The Count of Monte Cristo
Alexandre Dumas
Nin Bakdi Soemanto (Terj.)
Bentang Pustaka - Maret 2011
568 hal.
Nama Alexander Dumas, bukan nama ‘asing’ untuk gue, hanya saja gue belum pernah membaca satu pun buku beliau. Gue mengenal nama ini dari film Three Musketeers. Meskipun gue menyukai filmnya yang kocak itu (plus soundtrack-nya yang bagus), gue belum tergerak untuk membaca Three Musketeers. Sampai akhirnya, gue diajak ikutan groups #BBI, dan ternyata buku untuk baca bareng bulan Juni adalah The Count of Monte Cristo dan The Prophecy of the Sisters. The Prophecy of the Sisters udah baca, tinggal The Count of Monte Cristo.
Awalnya… gue sempat ragu untuk membeli. Maklum selalu ‘alergi’ dengan buku-buku begini. Nyoba baca versi bahasa Inggris (nyari e-book-nya), wah… ribet… ya sudahlah, rasa penasaran membuat gue nekat beli buku ini. Dan… akhirnya… gue pun terhanyut dalam aksi balas dendam Count of Monte Cristo. Mungkin terdengar kasar ya, kalo dibilang aksi balas dendam. Tapi itulah yang terjadi dalam buku ini.
Tak sedikit pun terlintas dalam benak seorang Edmond Dantes, pelaut muda yang baru saja membawa kapal Pharaon merapat di Marseilles. Yang ada di pikirannya hanyalah rasa bahagia bertemu dengan ayahnya dan kekasih tercintanya, Mercedes. Bahkan, Edmond sudah berencana akan segera melangsungkan pernikahan dengan Mercedes. Kebahagiaan bertambah karena pribadinya yang tangguh dan cekatan, membuat sang pemilik kapal terkesan dan menjadikan Dantes kapten kapal yang baru.
Tapi, karena rasa iri, dengki dan sakit hati, membuat Danglars – petugas keuangan kapal Pharaon, Fernand – pemuda yang cintanya ditolak Mercedes dan Caderousse – tetangga Dante yang hanya ikut-ikutan, merekayasa sebuah surat yang menunjukkan bahwa Dantes sudah berkhianat dan bersekutu dengan Napoleon yang waktu itu sudah diasingkan ke Pulau Elba. Hal ini semakin diperparah dengan penuntut umum yang ingin cari selamat sendiri, bernama Villefort.
Edmond Dantes harus mendekam di penjara selama 14 tahun. Dijebloskan ke ruang bawah tanah yang gelap. Edmond sempat memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dan itu pasti akan terjadi, kalau saja ia tidak mendengar ada suara-suara yang membawanya pada perkenalan terhadap tahanan lain, seorang pastor yang dianggap gila bernama Abbe Faria.
Edmond pun menganggap Abbe Faria sebagai ayah keduanya. Abbe Faria memberitahu Edmond sebuah rahasia besar, bersama mereka membuat rencana untuk melarikan diri. Sayangnya, hanya Edmond yang berhasil keluar dari penjara itu hidup-hidup.
Berbekal rahasia yang diceritakan oleh Abbe Faria, Edmond pun mengubah hidupnya, mengganti identitasnya dan masuk ke dalam lingkup pergaulan orang-orang yang dulu pernah menyakiti dan membuat hidupnya berantakan. Tanpa disadari Danglars, Fernand dan Caderousse, serta Villefort, Edmond Dantes telah kembali dan siap untuk melakukan balas dendam dan balik menghancurkan hidup mereka. Hanya satu orang yang tahu, dari awal siapa Count of Monte Cristo sebenarnya.
Selama Dantes dipenjara, kehidupan para musuhnya juga berubah, dari kalangan yang biasa-biasa saja jadi bangsawan yang berkedudukan dan kaya raya.
Wow… buku ini penuh dengan intrik-intrik. Tapi, terus terang gue kagum dengan sosok Edmond Dantes a.ka. Count of Monte Cristo, begitu cermat , teliti dan hati-hati dalam menyusun rencana. Ia tahu semua detail kejadian di rumah para musuhnya. Meskipun pada akhirnya ia mengakibatkan kehidupan orang lain berantakan, termasuk kehidupan orang yang pernah ia cintai. Ada satu titik di mana Count of Monte Cristo menyesali perbuatannya karena mengakibatkan hilangnya nyawa seorang anak yang tak bersalah. Tapi, meskipun ‘terasa’ sadis, ia tak melupakan orang-orang yang baik pada dirinya. Dengan harta yang nyaris tak terbatas, Count of Monte Cristo leluasa melakukan berbagai hal, menghambur-hamburkan uang demi mencapai tujuannya.
Membacanya pun harus pelan-pelan, begitu banyaknya tokoh dan berbagai peristiwa yang berseliweran, sempat membuat gue kehilangan arah dan bingung. Beberapa kali sempat bolak-balik ke depan, biar inget lagi. Sempat nyaris putus di tengah jalan. Gue jadi pengen nonton filmnya. Sampai sekarang, kalo gue disuruh membayangkan siapa yang cocok jadi Edmond Dantes, gue koq terbayang sama si pemeran Aragorn di Lord of the Rings ya? Hehehe…
Buku ini mendapat bintang 4 dari gue. Kenapa gak 5? Mungkin nanti, kalo gue (suatu saat) baca ulang, dan gak pake pusing lagi bacanya, gue bakal kasih bintang 5.
Alexandre Dumas
Nin Bakdi Soemanto (Terj.)
Bentang Pustaka - Maret 2011
568 hal.
Nama Alexander Dumas, bukan nama ‘asing’ untuk gue, hanya saja gue belum pernah membaca satu pun buku beliau. Gue mengenal nama ini dari film Three Musketeers. Meskipun gue menyukai filmnya yang kocak itu (plus soundtrack-nya yang bagus), gue belum tergerak untuk membaca Three Musketeers. Sampai akhirnya, gue diajak ikutan groups #BBI, dan ternyata buku untuk baca bareng bulan Juni adalah The Count of Monte Cristo dan The Prophecy of the Sisters. The Prophecy of the Sisters udah baca, tinggal The Count of Monte Cristo.
Awalnya… gue sempat ragu untuk membeli. Maklum selalu ‘alergi’ dengan buku-buku begini. Nyoba baca versi bahasa Inggris (nyari e-book-nya), wah… ribet… ya sudahlah, rasa penasaran membuat gue nekat beli buku ini. Dan… akhirnya… gue pun terhanyut dalam aksi balas dendam Count of Monte Cristo. Mungkin terdengar kasar ya, kalo dibilang aksi balas dendam. Tapi itulah yang terjadi dalam buku ini.
Tak sedikit pun terlintas dalam benak seorang Edmond Dantes, pelaut muda yang baru saja membawa kapal Pharaon merapat di Marseilles. Yang ada di pikirannya hanyalah rasa bahagia bertemu dengan ayahnya dan kekasih tercintanya, Mercedes. Bahkan, Edmond sudah berencana akan segera melangsungkan pernikahan dengan Mercedes. Kebahagiaan bertambah karena pribadinya yang tangguh dan cekatan, membuat sang pemilik kapal terkesan dan menjadikan Dantes kapten kapal yang baru.
Tapi, karena rasa iri, dengki dan sakit hati, membuat Danglars – petugas keuangan kapal Pharaon, Fernand – pemuda yang cintanya ditolak Mercedes dan Caderousse – tetangga Dante yang hanya ikut-ikutan, merekayasa sebuah surat yang menunjukkan bahwa Dantes sudah berkhianat dan bersekutu dengan Napoleon yang waktu itu sudah diasingkan ke Pulau Elba. Hal ini semakin diperparah dengan penuntut umum yang ingin cari selamat sendiri, bernama Villefort.
Edmond Dantes harus mendekam di penjara selama 14 tahun. Dijebloskan ke ruang bawah tanah yang gelap. Edmond sempat memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dan itu pasti akan terjadi, kalau saja ia tidak mendengar ada suara-suara yang membawanya pada perkenalan terhadap tahanan lain, seorang pastor yang dianggap gila bernama Abbe Faria.
Edmond pun menganggap Abbe Faria sebagai ayah keduanya. Abbe Faria memberitahu Edmond sebuah rahasia besar, bersama mereka membuat rencana untuk melarikan diri. Sayangnya, hanya Edmond yang berhasil keluar dari penjara itu hidup-hidup.
Berbekal rahasia yang diceritakan oleh Abbe Faria, Edmond pun mengubah hidupnya, mengganti identitasnya dan masuk ke dalam lingkup pergaulan orang-orang yang dulu pernah menyakiti dan membuat hidupnya berantakan. Tanpa disadari Danglars, Fernand dan Caderousse, serta Villefort, Edmond Dantes telah kembali dan siap untuk melakukan balas dendam dan balik menghancurkan hidup mereka. Hanya satu orang yang tahu, dari awal siapa Count of Monte Cristo sebenarnya.
Selama Dantes dipenjara, kehidupan para musuhnya juga berubah, dari kalangan yang biasa-biasa saja jadi bangsawan yang berkedudukan dan kaya raya.
Wow… buku ini penuh dengan intrik-intrik. Tapi, terus terang gue kagum dengan sosok Edmond Dantes a.ka. Count of Monte Cristo, begitu cermat , teliti dan hati-hati dalam menyusun rencana. Ia tahu semua detail kejadian di rumah para musuhnya. Meskipun pada akhirnya ia mengakibatkan kehidupan orang lain berantakan, termasuk kehidupan orang yang pernah ia cintai. Ada satu titik di mana Count of Monte Cristo menyesali perbuatannya karena mengakibatkan hilangnya nyawa seorang anak yang tak bersalah. Tapi, meskipun ‘terasa’ sadis, ia tak melupakan orang-orang yang baik pada dirinya. Dengan harta yang nyaris tak terbatas, Count of Monte Cristo leluasa melakukan berbagai hal, menghambur-hamburkan uang demi mencapai tujuannya.
Membacanya pun harus pelan-pelan, begitu banyaknya tokoh dan berbagai peristiwa yang berseliweran, sempat membuat gue kehilangan arah dan bingung. Beberapa kali sempat bolak-balik ke depan, biar inget lagi. Sempat nyaris putus di tengah jalan. Gue jadi pengen nonton filmnya. Sampai sekarang, kalo gue disuruh membayangkan siapa yang cocok jadi Edmond Dantes, gue koq terbayang sama si pemeran Aragorn di Lord of the Rings ya? Hehehe…
Buku ini mendapat bintang 4 dari gue. Kenapa gak 5? Mungkin nanti, kalo gue (suatu saat) baca ulang, dan gak pake pusing lagi bacanya, gue bakal kasih bintang 5.