Bahkan Delisa harus kehilangan salah satu kakinya. Beruntung Abi segera pulang dan menjemput Delisa.
"Kau memiliki lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan seisinya,Sayang.”
_Hal.99
_Hal.99
Di tengah-tengah cobaan, Delisa tetap ceria dan polos. Meskipun rindu Ummi dan kakak-kakakknya. Dan satu yang pasti, Delisa tetap berusaha menyelesaikan hafalan shalat yang sempat tertunda. Hingga akhirnya, ia mampu sujud dengan sempurna, khusyuk dan ikhlas.
Berulang kali gue mengucap Istighfar kala membaca buku ini. Ada haru dan ada rasa malu. Meskipun ini hanya kisah fiksi yang mengambil latar belakang peristiwa tsunami di Aceh, tapi, tetap saja, tokoh gadis cilik ini seolah menegur gue yang sholat masih suka bolong dan gak khusuk, yang suka gak iklas setiap ada cobaan, yang masih sering mengharap pamrih dan lain-lainnya.
“Orang-orang yang kesulitan melakuan kebaikan itu, mungkin karena hatinya, Delisa…. Hatinya tidak ikhlas! Hatinya jauh dari ketulusan…”
_ hal 245.
"Maha Suci Engkau, ya Allah! Yang selalu menepati janji. Cukuplah percaya dengan satu janjiMu. Maka kehidupan di dunia ini akan terasa jauh lebih baik … Semua akan terasa jauh lebih indah! Yakinlah!"
_hal. 262
_ hal 245.
"Maha Suci Engkau, ya Allah! Yang selalu menepati janji. Cukuplah percaya dengan satu janjiMu. Maka kehidupan di dunia ini akan terasa jauh lebih baik … Semua akan terasa jauh lebih indah! Yakinlah!"
_hal. 262
Betapa gue masih juga suka kurang bersyukur, masih selalu berasa kurang. Padahal, coba liat Delisa, di tengah cobaan yang begitu dahsyat, dia masih bisa tersenyum.
Buku kedua Tere Liye yang gue baca. Dua-duanya bercerita tentang kesederhanaan, tapi toh mampu memikat banyak pembaca. Menurut pengakuannya, beliau belum pernah ke Aceh, tapi saat mendengar berita tsunami ini, beliau berjanji untuk memberikan sesuatu untuk anak-anak Aceh. Catatan-catatan kaki di dalam buku ini membuat tokoh Delisa jadi lebih nyata. Seolah bukan beliau tak hanya menulis, tapi menyaksikan sendiri bagaimana susahnya Delisa yang masih polos ini menghafal bacaan sholat dan betapa berat cobaain untuk gadis sekecil Delisa.
5 comments:
buku ini spesial banget, dan sukses buat mewek, tapi sayangnya aku masih blum nonton secara tuntas filmnya, padahal penasaran banget
aku belum nonton nih. kalo nonton, pasti lebih sukses bikin mewek
selalu penasaran pengen baca karena ngeliat review orang lain... tapi nggak pernah tergerak karena takut ekspektasiku terlalu tinggi... Ntar kecewa deh....
Tapi waktu OceMei dan Stefanie (kalau nggak salah)yang resensi aku jadi makin penasaran...
jadi penasaraaaan....belum pernah baca tere liye sebelumnya dan setiap kali baca reviewnya pasti bagus2..huks.
@putri: aku juga memutuskan baca buku ini karena reviewnya OceMei & Stephanie.
@Astrid: emang nih, buku2nya Tere-Liye rating-nya tinggi-tinggi. Pengen baca yang lain, tapi ntar dulu, ah, takut bosen.
Post a Comment