Pesan dari Sambu
Tasmi P.S. @ 2009
Hikmah – Cet. I, Maret 2010
349 hal
Pulau Sambu? Ada yang pernah denger nama pulau ini? Jujur, gue baru kali ini tau di Indonesia, atau tepatnya di Kepulauan Riau, ada yang namanya Pulau Sambu. Ups.. ma’afkan minimnya pengetahuan geografi gue ini.
Di pulau inilah, Mimi tinggal, bersama orang tua dan adik-adiknya yang tiap 2 tahun sekali selalu bertambah. Mimi sebenarnya ada ketiga, tapi kedua kakaknya sekolah di pulau Jawa, jadilah ia mendapat tugas untuk jadi ‘kakak tertua’, mengasuh adik-adiknya. Mimi berparas cukup cantik, banyak teman-teman sekolahnya yang naksir dengan Mimi, bahkan guru-guru laki-laki juga.
Ayah Mimi bekerja sebagai kepala bengkel di PT Shell. Tinggal di pulau kecil, tidak berarti kehidupan mereka terbelakang. Justru semua di sana serba mudah. Ayah Mimi digaji pakai dollar Singapura. Mau ikan, tinggal mancing, minyak dan air habis, tinggal lapor. Main-main bisa di laut. Mau jalan-jalan, tinggal nyeberang pakai ferry ke Singapura. Asyik kan? Potong rambut aja di Singapura. Keamanan terjamin. Teman juga banyak. Uang di pulau ini justru gak laku, makanya Mak-nya Mimi lebih senang menyimpan emas.
Tapi, justru mereka kehilangan akar budaya mereka. Seperti Mimi, sebenarnya ia keturunan Jawa. Tapi, ketika diajak ‘perlop’ ke Jawa, justru ia dan adik-adiknya dianggap aneh. Orang Jawa tapi gak bisa bahasa Jawa. Malah lebih jago bahasa Melayu, lebih kenal tari Serampang Dua Belas, dibanding tari Serimpi.
Meskipun sayang dengan adik-adiknya, Mimi kerap lelah karena harus selalu mengurus dan bertanggung jawab atas adik-adiknya itu. Mau pergi belajar nari, adik-adiknya merengek ingin ikut, mau nonton ‘wayang gambar’ dengan teman-temannya, meskipun sudah pakai berbagai macam jurus, tetap saja adik-adiknya berhasil menemukan keberadaan Mimi. Awalnya Mimi berpikir, mungkin dengan menikah, ia akan terbebas dari tanggung jawab ini.
Di usia yang sangat muda, Mimi pun akhirnya menikah dengan seorang prajurit dengan usia yang beda 6 tahun. Tapi, Mimi tak boleh sekolah lagi, harus menyesuaikan diri dengan predikat baru sebagai istri prajurit dan ikut ke mana suami pergi.
Menarik? Buat gue, awalnya memang menarik. Banyak kata-kata campur aduk, antara bahasa melayu, bahasa Inggris. Untung catatan kakinya cukup jelas, jadi kita gak perlu menebak-nebak apa arti kata tersebut.
Tapi memang gue suka berharap terlalu banyak di awal. Buku ini jadi rada nanggung buat gue. Tadinya gue pikir, bakalan ada cerita dengan porsi yang lebih banyak tentang gimana Mimi harus beradaptasi dengan saudara-saudaranya di Jawa, atau tentang kehidupan Mimi setelah menikah.
Tasmi P.S. @ 2009
Hikmah – Cet. I, Maret 2010
349 hal
Pulau Sambu? Ada yang pernah denger nama pulau ini? Jujur, gue baru kali ini tau di Indonesia, atau tepatnya di Kepulauan Riau, ada yang namanya Pulau Sambu. Ups.. ma’afkan minimnya pengetahuan geografi gue ini.
Di pulau inilah, Mimi tinggal, bersama orang tua dan adik-adiknya yang tiap 2 tahun sekali selalu bertambah. Mimi sebenarnya ada ketiga, tapi kedua kakaknya sekolah di pulau Jawa, jadilah ia mendapat tugas untuk jadi ‘kakak tertua’, mengasuh adik-adiknya. Mimi berparas cukup cantik, banyak teman-teman sekolahnya yang naksir dengan Mimi, bahkan guru-guru laki-laki juga.
Ayah Mimi bekerja sebagai kepala bengkel di PT Shell. Tinggal di pulau kecil, tidak berarti kehidupan mereka terbelakang. Justru semua di sana serba mudah. Ayah Mimi digaji pakai dollar Singapura. Mau ikan, tinggal mancing, minyak dan air habis, tinggal lapor. Main-main bisa di laut. Mau jalan-jalan, tinggal nyeberang pakai ferry ke Singapura. Asyik kan? Potong rambut aja di Singapura. Keamanan terjamin. Teman juga banyak. Uang di pulau ini justru gak laku, makanya Mak-nya Mimi lebih senang menyimpan emas.
Tapi, justru mereka kehilangan akar budaya mereka. Seperti Mimi, sebenarnya ia keturunan Jawa. Tapi, ketika diajak ‘perlop’ ke Jawa, justru ia dan adik-adiknya dianggap aneh. Orang Jawa tapi gak bisa bahasa Jawa. Malah lebih jago bahasa Melayu, lebih kenal tari Serampang Dua Belas, dibanding tari Serimpi.
Meskipun sayang dengan adik-adiknya, Mimi kerap lelah karena harus selalu mengurus dan bertanggung jawab atas adik-adiknya itu. Mau pergi belajar nari, adik-adiknya merengek ingin ikut, mau nonton ‘wayang gambar’ dengan teman-temannya, meskipun sudah pakai berbagai macam jurus, tetap saja adik-adiknya berhasil menemukan keberadaan Mimi. Awalnya Mimi berpikir, mungkin dengan menikah, ia akan terbebas dari tanggung jawab ini.
Di usia yang sangat muda, Mimi pun akhirnya menikah dengan seorang prajurit dengan usia yang beda 6 tahun. Tapi, Mimi tak boleh sekolah lagi, harus menyesuaikan diri dengan predikat baru sebagai istri prajurit dan ikut ke mana suami pergi.
Menarik? Buat gue, awalnya memang menarik. Banyak kata-kata campur aduk, antara bahasa melayu, bahasa Inggris. Untung catatan kakinya cukup jelas, jadi kita gak perlu menebak-nebak apa arti kata tersebut.
Tapi memang gue suka berharap terlalu banyak di awal. Buku ini jadi rada nanggung buat gue. Tadinya gue pikir, bakalan ada cerita dengan porsi yang lebih banyak tentang gimana Mimi harus beradaptasi dengan saudara-saudaranya di Jawa, atau tentang kehidupan Mimi setelah menikah.
0 comments:
Post a Comment