Leila Aboulela @ 1999
Rahmani Astuti (Terj.)
GPU – Oktober 2011
227 Hal.
(Trimedia – Mal Ambasador - 2011)
Sammar, perempuan berkebangsaan Sudan yang mencari nafkah di Skotlandia, tepatnya di kota Aberdeen. Kesepian, sendiri di kota yang dingin dan muram ini. Suami Sammar, Tarig, meninggal dalam sebuah kecelakaan dan Amir, anak Sammar satu-satunya, tinggal dengan keluarga Tarig di Khartoum.
Sammar bekerja di sebuah universitas sebagai penerjemah dokumen-dokumen berbahasa Arab. Seorang professor bernama Rae, seorang peniliti Islam, kerap meminta bantuan Sammar.
Hubungan professional ini lama-lama berubah menjadi hubungan persahabatan. Sammar merasa nyaman berbicara dengan Rae, yang juga seorang duda dengan satu anak perempuan.
Dan, makin lama, hubungan ini menimbulkan perasaan lain yang lebih dari sahabat. Tapi, sayang, perbedaan keyakinan menjadi penghalang hubungan ini. Sammar mencoba mengajak Rae untuk memeluk agama Islam, tapi tampaknya Rae belum yakin untuk melangkah ke arah yang lebih jauh. Sammar sebagai seorang Muslim, merasa lebih baik ia menjauhkan diri dari Rae, daripada ‘terjerumus’ ke dalam sebuah perbuatan dosa.
Sammar kembali ke Khourtoum. Kembali menemui Amir dan tinggal bersama keluarga mendiang suaminya. Ia mencoba melupakan Rae dan mimpi-mimpinya. Bahkan ia melepaskan pekerjaannya di Aberdeen, sebuah tindakan yang dianggap bodoh oleh adik Sammar. Tampaknya, kehidupan di luar negeri dianggap sebuah hal yang mewah, sebagai sebuah suatu keberhasilan.
Bahasa dalam novel ini, begitu tenang dan menghanyutkan. Tapi buat gue ini jadi ‘jebakan batman’, saking terhanyutnya, ada kalanya gue jadi ‘ngantuk’. Makanya, rada lama gue menyelesaikan novel yang gak terlalu tebal ini. Temponya lambat. Sesuai karakter-karakter dalam buku ini yang tenang. Gak ada pembicaraan yang meledak-ledak.
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama, saat Sammar di Aberdeen, kala musim dingin. Suasana begitu muram, semuram hati Sammar. Tapi, bagian kedua, waktu Sammar udah di Khartoum, suasana jadi lebih terasa hangat. Adanya tokoh-tokoh lain, meskipun bukan tokoh utama, seperti Amir, keponakan Sammar, adik ipar Sammar, menambah ‘kehangatan’ di dalam cerita. Seolah ada variasi lain dalam hidup Sammar sendiri. Gue pun jadi lebih semangat waktu sampai di bagian kedua ini.
Tampaknya, meskipun gak terlalu ‘puas’ dengan buku Leila Aboulela pertama yang gue baca ini, gue masih pengen membaca buku-bukunya yang lain. Satu lagi, gue suka sama cover edisi Indonesia ini, warna birunya sesuai sama isi ceritanya :)
Rahmani Astuti (Terj.)
GPU – Oktober 2011
227 Hal.
(Trimedia – Mal Ambasador - 2011)
Sammar, perempuan berkebangsaan Sudan yang mencari nafkah di Skotlandia, tepatnya di kota Aberdeen. Kesepian, sendiri di kota yang dingin dan muram ini. Suami Sammar, Tarig, meninggal dalam sebuah kecelakaan dan Amir, anak Sammar satu-satunya, tinggal dengan keluarga Tarig di Khartoum.
Sammar bekerja di sebuah universitas sebagai penerjemah dokumen-dokumen berbahasa Arab. Seorang professor bernama Rae, seorang peniliti Islam, kerap meminta bantuan Sammar.
Hubungan professional ini lama-lama berubah menjadi hubungan persahabatan. Sammar merasa nyaman berbicara dengan Rae, yang juga seorang duda dengan satu anak perempuan.
Dan, makin lama, hubungan ini menimbulkan perasaan lain yang lebih dari sahabat. Tapi, sayang, perbedaan keyakinan menjadi penghalang hubungan ini. Sammar mencoba mengajak Rae untuk memeluk agama Islam, tapi tampaknya Rae belum yakin untuk melangkah ke arah yang lebih jauh. Sammar sebagai seorang Muslim, merasa lebih baik ia menjauhkan diri dari Rae, daripada ‘terjerumus’ ke dalam sebuah perbuatan dosa.
Sammar kembali ke Khourtoum. Kembali menemui Amir dan tinggal bersama keluarga mendiang suaminya. Ia mencoba melupakan Rae dan mimpi-mimpinya. Bahkan ia melepaskan pekerjaannya di Aberdeen, sebuah tindakan yang dianggap bodoh oleh adik Sammar. Tampaknya, kehidupan di luar negeri dianggap sebuah hal yang mewah, sebagai sebuah suatu keberhasilan.
Bahasa dalam novel ini, begitu tenang dan menghanyutkan. Tapi buat gue ini jadi ‘jebakan batman’, saking terhanyutnya, ada kalanya gue jadi ‘ngantuk’. Makanya, rada lama gue menyelesaikan novel yang gak terlalu tebal ini. Temponya lambat. Sesuai karakter-karakter dalam buku ini yang tenang. Gak ada pembicaraan yang meledak-ledak.
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama, saat Sammar di Aberdeen, kala musim dingin. Suasana begitu muram, semuram hati Sammar. Tapi, bagian kedua, waktu Sammar udah di Khartoum, suasana jadi lebih terasa hangat. Adanya tokoh-tokoh lain, meskipun bukan tokoh utama, seperti Amir, keponakan Sammar, adik ipar Sammar, menambah ‘kehangatan’ di dalam cerita. Seolah ada variasi lain dalam hidup Sammar sendiri. Gue pun jadi lebih semangat waktu sampai di bagian kedua ini.
Tampaknya, meskipun gak terlalu ‘puas’ dengan buku Leila Aboulela pertama yang gue baca ini, gue masih pengen membaca buku-bukunya yang lain. Satu lagi, gue suka sama cover edisi Indonesia ini, warna birunya sesuai sama isi ceritanya :)
10 comments:
pas dengan ceritanya yang mengharu biru ya mbak :)
Setuju untuk covernya, saya juga suka! Sepertinya sekarang Gramedia ga mau kalah soal cover ya? Akhir-akhir ini covernya bagus-bagus semua :D
padahal covernya keren lho, Mbak.. sempet pengen aku ambil. tapi ga jadi. hohohh..
udah bolak-balik menimbang mau beli buku ini tapi maju mundur. Kebetulan ada resensi-nya :). Hemm, kayanya nunggu buku pinjaman aja deh :)
@mia: salah satu yang bikin aku pengen beli, ya karena cover-nya
@orybun: ups.. ma'af... bikin gak jadi beli :)
@iin: gak rugi juga koq kalo baca buku ini :)
ada yg mau meminjamkan? hehehe
covernya cantik, 4 bintang buat covernya :D
apakah endingnya klise mbak?
kemaren liat buku ini di gramed, tp inget pernah baca twitmu yang bilang kalo buku ini bikin ngantuk, jd ga jadi beli hihihi!
@Althesia: mau pinjem? boleh.. :)
@Maya: hmmm.... sedikit klise :)
@Astrid: mau pinjema aja? kali2 kalo loe baca, beda sama gue yang emang 'ngantukan' :D
wah ibu rahmani astuti ini yang menerjemahkan dunia sophie.
ngantukan yah? minum kopi dulu bersama sayah, hehehe
@helvry: sayangnya, saya juga gak terlalu suka ngopi :) bikin deg2an :D
Post a Comment