Tuesday, December 13, 2011

Nineteen Minutes

Nineteen Minutes
Jodie Picoult @2007
Hodder - 2007
568 Hal.
(Periplus Plaza Senayan – 2008)

Pagi itu semua berjalan seperti biasa, Alex Cormier bersiap-siap untuk bekerja. Ia adalah seorang hakim. Anak perempuannya, Josie Cormier, juga sedang sarapan, siap-siap dijemput kekasihnya, Matt, dan berangkat ke sekolah. Semua orang menjalani rutinitasnya sehari-hari.

Sterling High, tempat Josie sekolah, saat istirahat, sebagian besar berkumpul di kantin. Bercanda, cela-celaan, ada yang sambil belajar. Kelompok anak-anak popular – kelompok Josie dan Matt – mulai mengganggu anak-anak lain, sebut saja, anak-anak yang kerap disebut ‘nerd’.

In nineteen minutes, you can mow the front lawn, color your hair, watch a third of a kockey game. In nineteen minutes, you can bake scones or get a tooth filled by a dentist, you can fold laundry for a family of five.

In nineteen minutes, you can order a pizza and get it delivered. You can read a story to a child or have your oil changed. You can walk a mile. You can sew a hem.
In nineteen minutes, you can stop the world, or you can just jump off it.

In nineteen minutes, you can get revenge


(page 5)

Tiba-tiba, semua jadi berubah kacau. Sebuah penembakan terjadi di sekolah itu. ‘Hanya’ dalam waktu 19 menit. Korban berjatuhan. 10 orang tewas – 9 murid dan 1 guru, lainnya luka-luka. Pelakunya adalah Peter Houghton, pelajar di Sterling High sendiri.

Kota Sterling adalah sebuah kota kecil di negara bagian New Hampshire, di mana semua penduduk mengenal satu sama lain dan kondisi kota itu bisa dibilang aman dan tenang. Kejadian ini mengusik hati semua orang, Para orang tua korban marah. Seluruh kota berduka.

Semua orang terkejut, terutama orang tua Peter. Di mata orang tuanya, Peter adalah anak baik-baik. Memang cenderung pendiam dan penyendiri, kesukaannya terhadap computer membuatnya lebih suka mengurung diri di kamar. Sebagai ibu, Lacy berusaha tidak mengganggu privacy anaknya. Peter juga bukan anak yang sering berperilaku agresif, bukan seorang psikopat.

Tapi sejak kecil, sejak hari pertama ia masuk taman kanak-kanak, Peter sudah menjadi korban bully. Meskipun ia punya kakak yang lebih popular, tapi justru tidak membantu. Bahkan Joey ikut-ikutan mengolok-olok Peter. Hal ini terus berlanjut sampai Peter duduk di sekolah menengah. Dan parahnya, setiap ibu Peter melaporkan kejadian ini ke sekolah, pihak sekolah seolah lepas tangan, dan mengharapkan Peter yang justru harus berubah. Perlakuan yang diterima di sekolah, tak ada dukungan dari orang tua, ternyata memupuk dendam di hati Peter.

Something still exists as long as there's someone around to remember it
(page 485)

Sabarlah dalam membaca buku ini, alur ceritanya maju-mundur. Selain kita ikut dalam keseharian setelah peristiwa itu terjadi – termasuk proses pengadilan, kita juga diajak untuk kembali ke ‘masa lalu’. Menyelami karakter-karakter di buku ini dan menemukan kejutan-kejutan kecil. Bagaimana dulu sebenarnya Josie dan Peter berteman, peristiwa yang menyebabkan mereka menjauh, dan hingga akhirnya Josie masuk dalam lingkungan anak-anak popular, sementara Peter ya tetap sebagai Peter yang kerap dipemalukan.

Miris membaca berbagai perlakukan yang diterima Peter, mulai dari kotak makanannya yang selalu dilempar – padahal ibunya setiap hari selalu menyiapkan makanan yang akhirnya mubazir, kacamata yang dipecahkan, celana yang ‘dipelorotin’ di tengah kantin, disebut ‘homo’ dan lain-lain.

Urusan bullying ini rasanya sedang ‘marak’. Beberapa waktu yang lalu, sebuah SMU terkenal di Jakarta, ramai diberitakan karena banyak orang tua murid yang mengeluarkan anak mereka dari sekolah tersebut karena anak mereka di-bully. Menurut adek gue yang alumni SMU itu, praktek bully sih udah ada dari jaman dulu – atau dulu lebih dikenal dengan istilah ‘gencet’. Dan justru, bukan anak-anak yang ‘nerd’ yang kena, tapi anak-anak baru yang lebih cantik, keren yang jadi sasaran kakak-kakak kelasnya. Hehehe.. takut tersaingi, apalagi kalo anak baru itu diincer sama cowok yang juga jadi inceran para senior.

Di radio Female juga pernah dibahas tentang perilaku bullying. Apa sih yang sebenernya membuat seorang anak suka mem-bully? Dan kenapa si anak yang di-bully gak berani atau gak bisa melawan? Salah siapa – sekolah kah yang gak bisa melindungi murid-muridnya? Atau orang tua – entah orang tua si pelaku atau korban? Seperti di buku ini, Lacy dan Lewis, sebagai orang tua Peter, sudah berusaha sebaik mungkin untuk mendidik Peter, menjadi orang tua yang bijak. Sementara saat Peter ditanya, “kenapa?” Justru ia menjawab, “Mereka yang memulai.”

Tentang bukunya sendiri… ah, lagi-lagi buku lama. 3 tahun tak tersentuh. ‘Hubungan’ gue dengan Jodie Picoult rada naik-turun. Hehehe… pertama baca Plain Truth, terus suka. Langsung lah berburu buku Jodie Picoult yang lain. Eh… ternyata pas baca lagi, gak semua ‘berkesan’ dan gue pun sempat bosen sama yang namanya cerita drama. Sampai saat ini yang berkesan hanya Plain Truth, My Sister Keeper dan Nineteen Minutes. Ciri khas Jodie Picoult, meramu masalah hukum dengan psikologis, yang bisa bikin orang gak bisa men-judge tokoh yang keliatannya salah. O ya, satu aja sih yang ‘ganggu’ buat gue, kenapa sih, Alex dan Patrick harus terlibat hubungan asmara?

Dan setelah Nineteen Minutes ini, pengen baca bukunya yang lain. Mari dimasukkan saja ke dalam ‘Proyek 2012’.

7 comments:

Anonymous said...

Aku juga suka yang 19 minutes ini fer. Termasuk yang rajin baca jodi picoult kecuali bukunya yang baru2 ini terbit :)

Astrid said...

fer...19 minutes ini adalah satu2nya buku picoult yang pernah aku baca, haha...bagus ya! takutnya kalo baca yg lain malah kecewa..yg bagus apa lagi ya bukunya dia? (selain my sister's keeper yg udh ntn filmnya)

Oky said...

Aku dan temen aku histeris baca review buku ini. Ini kenapa blm ada yg nerjemahin yaaaaa~

ferina said...

@annisa: kalo saya termasuk yang rajin membeli Jodie Picoult tapi suka gak kebaca

@Astrid: gak banyak sih yang udah gue baca, paling2 Plain Truth sama Vanishing Act

@Okeyzz: hah? histeris kenapa?

Asriani Amir said...

mendadak ingat lgi list buku tempo dulu yg blum kebeli. spertinya harus mencari buku ini.

thanks for shre mbak..:)

Anonymous said...

Ikutan proyek baca JP tahun depan mbak :)

Setuju banget dengan kisah asmara Alex, asli itu ga ada juga malah lebih baik, terkesan maksa ya malahan..

ferina said...

@mia: mau...mau ikuta proyek baca JP-nya :)

@Accilong: sama-sama :)

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang