When God was a Rabbit
Sarah Winman @ 2011
Rini Nurul Badariah (Terj.)
Penerbit Bentang – Cet. I, Agustus 2011
398 Hal.
(Trimedia – Mal Ambasador)
Judulnya ‘nakal’ dan menarik perhatian. Tapi jangan berpikir ini bakal mengarah ke sebuah novel spiritual atau yang berbau-bau religi. Judul ini dan beberapa hasil review membuat gue pun tertarik untuk membaca When God was a Rabbit ini.
Dan jangan salah lagi berpikir kalau ini sebuah novel bergenre romance. Cover-nya memang manis. Berwarna kuning, ditambah dengan siluet seorang perempuan dan laki-laki, ada payung dan sepeda. Cukup romantis kan?
When God was a Rabbit bisa dibilang mengisahkan perjalanan hidup seorang gadis bernama Elly. Bersetting di London. Terbagi dalam dua bagian – bagian pertama ketika Elly masih seorang gadis kecil menjelang remaja berusia belasan tahun dan bagian kedua, ketika Elly berusia 27 tahun.
Ia hidup dalam keluarga yang unik. Ayahnya, seorang pengacara yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Ia punya kakak laki-laki yang selalu melindunginya bernama Joe. Joe lah yang menyimpan rahasia Elly selama bertahun-tahun.
Elly bisa dibilang tak punya teman dekat. Hingga pada suatu hari datanglah seorang gadis bernama Jenny Penny. Jenny Penny pun menjadi sahabat Elly. Ia yang membela saat Elly dibilang ‘sesat’ karena memberi nama ‘God’ untuk seekor kelinci.
Tokoh-tokoh lain yang gak kalah unik adalah Arthur, seorang laki-laki tua yang awalnya tinggal sementara di Bed & Breakfast milik orang tua Elly, tapi akhirnya malah jadi seperti keluarga yang menetap permanen bersama keluarga Elly, lalu ada Ginger – perempuan nyentrik lainnya, tak ketinggalan Nancy, adik ayah Elly yang seorang artis. Lalu, Charlie, teman dekat Joe.
Mungkin awalnya memang agak ‘ribet’ baca buku ini. Mencari polanya, mencoba memahami apa yang ingin disampaikan penulis. Banyak banget permasalahan di dalam buku ini, mulai dari kakak laki-laki yang seorang gay, tante yang lesbian, ibu yang kena kanker, pelecehan seksual, pembunuhan, penculikan sampai peristiwa 11 September. Tak hanya Elly dan Joe yang menyimpan rasa duka, tapi juga ayah Elly, yang menyimpan rasa bersalah dalam hati selam bertahun-tahun.
Campur aduk… sedih, gembira, tawa, pahit, manis… membacanya ada rasa ‘getir’. Gimana sih, rasanya… mau coba tersenyum, tapi ada terselip rasa sakit. Ada saat gembira ketika sahabat lama datang kembali, dan ketika harus kehilangan karena orang terdekat yang lainnya malah pergi.
Buku ini bercerita tentang hubungan antara adik perempuan dan kakak laki-laki. Tentang persahabatan yang sempat terputus.
Sarah Winman @ 2011
Rini Nurul Badariah (Terj.)
Penerbit Bentang – Cet. I, Agustus 2011
398 Hal.
(Trimedia – Mal Ambasador)
Judulnya ‘nakal’ dan menarik perhatian. Tapi jangan berpikir ini bakal mengarah ke sebuah novel spiritual atau yang berbau-bau religi. Judul ini dan beberapa hasil review membuat gue pun tertarik untuk membaca When God was a Rabbit ini.
Dan jangan salah lagi berpikir kalau ini sebuah novel bergenre romance. Cover-nya memang manis. Berwarna kuning, ditambah dengan siluet seorang perempuan dan laki-laki, ada payung dan sepeda. Cukup romantis kan?
When God was a Rabbit bisa dibilang mengisahkan perjalanan hidup seorang gadis bernama Elly. Bersetting di London. Terbagi dalam dua bagian – bagian pertama ketika Elly masih seorang gadis kecil menjelang remaja berusia belasan tahun dan bagian kedua, ketika Elly berusia 27 tahun.
Ia hidup dalam keluarga yang unik. Ayahnya, seorang pengacara yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Ia punya kakak laki-laki yang selalu melindunginya bernama Joe. Joe lah yang menyimpan rahasia Elly selama bertahun-tahun.
Elly bisa dibilang tak punya teman dekat. Hingga pada suatu hari datanglah seorang gadis bernama Jenny Penny. Jenny Penny pun menjadi sahabat Elly. Ia yang membela saat Elly dibilang ‘sesat’ karena memberi nama ‘God’ untuk seekor kelinci.
Tokoh-tokoh lain yang gak kalah unik adalah Arthur, seorang laki-laki tua yang awalnya tinggal sementara di Bed & Breakfast milik orang tua Elly, tapi akhirnya malah jadi seperti keluarga yang menetap permanen bersama keluarga Elly, lalu ada Ginger – perempuan nyentrik lainnya, tak ketinggalan Nancy, adik ayah Elly yang seorang artis. Lalu, Charlie, teman dekat Joe.
Mungkin awalnya memang agak ‘ribet’ baca buku ini. Mencari polanya, mencoba memahami apa yang ingin disampaikan penulis. Banyak banget permasalahan di dalam buku ini, mulai dari kakak laki-laki yang seorang gay, tante yang lesbian, ibu yang kena kanker, pelecehan seksual, pembunuhan, penculikan sampai peristiwa 11 September. Tak hanya Elly dan Joe yang menyimpan rasa duka, tapi juga ayah Elly, yang menyimpan rasa bersalah dalam hati selam bertahun-tahun.
Campur aduk… sedih, gembira, tawa, pahit, manis… membacanya ada rasa ‘getir’. Gimana sih, rasanya… mau coba tersenyum, tapi ada terselip rasa sakit. Ada saat gembira ketika sahabat lama datang kembali, dan ketika harus kehilangan karena orang terdekat yang lainnya malah pergi.
Buku ini bercerita tentang hubungan antara adik perempuan dan kakak laki-laki. Tentang persahabatan yang sempat terputus.
0 comments:
Post a Comment