Tuesday, November 01, 2011

Queen of Dreams

Queen of Dreams (Ratu Mimpi)
Chitra Banerjee Divakaruni @ 2004
Gita Yuliani (Terj.)
GPU – Agustus 2011
400 hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Penafsir mimpi… itulah ‘profesi’ ibu Rakhi. Profesi yang penuh rahasia. Ia bukan seorang peramal, tapi ia bisa merasakan apa yang dibawa oleh bunga tidur. Rakhi tak pernah mengerti kenapa ibunya tidur terpisah dari ayahnya. Kenapa ibunya tidur di lantai, bukan di tempat tidur seperti dirinya? Rakhi kecil juga ingin bisa menafsirkan mimpi seperti ibunya, tapi, tidak sembarang keturunan bisa mendapatkan ‘anugerah’ itu.

Rakhi, seorang seniman dan orang tua tunggal. Sebagai keturunan India yang bermukin di California, ia berjuang menata kehidupannya setelah perceraiannya dengan Sonny. Ia mengelola Chai House – sebuah café – bersama temannya, Bella. Tapi, persaingan dengan franchise café lain, membuat Chai House nyaris gulung tikar. Pelanggan Chai House ternyata lebih memilih Java Café yang lebih ‘megah’ dibanding kesederhanaan dan keakraban yang ditawarkan Chai House.

Di malam pameran perdana Rakhi di sebuah galeri, justru ia menerima berita duka. Ibunya meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan rahasia. Setelah ibu Rakhi meninggal, pelan-pelan, Rakhi berusaha mengurai rahasia itu.

Hubungan Rakhi dan ayahnya memang tidak bisa dibilang harmonis. Ayah Rakhi gemar mabuk-mabukkan. Ibu Rakhi-lah yang selalu berusahan jadi penyeimbang di antara mereka. Tapi, dalam hati, Rakhi kerap menyalahkan ayahnya atas semua kondisi ini.

Sebuah surat-surat berbahasa Bengali peninggalan ibu Rakhi menjadi sebuah sarana untuk mengenal siapa ibu Rakhi sebenarnya. Ayah Rakhi membantu menerjemahkan surat-surat itu.

Sementara itu, Chai House berganti nama dan ‘format’, menjadi Kurma House, yang menyajikan camilan khas India yang ternyata menarik perhatian banyak orang. Ayah Rakhi lah yang menjadi chef di Kurma House.

Lambat laun, bukan hanya rahasia tentang ibu Rakhi yang terungkap, tapi Rakhi pun semakin mengenal ayahnya. Ia tahu bagiamana orang tuanya bertemu, dari mana ayah Rakhi mendapatkan keahlian memasak. Bukan hanya itu, kegemaran ayah Rakhi yang suka menyanyi lagu-lagu India-lah yang juga menarik minat orang mengunjungi Kurma House.

Tapi, saat peristiwa 11 September, semua orang jadi saling mencurigai. Rakhi dan sesama keturunan India lainnya, tak luput dari ancaman orang-orang Amerika yang mendadak jadi patriotik. Rakhi bertanya-tanya, ia yang selama ini merasa sebagai orang Amerika, tapi di saat itu tak seorang pun yang percaya akan ‘ke-amerika-annya’.

Pertama: gue suka sebel sama Rakhi. Keras kepala, maunya didengerin, maunya bener. Apalagi kalo udah ketemu sama Sonny – mantan suaminya itu. Padahal apa yang dibilang Sonny ada benernya, tapi gara-gara gengsi dan egois, Rakhi lebih memilih berbantahan dan bertengkar.

Kedua: tokoh ayah Rakhi yang dibalik kebiasaan buruknya itu, ternyata juga tertekan. Tapi, tetap mencintai istrinya. Saat gue baca bagian Kurma House yang mulai ramai itu, kaya’nya gue bisa membayangkan sibuknya Kurma House, penuh dengan pemusik-pemusik tradisional yang mampir. Suka cita, kemeriahan Kurma House ikut terasa. Belum lagi, camilan khas India yang masih panas mengepul. Hmmm…

Ketiga: buku ini mengingatkan gue sama Mistress of Spices – eksotis dan misterius. Sama-sama tentang sebuah ‘profesi’ yang misterius. Sama-sama menempuh pendidikan di sebuah tempat tersembunyi, punya tetua dan pantangan. Kalau melanggar, artinya harus keluar dan kehilangan ‘keahliannya’ pelan-pelan.

Tapi, tetap… gue selalu terhanyut sama tulisan Chitra Banerjee Divakaruni. Selalu ada yang ‘misterius’ di balik cerita-ceritanya.

3 comments:

Yayun Riwinasti said...

wow..jd pengen camilan khas India...:)

Anonymous said...

Karakter rakhi nya emang agak2 gemesin gitu ya fer. Suka keras kepala ngga jelas, hehehe.. Aku malah lebih banyak simpati sama sonny..

ferina said...

@Yayun: cari di mana ya?

@annisaanggiana: iya, aku kasian dgn para tokoh laki-lakinya :) ya, Sonny... ya, ayahnya Rakhi...

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang