Tuesday, January 31, 2012

Please Look After Mom


Please Look After Mom (Ibu Tercinta)
Kyung Sook Shin @ 2008
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU – September 2011
296 hal.
(from my #secretsanta)

Bukan pertama kali, Park So-nyo bepergian dengan kereta api bersama suaminya. Tapi entah kenapa, di hari itu, ketika mereka hendak mengunjungi anak-anak mereka di Seoul, ia tertinggal, saat suaminya bergegas naik ke gerbong kereta bawah tanah. Lama baru ia menyadari, bahwa istrinya tertinggal. Park So-nyo tak kunjung tiba di rumah anak mereka. Akhirnya, anak-anaknya berkumpul, membuat selebaran dan menempelkan di tempat-tempat yang strategis. Anak-anaknya pergi ke stasiun tempat terakhir kali ibu mereka berada, beberapa orang memberi respons dan merasa melihat ibu mereka. Tapi, hasilnya nihil. Ibu mereka tetap tak diketahui keberadaannya.

Dalam keputusasaan, anak laki-laki pertama, anak perempuan kedua dan suaminya mengenak sosok ibu/istri yang selama ini terlupakan. Ternyata, selama ini mereka tak menyadari betapa pentingnya ibu mereka, dalam daftar prioritas ibu mereka, ternyata, tak satupun yang diperuntukan bagi ibu mereka. Mereka terlalu sibuk dengan kehidupan yang baru, sampai akhirnya, perlahan-lahan, tanpa disadari mereka jadi ‘jauh’ dengan ibu mereka. Saat diminta menggambarkan seperti apa sih sosok ibu mereka, kedua anak itu pun ‘terbata-bata’, bertanya-tanya dalam hati, seberapa jauh mereka mengenal ibu mereka.

Dan sang suami pun, baru menyadari betapa ia kehilangan istrinya saat ia sendiri. Tak menyadari bahwa selama ini kurang menghargai istrinya. Pernah ia berselingkuh dan pergi dari rumah, tapi saat ia kembali, istrinya menyambut seolah tak ia hanya pergi keluar kota, seperti tak terjadi apa-apa. Sang suami pun berpikir, jangan-jangan gara-gara ia jalan terlalu cepat, istrinya jadi tertinggal.

Sosok Park So-nyo digambarkan sebagai perempuan pekerja keras, selalu berkorban untuk anaknya, menyiapkan yang terbaik. Dan sebagai seorang istri, ia selalu merawat suaminya. Bahkan kala ia sakit pun, tak pernah ia mengakui bahwa ia sakit.

Alur buku ini sangatlah lamban. Dan memang bukan diperuntukan untuk yang pengen baca cepet-cepet. Rada bingung di awal, tentang siapa yang bercerita. Tapi buku ini harus dinikmati pelan-pelan. Diresapi maknanya. Baru beberapa lembar, membacanya membuat gue menghela napas berkali-kali. Tiba-tiba jadi ada sebuah ‘beban’. Inget dosa sama mama kali ya? Warning: bersiaplah tissue dan air putih, biar tenang bacanya.

Saat pertama membaca sinopsisnya di website gramedia, gue malah teringat sebuah cerita lucu. Dulu, temen kuliah gue pernah cerita tentang kakaknya yang ‘ketinggalan’ istrinya di supermarket. Gak sadar istrinya ketinggalan, sampai si istri muncul di rumah, pulang naik taksi sambil marah-marah. Saat itu, gue ketawa berkali-kali.

Tapi, saat membaca buku ini, gue ‘tertegun’. Bukan masalah ‘ketinggalannya’, tapi gue jadi berpikir seberapa jauh gue mengenal sosok ibu gue. Seberapa jauh gue sudah berbuat untuk membalas apa yang sudah beliau lakukan selama puluhan tahun ini sama gue. Ma’af ya, kalo tulisan ini jadi rada-rada pribadi. Gue jadi teringat berbagai ‘dosa-dosa’ gue. Yah, emang sih, hubungan gue mungkin bukan hubungan ibu-anak yang suka curhat-curhatan. Gak pernah tuh, gue curhat tentang ‘gebetan’ gue ke beliau… takut… :D. Tapi, sekarang, saat gue juga bukan abg lagi, semakin lama, gue semakin nyaman untuk bicara dengan beliau. Dan, gue melihat, mama mirip-mirip sama Park So-nyo. Saat sakit, selalu bilang ‘gak sakit, selalu ada untuk bantuin anak-anaknya yang kadang masih manja-manja ini. Tapi, hei… beliau gak pernah mengeluh. Wish I could be a mom like her…

Love you, mom…

*my secret santa: who are you anyway?... terima kasih untuk bukunya ya… *

Monday, January 30, 2012

Ondel-Ondel Nekat Keliling Dunia


Ondel-Ondel Nekat Keliling Dunia
Luigi Pralangga @ 2011
Penerbit Qanita, Cet. I – November 2011
332 Hal.
(swap sama Alvina)

Bekerja di PBB rasanya suatu hal yang keren. Kantornya di Amerika gitu lho… Selama ini kan, kalo ngeliat di film-film, kaya’ya keren banget.. gak semua orang bisa ngator di situ, bahkan pasti susah banget buat masuk ke gedung PBB.

Nah, tersebutlah Luigi Pralangga – yang menyebut dirinya sebagai Ondel-Ondek Nekat di buku ini. Ia beneran nekat melepas pekerjaan di sebuah perusahaan telekomunikasi bergengsi di tanah air demi berjuang di Amerika. Padahal selama ini tempat tujuan impiannya bukanlah Amerika, tapi Kanada. Yah, dengan pikiran positif, Luigi nekat berangkat.

Di Amerika, kerjaan gak langsung enak. Lagi-lagi modal nekat, dan pe-de yang sangat tinggi, akhirnya membuat Luigi berhasil menembus berbagai test dan resmi berkantor di salah satu kantor perutusan/perwakilan Indonesia di PBB. Tapi, ternyata Luigi bukan jadi pekerja kantoran di belakang meja., ia tergabung dalam sebuah misi sebagai ‘peacekeeper’, salah satunya adalah misi di Irak, yaitu tergabung dalam misi inspeksi Senjata Pemusnah Massal (mengerikan bukan?). Dan selanjutnya, ia bergabung dalam UNMIL – misi perdamaian dan kemanusiaan untuk Liberia.

Sebagaian besar buku ini bercerita tentang kehidupan Luigi di Negeri Bau Kelek (yuksss….), negeri yang orang-orangnya berkulit maghrib alias gelap (ooppss… maaf untuk yang berkulit gelap.. bukan gue lho yang nulis.. gue hanya ‘mengutip’).

Sebagaiman Negara yang sedang konflik, kehidupan di sana jauh dari yang namanya enak. Harga serba mahal, lebih miris lagi melihat anak-anak dan para perempuannya. Anak-anak bersekolah dengan membawa bangku sendiri, memakai seragam yang warnanya sudah pudar dan sekolah yang kondisinya menyedihkan. Itu baru sebagian yang beruntung bisa sekolah. Yang lainnya, terpaksa membantu orang tuanya berjualan di pasar, dengan baju yang robek sana-sini. Para perempuan juga bekerja sambil membawa anak-anak mereka yang masih bayi. (mungkin gak jauh beda dengan kondisi di beberapa tempat di Indonesia kali ya)

Tapi mereka ternyata juga mengenal ajang “Miss-Miss’an lho… adanya Miss Liberia dipergunakan sebagai salah satu sarana untuk menyerukan perdamaian. Tugas si Miss Liberia ini menyampaikan berita di kota untuk para penduduk desa, atau sebaliknya.

Yang membuat pekerjaan ini semakin terasa berat adalah harus berjauhan dengan keluarga. Apalagi saat bulan Ramadhan… duh.. rasanya ‘perihhh’… hehehe

Pengalaman yang unik, yang patut di-share ke banyak orang. Untuk memotivasi terutama para kaum muda. Tapi, buat gue, cerita di setiap bab terasa terlalu singkat. Entah mungkin banyak yang pengen diceritain, daripada bukunya ketebelan, jadi diceritakan sesingkat mungkin plus bonus banyolan yang kadang garing, tapi bikin bingung.. apakah ini beneran ataukah khayalan penulis.

Ini pertama kali gue membaca buku bertinta biru. Gak masalah sih. Font-nya besar, jadi enak bacanya. Tapi yang rada bikin ‘masalah’ adalah foto-fotonya. Beberapa ukuran terlalu kecil, dan gak jelas gambarnya apa. Apalagi objek fotonya ‘berkulit gelap’, jadi menambah ketidakjelasan foto itu.

3 ondel-ondel nekat untuk buku ini.

Silahkan kalo mau kenalan sama si Ondel-Ondel Nekat ini di http://pralangga.org/

Friday, January 20, 2012

Dunsa


Dunsa
Vinca Callista @ 2011
Atria – Cet. I, November 2011
453 hal.
(swap sama @balonbiru)

Merphilia Dunsa, sebuah nama yang indah, yang berarti Laut Persahabatan. Ia tinggal di sebuah tempat bernama Tirai Banir bersama bibinya, Bruzilia. Ia tak pernah kenal dengan siapa pun. Hidupnya hanya diisi dengan bekerja, berlatih bela diri, membantu bibinya dan membaca buku. Yah, Merphilia suka banget baca. Yang ia tahu, ibunya meninggal dan ayahnya menitipkan Merphilia pada bibinya karena terlalu miskin.

Di ulang tahunnya yang ketujuh belas, Merphilia mendapat kejutan. Satu kejutan menyenangkan berupa hadiah kuda dari bibinya, satu lagi kejutan yang bisa dibilang tak menyenangkan. Seorang Zauberei – seorang yang sakti – mendatangin kediaman mereka, dan memberi kabar, bahwa Merphilia adalah si Gadis Prajurit. Sudah tertulis dalam ramalah, bahwa Merphilia mempunyai tugas membunuh seorang ratu jahat bernama Veruna, atau yang dikenal dengan Ratu Merah. Dan, seolah kejutan itu belum cukup, harus ditambah fakta, bahwa Ratu Veruna adalah ibu kandung Merphilia.

Wah..wah..wah.. sempat Merphilia merasa dibohongi oleh bibi Bruzilia. Maka bergulirlah cerita yang sebenarnya. Singkat kata, Merphilia pun dibawa ke Istana Naraniscala – salah satu dari Empat Negeri Besar Prutopian. Kedatangan Merphilia memang disambut dengan cukup bersahabat oleh Ratu Alanisador. Tapi tidak dengan anggota keluarga kerajaan yang lain, yang langsung memberi cap buruk pada Merphilia, karena ia adalah anak Ratu Veruna. Meskipun faktanya, Merphilia sudah lupa pada sosok ibunya yang bernama Mergogo Dunsa.

Fakta bahwa hanya Merphilia yang bisa menghancurkan Ratu Merah. Karena hanya sesuatu yang berasal dari dalam diri Veruna yang bisa membunuhnya. Merphilia dan pasukan Sena Naraniscala yang dipimpin Jenderal Ardelarda harus bergerak cepat untuk mencegah Ratu Merah memporak-porandakan kembali Empat Negeri Besar Prutopian.

Sosok Merphilia yang memang cantik dan cerdas, menarik hati Pangeran Skandar Alderazam dan Putra Mahkota, Pangeran Wavilerma. Tapi, diam-diam, Merphilia sudah menetapkan pilihan, meskipun rasanya mustahil untuk diwujudkan.

Hmmm… awalnya nih, gue pengen ketawa begitu tau alasan Mergogo Dunsa a.ka Ratu Veruna menyerang Naraniscala. (Ma’af ya, Vinca… ) Wah, gara-gara masalah ‘itu’ aja (gak usah ditulis di sini, deh.. :D), Empat Negeri besar jadi porak-poranda.

Dalam buku ini juga banyak sesuatu yang baru. Gak hanya sihir menyihir, tapi makhluk atau hewan-hewan aneh yang bertebaran dalam buku ini. Dan yang paling keren adalah Istana Delmonaria. Kalo untuk makhluk aneh itu, gue suka sama Wyattenakai dan Fata. Di bagian Glosarium, dijelaskan lagi tentang makhluk-makhluk itu dengen lebih rinci. Tapi, tampaknya akan lebih keren kalo ada ilustrasinya. Biar lebih dapet gambaran gitu.

Satu lagi rada ribet, pertama karena nama-nama yang panjang dan bikin lidah ‘keriting’ kalo diucapin. Meskipun dibantu oleh silsilah dan peta di halaman depan, tapi tetap agak ‘pusing’. Soalnya hurufnya keriting dan terlalu kecil.

Suasana peperangan, perjalanan Merphilia, Pangeran Skandar dan Jenderal Ardelarda juga digambarkan dengan cukup detail. Jadi berasa ketegangan saat peristiwa itu. Tapi, koq, waktu Merphilia masuk ke Lukisan Putih rada kurang dramatis gitu. Pertemuan dengan ibunya juga terkesan biasa-biasa aja. Tau-tau.. udah aja gitu.

Dan…endingnya… gimana kisah percintaan Merphilia dengan pangeran pujaannya itu?? Koq ‘menggantung’ sihhhh??? *penasaran*

Anyway, salut untuk Vinca Callista yang cukup jeli menggambarkan isi cerita buku ini.

*Buku ketiga untuk Name in A Book Challenge 2012

Thursday, January 19, 2012

If I Have Wicked Stepmother, Where's My Prince?

Link
If I Have Wicked Stepmother, Where's My Prince?

Melissa Kantor @ 2005
Disney-Hyperion - 2007
288 hal.
(via NetGalley.com)

Lucy, selalu merasa dirinya bagai Cinderella – ibunya sudah meninggal, punya ibu tiri (yang dia ‘anggap’ jahat), punya dua saudara tiri perempuan – yang juga katanya jahat, dan selalu merasa tidak punya teman. Disuruh melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga, sementara ibu dan saudara tirinya sibuk shopping. Ayahnya terlalu ‘buta’ untuk melihat perlakukan itu (ini menurut Lucy).Di rumah barunya, ia ditempatkan di kamar di loteng dan tak diberi perabotan. Sejak ayahnya menikah lagi, ia terpaksa harus pindah dari San Francisco ke New York. Ia kembali menjadi anak baru, yang tak punya teman di sekolah. Menyendiri di ruang seni. Lucy sangat mencintai seni lukis, seperti mendiang ibunya.

Yah begitulah hari-hari Lucy. Sampai suatu hari, saat makan siang, Lucy duduk dekat Jessica dan Madison. Dua gadis ini berpacaran dengan cowok-cowok dari tim basket sekolah mereka. Lucy yang selain menyukai seni lukis, juga suka dengan basket, menyeletuk saat mendengar percakapan cowok-cowok itu tentang basket. Komentarnya ini menarik perhatian Connor, salah satu pemain basket yang guanteeennngg. Ketertarikan Connor terhadap Lucy ‘menaikkan’ pamor dan derajat Lucy di antara teman-teman satu sekolahnya. Biasanya tak ada satupun yang menegurnya, sejak dekat dengan Connor, semua memasang senyum dan menyapanya.

Kegembiraan di sekolah, tak berlanjut sampai di rumah. Lucy yang terlajur mencap jelek Mara, ibu tirinya, sering terlibat pertengkaran. Sampai akhirnya ia pun dihukum oleh ayahnya.

Tak hanya Cinderella yang ada pesta dansa, Lucy pun diundang ke pesta prom. Pesta yang harusnya indah dan menyenangkan, justru membuat Lucy sadar, bahwa Connor bukanlah pangeran yang ia tunggu-tunggu. Layaknya Cinderella, Lucy siap-siap untuk kehilangan segalanya – teman-teman barunya, kepopuleran dan sang pangeran impian pada saat tengah malam.

Hmmm.. sejujurnya gak banyak yang istimewa sih di dalam buku ini. Bahkan ending-nya pun bisa ketebak. Bahkan gue rada sebal dengan karakter Lucy, yang maunya marah-marah terus sama Mara. Selalu berpikiran negatif terhadap ibu tirinya itu. Tapi, gue suka sama si cool Sam Wolff, cowok yang dikenal Lucy di kelas seni. Sayang, Sam ini gak terlalu banyak ‘beredar’ di dalam buku ini.

Tuesday, January 17, 2012

Hotel on the Corner of Bitter and Sweet


Hotel on the Corner of Bitter and Sweet
Jamie Ford @ 2009
Leinovar Bahfein
Penerbit Matahati - Cet. 1, November 2011
398 hal.
(pinjam sama @balonbiru)



“Berapa lama kau akan menungguku, Henry?”

”Selama yang dibutuhkan…”
“Bagaimana kalau aku tetap di sini sampai tua dan ubanan __”
“Kalau begitu aku akan membawakanmu tongkat.”

(hal. 317)

Ah, betapa romantisnya kalimat-kalimat di atas. Didukung dengan cover-nya yang cantik, cuaca dingin-dingin abis hujan :D

Diceritakan dalam dua kurun waktu yang berbeda, tahun 1942 dan 1986, ber-setting di Amerika. Henry, anak laki-laki berusia 11 tahun, hidup dalam masa perang. Sebagai keturunan Cina, tidaklah mudah bagi Henry. Ayah Henry, seorang pria nasionalis sejati, ia sangat membenci Jepang yang sudah memporak-porandakan Cina. Ia sangat mendukung diusirnya rakyat Jepang dari Amerika. Dan ayah Henry menginginkan anaknya untuk menjadi ‘Amerika’, ia tidak diperbolehkan bicara bahasa Canton di rumah. Padahal orang tuanya sendiri tidak begitu paham bahasa Inggris. Di sekolah pun, Henry kerap jadi bahan ejekan. Ditambah lagi, ia wajib memakai bros ‘Aku Orang Cina’ ke mana pun ia pergi. Mungkin tujuannya biar gak dikira orang Jepang dan demi keselamatan Henry sendiri. Di sekolah, Henry bekerja di kantin, membantu menyediakan makan siang untuk para siswa.

Suatu hari, datanglah seorang gadis cantik bernama Keiko. Malang bagi Keiko, meskipun ia lahir di Amerika, tapi tetaplah di mata orang, ia tetap seorang Jepang. Keiko tinggal di kawasan Nihonmachi. Keiko dan Henry sama-sama bekerja di kantin. Dan saat itulah, dimulai persahabatan mereka. Hubungan yang sangat terlarang di mata ayah Henry. Tapi, bahkan, saat Keiko dan keluarganya, beserta warga keturunan Jepang lainnya harus tinggal di dalam kamp pengungsian, Henry tetap setia menemui Keiko dan kerap berkirim surat.

Tapi, hubungan ini tidak mulus. Ayah Henry yang mempunyai kuasa di kalangan keturunan Cina, menggunakan pengaruhnya untuk menjauhkan Henry dan Keiko. Dalam keadaan sakit pun, ayah Henry bisa ‘mensabotase’ surat-menyurat antara Henry dan Keiko. Yang pada akhirnya membuat Henry terpaksa mengalah dan hubungan itu pun terputus.

Tahun 1986, Henry yang baru saja kehilangan istrinya, lewat di depan hotel Panama yang sedang dibongkar. Hotel Panama ini adalah tempat warga Jepang menyimpan barang-barang mereka sebelum mereka dulu dibawa ke kamp pengungsian. Daripada menghancurkan kenangan mereka, para warga Jepang memilih untuk menyimpannya. Meskipun tak tahu kapan bisa diambil lagi.

Tanpa sengaja, Henry melihat sebuah benda yang membawanya kepada kenangan 40 tahun silam. Dan ia pun tergerak untuk mencari potongan kenangan yang lain.

Wahh.. tanpa terasa gue ikut terhanyut dalam kenangan Henry, kenangan akan cinta monyet, saat anak laki-laki 11 tahun berusaha untuk jadi dewasa, mencoba bertanggung jawab atas anak perempuan seusianya dan bahkan pengen ngajak kabur… Begitu lugu…

Buku ini gak hanya melulu soal hubungan Keiko dan Henry, tapi juga menyorot hubungan Henry dengan ayahnya yang kaku, ibunya yang terombang-ambing, antara kadang kasihan sama anaknya, tapi juga harus nurut sama suaminya. Padahal gue pengen lebih mengenal Keiko, tapi sayangnya, justru Henry yang paling dominan. Suka dengan Keiko yang manis.. pinter gambar. Dan uniknya nih, dua anak ini punya soundtrack lagu jazz.


Gue juga tertarik dengan fakta-fakta dalam buku ini. Misalnya Hotel Panama yang memang benar adanya. Dibangun oleh arsitek Jepang di tahun 1910, bernama Sabro Osaza. Sekarang, di dalam hotel ini, dibuat semacam lantai kaca, di mana para pengunjung bisa melihat ke basement di mana masih ada barang-barang yang ditinggalkan warga Jepang.

Penulisnya sendiri, Jamie Ford, adalah seorang keturunan Cina, yang akrab dengan sejarah Chinatown dan Nihonmachi. Kakek buyutnya hijrah ke San Fransisco pada tahun 1865.

Dan gue juga suka endingnya… gak banyak basa-basi… tapi manis…

4 payung cantik untuk Keiko dan Henry

Thursday, January 12, 2012

Clara’s Medal


Clara’s Medal
Feby Indirani @ 2011

Penerbit Qanita - Cet. 1,2011
484 hal.

“Ketika kita melangkah dan memulai, segala sesuatu di sekeliling kita pun akan berubah dan mengatur ulang diri mereka”
(hal. 380)

Enam belas peserta ditempa oleh sebuah lembaga pelatihan FUSI – Fisika Untuk Siswa Indonesia. Mereka adalah siswa-siswa terpilih dari berbagai daerah untuk kemudian menjalani seleksi tahap akhir menuju Olimpiade Fisika. Latar belakang dan motifasi mereka juga berbeda-beda. Pelatihan itu berjalan selama 5 bulan, yang diisi dengan berbagai pelatihan, praktek dan tes-tes. Hanya 12 orang yang terpilih pada akhirnya. Untuk itu semua harus bekerja ekstra keras agar tetap dalam posisi aman.

Tapi, perjalanan itu tidaklah mulus. Mental dan fisik terus diuji. Kelelahan bukan hanya dari segi fisik, tapi juga mental. Kejenuhan diisi sekreatif mungkin, seperti yang dilakukan salah satu peserta bernama Khrisna, yang mendemokan sebuah percobaan di Panti Asuhan yang ada di dekat asrama mereka. Sebuah cara sederhana yang membuat anak-anak kecil tertarik, sebuah awal untuk memperkenalkan fisika sebagai sebuah pelajaran yang asyik bukan yang membosankan.

Namun, kejadian yang menimpa Bagas karena kasusnya meng-hacker situs kepolisian, membuat suasana jadi semakin tegang. Bagas pun ditahan dan terancam gagal mengikuti Olimpiade itu, padahal ia termasuk salah satu anak yang kerap ada di posisi atas. Hal ini juga membuat para sponsor menarik dukungan mereka untuk memberi dana. Padahal memberangkatkan 12 anak ke Singapura butuh dana yang sangat besar. Kasus ini mencoreng nama baik lembaga FUSI.

Yang menarik, adalah motivasi para peserta dalam mengikuti seleksi ini. Yang paling membuat gue terharu adalah cerita Meddy, peserta asal Ambon, yang mempersembahkan usahanya ini untuk kakak tercintanya yang tewas dalam kerusuhan di Ambon. Atau yang mengundang senyum seperti cerita George. Memang sih gak semuanya diberi porsi bab khusus dalam buku ini, tapi lewat keseharian mereka, terungkap latar belakang mereka masing-masing. Semangat mereka bisa jadi contoh untuk anak-anak muda yang lain. Meskipun juga seperti Clara, anak salah satu pentolan FUSI dan kerap dipandang sebelah mata karena dianggap mendapat banyak kemudahan. Tapi, toh, ia tetap maju terus, ingin membuktikan ia bisa karena dirinya sendiri, bukan karena nama besar ayahnya.

Lalu apa hubungannya dengan ‘Mestakung’ – istilah SeMESTA MenduKUNG ini diperkenalkan oleh Profesor Yohanes Surya, seorang fisikawan dan Pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia. Gue menjabarkan menurut kesimpulan gue ya, bahwa saat kita punya keinginan yang kuat, alam bawah sadar kita akan bereaksi dan memberikan ‘dukungan’ bagi kita untuk mewujudkan keinginan itu. Dan saat terbentur dalam kesulitan dan masalah, keinginan yang kuat akan membuka jalan bagi kita untuk mencapai cita-cita kita. Secara tak sadar pula, di sekeliling kita akan ‘membantu’ kita Kerja keras dan ketekunan itulah yang dibutuhkan. Jadi mungkin dalam peribahasa-nya, “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.”

Lalu, apa sih sebenarnya tujuan mereka: ingin menyumbang prestasi untuk Indonesia atau ‘sekedar’ menjadi juara dan mendapatkan medali?

Fisika adalah mata pelajaran yang paling menyebalkan buat gue. Fisika yang membuat raport gue saat SMA berhiaskan warna merah. Gue gak pernah ‘nyambung’ dengan pelajaran fisika. Pusing dengan rumus-rumus, pusing dengan berbagai istilah, Bagi gue, orang yang pinter dan jagoan fisika itu ciri-cirinya berkacamata tebal seperti pantat botol (ehm.. kacamata gue tebel tapi gak pinter fisika.. hehehehe), rambut berponi, muka culun dan kalo istirahat, gak pernah keluar kelas, sebal dengan pelajaran olahraga. Yah.. meskipun ternyata, temen-temen gue yang jago fisika juga gak gitu-gitu amat sih ciri-cirinya, tapi tetap aja, gue gak pernah menghilangkan image itu dari benak gue – yang mungkin juga ada di pikiran orang lain.

Membaca buku Clara’s Medal, membuka ‘mata’ gue tentang fisika, membuat gue memandang fisika dari kacamata yang berbeda, dari sudut yang baru. Di buku ini, tak ada anak-anak yang berciri-ciri seperti yang gue gambarkan. Mereka ternyata kalau tampak luar seperti anak remaja gaul. Liat Clara – satu-satunya peserta perempuan di dalam tim yang akan diberangkatkan untuk mengikuti Olimpiade Fisika, dia cantik, suka baca chicklit juga. Atau, peserta laki-lakinya ternyata gemar sepak bola, basket, juga seneng main game dan baca komik. Perbedaanya adalah karena mereka sangat jagoan di bidang fisika. Mereka menguasai fisika di atas rata-rata anak-anak SMU lainnya.

Buat para guru fisika, coba jangan terpaku dengan rumus. Bingung kalo harus menghapal rumus terus, karena terkadang kita gak punya bayangan. Coba tuh kaya’ papanya Clara, bikin percobaan sederhana, dijamin anak-anak SMU yang tukang tidur di kelas atau yang duduk di bangku belakang, bakalan tertarik dan minta diajak bantuin percobaan.

Buku ini adalah buku Feby Indirani pertama yang gue baca. Buku yang gak hanya bercerita tentang kerja keras, tapi juga memberi motivasi. Semuanya dituturkan dengan lancar, tak perlu bercerita khusus tokoh-per-tokoh, tapi mampu membuat gue mengenal mereka (terutama para tokoh utama). Ada romansa khas remaja, ada keisengan sama ada juga sabotase. Kegugupan dan ada juga rasa tertekan.

Kalau membaca cover di belakang buku ini, gue sempat berpikir ceritanya bakalan terpusat sama Bagas dan hubungannya sama Clara. Tapi justru, gak.. ini bikin satu nilai plus lagi di pandangan gue. Karena masing-masing tokoh punya ‘kasus’ sendiri-sendiri.

Tapi, gue menyayangkan ‘kejutan’ untuk para peserta yang justru lebih dulu ‘terbongkar’ di dalam percakapan Pak Tyo dan Bram, ayah Clara. Kaya’nya justru lebih asyik kalo sedikit lagi dirahasiakan. Sama satu lagi… cover-nya… rada kurang sreg aja… :D

4 bintang buat mbak Feby dan para peserta Fusi. Ditunggu ‘ledakan’ berikutnya.

Aw… panjang juga tulisan kali ini… hehehe…

*Buku kedua untuk Name in A Book Challenge 2012

Wednesday, January 11, 2012

Charlie and the Great Glass Elevator


Charlie and the Great Glass Elevator
Roald Dahl @ 1973
Michael Foreman (Illustration)
Puffin Books – 1986
160 pages

Pastinya cerita Charlie & Chocolate Factory sudah tidak asing bagi pecinta Roald Dahl, dan untuk mereka yang mungkin belum baca bukunya, tapi udah nonton filmnya yang dibintangi Johnny Depp. Charlie Bucket yang datang dari keluarga miskin, tinggal bersama kedua orang tuanya, dan dua pasang kakek-nenek - Grandpa Joe, Grandpa George, Grandma Josephine dan Grandma Georgina. Keempat manula ini, sudah berpuluh-puluh tahun menghabiskan hidupnya di tempat tidur. Hanya Grandpa Joe yang akhirnya berani ‘turun’ untuk menemani Charlie ke Pabrik Cokelat Willy Wonka ketika Charlie seperti bagaikan ketimpa durian runtuh, mendapatkan ‘golden ticket’ yang hadiah utamanya adalah menjadi pewaris Willy Wonka, yang otomatis akan menjadi pemilik Pabrik Cokelat Willy Wonka.

Ternyata, kisah Charlie belum berakhir. Ke’nyentrikan’ Willy Wonka masih terus berlanjut. Kali ini Mr. Wonka mengajak Charlie sekeluarga mencicipi sensasi ‘The Great Glass Elevator’ – lift transparan yang ajaib. Semua ikut masuk dalam lift itu, termasuk tempat tidur para nenek-nenek.

Willy Wonka (2005)

Willy Wonka (1971)

Karena kehebohan dan kepanikan Grandma Josephine dan Grandma Georgina, lift yang tadinya hendak kembali ke bumi, tepatnya ke Pabrik Cokelat, malah melesat jauh sampai ke luar angkasa. Tiba-tiba mereka langsung melayang-layang di dalam lift itu karena keadaan hampa udara. Meskipun yang lain heboh, Mr. Wonka tetap sok tenang.

Kebetulan di saat yang sama, juga diadakan launching hotel di luar angkasa pertama, bernama Space Hotel USA. Para pegawai hotel sedang bersiap-siap di dalam roket mereka, menuju Space Hotel USA. Tapi, tentu saja semua jadi kaget melihat ada ‘benda’ aneh berkeliaran di angkasa. Bahkan Presiden Amerika pun turun tangan untuk mengatasi ‘makhluk’ ini. Berbagai dugaan tentang siapakah ‘mereka’ ini muncul. Spekulasi berseliweran, jutaan pasang mata turut memantau dari siaran televisi dan radion.

Lepas dari masalah melayang-layang di angkasa. Charlie sekeluarga dihadapkan pada masalah lain, yaitu masalah ‘menghilangnya’ Grandma Georgina karena overdosis saat mengkonsumsi Wonka-Vite. Alah.. apalagi Wonka-Vite ini? Yang jelas, ini juga salah satu tambahan bukti kenyentrikan dari Mr. Willy Wonka.

Membaca buku-buku Roald Dahl, membuat gue kembali ke masa kecil. Petualangan, cerita dan tokoh-tokoh yang unik membuat buku-buku beliau selalu menarik untuk diikuti. Roald Dahl adalah salah satu penulis favorit gue.

Lessons to learn dalam buku ini, gak boleh serakah, apa yang berlebihan bakal bikin semua jadi kacau. Apa-apa itu emang harus sesuai porsinya. Dan satu lagi, jangan jadi orang yang panikan, karena bakal membuat masalah juga jadi tambah runyam – tapi kalo di sini sih, karena para Grandma dan Grandpa yang panik, malah membawa mereka pada pengalaman menakjubkan dan tak terlupakan. Meskipun tetap… Grandma Josephine, Grandma Georgina dan Grandpa George keukeuh untuk selalu ada di atas tempat tidur mereka. Kata mereka,”Kita udah ada di atas tempat tidur selama berpuluh tahun, gak ada pentingnya juga kita menggunakan kaki kita sekarang.” Gitu kira-kira kata mereka.

Gue pun tersenyum-senyum membaca buku ini. Dan langsung membongkar lemari buku, melihat koleksi Roald Dahl dan langsung mencatat mana aja yang belum gue punya.

*Buku pertama untuk Name in A Book Challenge 2012

Roald Dahl's Stamps!





see more stamps here!

Tuesday, January 10, 2012

The Truth about Forever


The Truth about Forever
Sarah Dessen @ 2004
Puffin Books – 2008
391 pages
(pinjem dari Mia)

Macy Queen, harus berjuang untuk mengatasi kesedihan setelah ayahnya meninggal. Ibunya, kembali tenggelam dengan kesibukan sebagai sales perumahan, kakaknya tinggal bersama suaminya. Tinggallah Macy dengan kehidupannya yang membosankan. Ia ingin bicara dengan ibunya, tapi tampaknya, bekerja adalah salah satu cara ibunya untuk mengalihkan kesedihannya.

Hubungan Macy dengan ayahnya bisa dibilang lebih dekat, dibanding dengan ibunya. Macy dan ayahnya kerap lari pagi bersama. Dua-duanya sama-sama menyukai olahraga lari. Dan, sebelum meninggal, di pagi itu, ayah Macy sempat mengajaknya untuk lari pagi bersama, tapi, rasa kantuk dan malas membuat Macy menolak ajakan ayahnya. Itulah satu kejadian yang sangat ia sesali.

Di liburan musim panas ini, Macy kembali sendiri. Pacarnya, Jason, ikut ‘Brain Camp’. Yah, si Jason ini adalah anak yang pintar, teratur, terjadwal dan terkoordinasi. Semua harus sesuai dengan daftar yang dia buat. Pokoknya, Jason adalah laki-laki yang ‘sempurna’. Tapi, ehmm.. menurut gue sih rada ‘menyebalkan’. Tapi, bagi Macy, kesempurnaan Jason membuatnya nyaman. Macy terlindungi dengan adanya Jason.

Macy pun menggantikan Jason bekerja di perpustakaan. Pekerjaan yang sangat membosankan, dengan dua orang teman yang juga membosankan, yang memandang Macy sebelah mata, menganggapnya gak becus. Dan parahnya lagi, saat Macy mengeluh dan curhat sama Jason, ehh.. Jason malah bilang, Macy gak serius dengan pekerjaan di perpustakaan itu. *pengen jitak Jason*

Secara gak sengaja, Macy akhirnya punya pekerjaan double. Ia juga ambil bagian membantu Wish Catering. Yang membawanya berkenala dengan cowok bernama Wes. Keakraban mereka berdua menimbulkan perasaan-perasaan lain. Tapi, sayang, dua-dua masih mempunya hubungan dengan orang lain. Dan, ditambah lagi konflik Macy dengan ibunya yang tidak menyukai Wes dan teman-teman baru Macy. Ya, biasa deh, orang tua selalu menuntut anaknya untuk jadi yang terbaik, punya pergaulan yang baik. Masa lalu yang kelam membuat Wes langsung dicap negatif oleh ibu Macy.

Pergaulan Macy dengan orang-orang di Wish Catering juga membuat Macy berubah. Ia merasa lebih bebas dan lepas. Seolah beban yang ada selama ini pelan-pelan menghilang.

Buku pertama Sarah Dessen yang gue baca, genre YA (young adult). Rada lama untuk ‘nyambung’ dengan novel ini. Gue suka bagian Macy dan Wes main ‘Truth’. Justru lewat permainan ini, gue jadi lebih ‘kenal’ dengan karakter Macy maupun Wes.

Friday, January 06, 2012

Name In A Book Challenge 2012




Tahun 2012, waktunya punya challenge baru. Jadi, ikutan yang ada di Blog Buku Fanda

Name In A Book Challenge 2012

Tantangannya adalah membaca buku-buku fiksi yang mengandung nama orang di judulnya (nama orang lho, bukan hewan). Misalnya saja: Sarah's Key, Iblis & Miss Prym, Harry Potter & the Deathly Hallows.

Ini aturannya:

1. Buku harus fiksi, bukan non fiksi (biografi / memoar/ buku rohani).
2. Nama yang ada di judul adalah nama seseorang, bukan nama hewan peliharaan, bukan grup/perkumpulan (mis. The Mysterious Benedict Society).
3. Boleh nama lengkap, boleh nama panggilan, tapi bukan nama sandi (mis. The Day of the Jackal).
4. Membaca minimal 6 buku (lebih boleh dong) untuk reading challenge ini, mulai 1 Januari s/d 31 Desember 2012.
5. Boleh digabung dengan reading challenge lainnya yang kalian ikuti.
6. Judul yang sudah dicantumkan dari awal, boleh diganti dengan yang lain.
7. Pasang button Name In A Book Challenge 2012 di blogmu.

Oke... sejauh ini, yang ada di daftar adalah:
1. Charlie and the Great Glass Elevator (done: 9-1-2012)
2. Clara's Medal (done: 11-1-2012)
3. Dunsa (done: 20-1-2012)
4. Pollyanna (done: 11-3-2012)
5.Sunset bersama Rosie (done: 10-4-2012)
6. ...

Top 10 Best Books 2011 versi Free! Magazine

Belum basi kan untuk bikin Best Books 2011? Menemukan Top 10 Best Books 2011 versi Free! Magazine 2001 #23 - Best of Issue.

Hanya beberapa yang tampak familiar, mungkin bisa jadi referensi buat yang lain.

Link1. Delirium - Lauren Oliver
Before scientists found the cure, people thought love was a good thing.

They didn’t understand that once love -- the deliria -- blooms in your blood, there is no escaping its hold. Things are different now. Scientists are able to eradicate love, and the government demands that all citizens receive the cure upon turning eighteen. Lena Holoway has always looked forward to the day when she’ll be cured. A life without love is a life without pain: safe, measured, predictable, and happy.

But with ninety-five days left until her treatment, Lena does the unthinkable: She falls in love. (via Lauren Oliver's website)

(kalo gak salah, akan segera terbit versi Indonesia-nya)

2. Blankets - Craig Thompson
Wrapped in the landscape of a blustery Wisconsin winter, Blankets explores the sibling rivalry of two brothers growing up in the isolated country, and the budding romance of two coming-of-age lovers. A tale of security and discovery, of playfulness and tragedy, of a fall from grace and the origins of faith (via Goodreads)







3. Flip - Martyn Bedford
One December night, 14-year-old Alex goes to bed. He wakes up to find himself in the wrong bedroom, in an unfamiliar house, in a different part of the country, and it's the middle of June. Six months have disappeared overnight. The family at the breakfast table are total strangers.

And when he looks in the mirror, another boy's face stares back at him. A boy named Flip. Unless Alex finds out what's happened and how to get back to his own life, he may be trapped forever inside a body that belongs to someone else.

Questions of identity, the will to survive, and what you're willing to sacrifice to be alive make this extraordinary book impossible to put down (via Goodreads)

4. Miss Entropia & The Adam Bomb - George Rabasa
No other obsession strikes as hard as the love that hits a teenaged boy — especially if he’s the sort of kid who is no saner than he wants to be. From the moment Adam Webb sees Francine Haggard—in the van that is supposed to return them to the Institute Loiseaux—the two young mental patients are inextricably connected. Adam will never let this girl go.

From hiding her in his bedroom to spiriting her away to Minnesota’s north woods, “Miss Entropia” becomes the focus of Adam’s every thought and of everything he does. He believes her to be a goddess, his own goddess.

But the pyromaniacal Miss Entropia will be neither worshiped nor owned. And so Adam’s possessiveness is destined to push her to the breaking point.
Theirs is an incendiary love story, an unbalanced Romeo and Juliet, that spins and arcs its way strangely toward tragedy (via Goodreads)

5. Blueeyedboy - Joanne Harris
A gripping psychological thriller played out in cyberspace, from the bestselling author of Chocolat and The Lollipop Shoes.

"Once there was a widow with three sons, and their names were Black, Brown and Blue. Black was the eldest; moody and aggressive. Brown was the middle child, timid and dull. But Blue was his mother's favourite. And he was a murderer."

Blueyedboy is the brilliant new novel from Joanne Harris: a dark and intricately plotted tale of a poisonously dysfunctional family, a blind child prodigy, and a serial murderer who is not who he seems. Told through posts on badguysrock@webjournal.com, this is a thriller that makes creative use of all the disguise, deception and mind games that are offered by playing out one's life on the internet (via Goodreads)

6. Iron House - John Hart
An old man is dying.
When the old man is dead they will come for him.
And they will come for her, to make him hurt.
John Hart delivers his fourth novel -- a gut-wrenching, heart-stopping thriller no reader will soon forget.

He would go to Hell
At the Iron Mountain Home for Boys, there was nothing but time. Time to burn and time to kill, time for two young orphans to learn that life isn’t won without a fight. Julian survives only because his older brother, Michael, is fearless and fiercely protective. When tensions boil over and a boy is brutally killed, there is only one sacrifice left for Michael to make: He flees the orphanage and takes the blame with him

To keep her safe...
For two decades, Michael has been an enforcer in New York’s world of organized crime, a prince of the streets so widely feared he rarely has to kill anymore. But the life he’s fought to build unravels when he meets Elena, a beautiful innocent who teaches him the meaning and power of love. He wants a fresh start with her, the chance to start a family like the one he and Julian never had. But someone else is holding the strings. And escape is not that easy. . . .

Go to Hell, and come back burning....
The mob boss who gave Michael his blessing to begin anew is dying, and his son is intent on making Michael pay for his betrayal. Determined to protect the ones he loves, Michael spirits Elena—who knows nothing of his past crimes, or the peril he’s laid at her door— back to North Carolina, to the place he was born and the brother he lost so long ago. There, he will encounter a whole new level of danger, a thicket of deceit and violence that leads inexorably to the one place he’s been running from his whole life: Iron House
(via Goodreads)


7. Before I Go To Sleep - SJ Watson
Christine wakes up every morning in an unfamiliar bed with an unfamiliar man. She looks in the mirror and sees an unfamiliar, middle- aged face. And every morning, the man she has woken up with must explain that he is Ben, he is her husband, she is forty-seven years old, and a terrible accident two decades earlier decimated her ability to form new memories.

But it’s the phone call from a Dr. Nash, a neurologist who claims to be working with Christine without her husband’s knowledge, that directs her to her journal, hidden in the back of her closet. For the past few weeks, Christine has been recording her daily activities—tearful mornings with Ben, sessions with Dr. Nash, flashes of scenes from her former life—and rereading past entries, relearning the facts of her life as retold by the husband she is completely dependent upon. As the entries build up, Christine asks many questions. What was life like before the accident? Why did she and Ben never have a child? What has happened to Christine’s best friend? And what exactly was the horrific accident that caused such a profound loss of memory?

Every day, Christine must begin again the reconstruction of her past. And the closer she gets to the truth, the more un- believable it seems (via Goodreads)

8. The Family Fang - Kevin Wilson
Mr. and Mrs. Fang called it art.

Their children called it mischief.

Performance artists Caleb and Camille Fang dedicated themselves to making great art. But when an artist’s work lies in subverting normality, it can be difficult to raise well-adjusted children. Just ask Buster and Annie Fang. For as long as they can remember, they starred (unwillingly) in their parents’ madcap pieces. But now that they are grown up, the chaos of their childhood has made it difficult to cope with life outside the fishbowl of their parents’ strange world.

When the lives they’ve built come crashing down, brother and sister have nowhere to go but home, where they discover that Caleb and Camille are planning one last performance–their magnum opus–whether the kids agree to participate or not. Soon, ambition breeds conflict, bringing the Fangs to face the difficult decision about what’s ultimately more important: their family or their art (via Goodreads)

9. Damned - Chuck Palaniuk
“Are you there, Satan? It’s me, Madison,” declares the whip-tongued thirteen-year-old narrator of Damned, Chuck Palahniuk’s subversive new work of fiction. The daughter of a narcissistic film star and a billionaire, Madison is abandoned at her Swiss boarding school over Christmas, while her parents are off touting their new projects and adopting more orphans. She dies over the holiday of a mari­juana overdose—and the next thing she knows, she’s in Hell. Madison shares her cell with a motley crew of young sinners that is almost too good to be true: a cheerleader, a jock, a nerd, and a punk rocker, united by fate to form the six-feet-under version of everyone’s favorite detention movie. Madison and her pals trek across the Dandruff Desert and climb the treacherous Mountain of Toenail Clippings to confront Satan in his citadel. All the popcorn balls and wax lips that serve as the currency of Hell won’t buy them off.

This is the afterlife as only Chuck Palahniuk could imagine it: a twisted inferno where The English Patient plays on end­less repeat, roaming demons devour sinners limb by limb, and the damned interrupt your dinner from their sweltering call center to hard-sell you Hell. He makes eternal torment, well, simply divine (via Chuck Palahniuk's website)

10. Ready Player One - Ernest Cline
At once wildly original and stuffed with irresistible nostalgia, READY PLAYER ONE is a spectacularly genre-busting, ambitious, and charming debut—part quest novel, part love story, and part virtual space opera set in a universe where spell-slinging mages battle giant Japanese robots, entire planets are inspired by Blade Runner, and flying DeLoreans achieve light speed.

It’s the year 2044, and the real world is an ugly place.

Like most of humanity, Wade Watts escapes his grim surroundings by spending his waking hours jacked into the OASIS, a sprawling virtual utopia that lets you be anything you want to be, a place where you can live and play and fall in love on any of ten thousand planets.

And like most of humanity, Wade dreams of being the one to discover the ultimate lottery ticket that lies concealed within this virtual world. For somewhere inside this giant networked playground, OASIS creator James Halliday has hidden a series of fiendish puzzles that will yield massive fortune—and remarkable power—to whoever can unlock them.

For years, millions have struggled fruitlessly to attain this prize, knowing only that Halliday’s riddles are based in the pop culture he loved—that of the late twentieth century. And for years, millions have found in this quest another means of escape, retreating into happy, obsessive study of Halliday’s icons. Like many of his contemporaries, Wade is as comfortable debating the finer points of John Hughes’s oeuvre, playing Pac-Man, or reciting Devo lyrics as he is scrounging power to run his OASIS rig.

And then Wade stumbles upon the first puzzle.

Suddenly the whole world is watching, and thousands of competitors join the hunt—among them certain powerful players who are willing to commit very real murder to beat Wade to this prize. Now the only way for Wade to survive and preserve everything he knows is to win. But to do so, he may have to leave behind his oh-so-perfect virtual existence and face up to life—and love—in the real world he’s always been so desperate to escape.

A world at stake.
A quest for the ultimate prize.
Are you ready? (via Goodreads)

Top 5 of Book Boyfriend

Wah, membaca tweet-nya Melmarian beberapa hari yang lalu untuk bikin Top 5 of Book Boyfriend, gue langsung reply “Mariiii…” Semangat untuk mengikuti ‘jejak’ Aleetha, Ana, dan Mia .

Langsung gue membuka list buku-buku tahun 2011 yang gue baca, gue inget-inget karakternya – siapa karakter cowok yang berhasil ‘memikat’ hati gue. Tapi, setelah gue liat-liat, lho… karakter utama buku yang gue baca rata-rata perempuan, laki-lakinya jarang. Gue pilah-pilah, akhirnya ketemulah beberapa ‘laki-laki’ itu. Maunya sih, terbatas di buku tahun 2011 aja, tapi ternyata ‘pikiran’ gue malah terbawa-bawa sama buku-buku di tahun-tahun sebelumnya.

Setelah gue bikin list-nya, lhooo… kenapa di antara cowok-cowok ini punya predikat ‘bad boy’? Nyaris tak ada laki-laki ‘klimis’, harum dan baik hati yang bikin perempuan langsung meleleh yang ada dalam daftar gue? Hehehe.. mungkin memang dalam kehidupan ‘nyata’, gue lebih memilih pria (ketauan dan keliatan) baik-baik, tapi, dalam kehidupan yang ‘tak nyata’, si bad boy ini lebih menarik hati. Karakter bad boy – kadang berantakan, trouble maker, womanizer atau bisa juga seperti yang Ana bilang “ngga menye-menye dan tough di luar meskipun hancur di dalam”, yang ending-nya bisa membuat para cewek-cewek jadi klepek-klepek, lebih 'mantap' lagi kalo anak band :D (duh, ma’afkan khayalan emak-emak satu ini)

Jadi inilah pilihan gue:

1. Aragorn
(Trilogi Lord of The Rings – JRR. Tolkien)


Saat membaca Trilogi Lord of The Rings, gue gak punya bayangan ‘wujud’ para tokoh. Bagi gue, Frodo mungkin seperti kurcaci, apalagi Aragorn, Legolas dan lain-lain. Tapi, saat nonton filmnya, aw, gue langsung ‘jatuh cinta’ dengan sosok Aragorn yang diperankan sama Viggo Mortensen. Sosoknya yang ‘berantakan’, lebih menarik perhatian dibanding Legolas (Orlando Bloom) yang emang cakep sih, tapi terlalu ‘bersih’ dan ‘cantik’. Ya, maklum deh Legolas kan dari bangsa peri, jadinya rada-rada cantik gitu deh. Dan saat membuat daftar, gue langsung inget, Aragorn harus masuk daftar.

2. Haris

(Antologi Rasa – Ika Natassa)

Another womanizer, penggombal sejati yang sanggup bikin perempuan langsung meleleh. Tapi, ternyata bisa gak berkutik kala dianggap angin lalu sama perempuan yang dia suka. Seorang womanizer akhirnya ‘insya’.

Kalo gak salah, gue sempat ‘tebak-tebakan’ sama Sulis ya? Siapa yang cocok jadi Haris. Di bayangan gue, kaya’nya Oka Antara oke tuh.. hehehe… tapi, gue juga mikir Fauzi Baadilah, tapi tampaknya dia gak cocok jadi seorang banker

3. Alex
(Perfect Chemistry)


The Latino Boy – yang terpaksa jadi anggota gang demi melindungi keluarganya. Meskipun anggota gang, tapi sebisa mungkin menghindar dari segala transaksi dan permainan kotor lainnya. Pinter matematika, tapi selalu dianggap trouble maker di sekolah. Yang gue suka, adalah perannya sebagai ‘hero’, buat keluarganya. Bikin si bad boy ini jadi family boy di mata gue.

4.Gale
(The Hunger Games)



Entah kenapa ya, gue lebih memilih cowok yang ‘terkalah’kan, dibanding tokoh cowok yang jadi pemeran utama, atau pusat perhatian. Di dua buku, Hunger Games dan Catching Fire, Gale jadi nomer 2 setelah Peeta. Yah, bukan berarti gak suka sama Peeta sih, tapi, pilihan gue, selalu jatuh sama pria-pria yang jadi nomer dua. Kadang-kadang kalo gue gemes, sambil baca gue suka berkata dalam hati, “Come on… fight for her…” Hehehe…

5. Adam
(If I Stay)


Ahh.. rasanya, nama ini ada di 4 blog yang gue baca. Semuanya pasti ada Adam Wilde. Emang sih gue baru baca buku pertama, tapi cukup untuk membuat gue pengen ‘meluk’ Adam. Kasian gitu, ngeliatin pacarnya lagi koma…

Ya, segitulah pilihan gue. Maklum jarang baca Young Adult, jadi kekurangan referensi cowok-cowok keren. Hehehe.. eh, tapi di buku-buku drama juga gak kalah sih cowok kerennya, tapi kurang ‘matjoh’. Ah, sudahlah, bener kata Mia, mikirin cowok-cowok ini, bikin gue jadi berasa ABG lagi.. hehehe..

Have fun!
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang