Monday, May 09, 2011

Ape House

Ape House
Sara Gruen @ 2010
Two Roads
367 pages

Di saat orang sedang santai di rumah, menikmati tahun baru bersama keluarga, Isabelle Duncan nyaris tewas karena ledakan bom di laboratorium tempatnya bekerja. Sebuah organisasi pencinta binatang menyatakan bertanggung jawab atas kejadian itu. Isabel adalah seorang ilmuwan yang mengabdikan dirinya di dalam dunia ‘bonobo’ atau ‘ape’ – jenis kera yang mungkin lebih mirip simpanse atau orang utan (please, correct me if I’m wrong… ). Isabel belajar bagaimana bonobo berinteraksi, berkomunikasi, sampai akhirnya ia mengerti ‘bahasa’ mereka. Isabel juga mengatur menu diet mereka dan mengajarkan berbahasa yang baik.

Ada orang-orang yang mengaku pencinta binatang yang salah mengartikan semua penelitian yang dilakukan Isabel dan teman-temannya. Mereka berpikiran apa yang dilakukan Isabel adalah sebuah bentuk eksploitasi terhadap hewan.

Mengalami luka parah, hingga harus dioperasi plastik dan harus dirawat lama di rumah sakit, Isabel terkejut ketika mengetahui apa yang terjadi dengan keenam bonobo asuhannya. Mereka dibawa ke sebuah rumah, dikumpulkan di dalam satu ruangan yang dipasang kamera di berbagai sudut – dan semua kegiatan mereka disiarkan secara live. Ken Faulks, salah satu pemilik berbagai acara reality show, berharap acara ini akan menarik banyak pemirsa, meskipun dengan cara yang ditentang banyak orang.

John Thigpen, berusaha menyelamatkan karirnya di dunia jurnalistik. Meskipun ia terpaksa mengambil tawaran bekerja di sebuah tabloid, ia bertekad untuk membongkar kebusukan di balik reality show ‘Ape House’ itu.

Sekali lagi, Sara Gruen mengambil tema tentang hewan, khususya tentang eksploitasi hewan. Yang suka sama Water for Elephants, gak akan menyesal untuk baca buku ini. Reality show itu gak ‘se-real’ yang ditonton di tv, too much dramas, too much conflicts.

Gue jadi inget jaman dulu pernah nonton di tv (masih ada tvri aja), film tentang simpanse yang pinter main band, didandanin dengan pakaian layaknya manusia, dan gue seneng banget dulu nonton ini. Dan gue juga jadi inget dengan pertunjukan topeng monyet. Kalo dulu, si topeng monyet ini ‘beneran’ untuk menghibur, tapi sekarang malah dipakai untuk mengemis.

8 comments:

Astrid said...

ahhhh pengen pengen pengeeennn....td baru komen di blog lain ttg Water...sekarang masuk blog loe kok bisa sara gruen lagiiii huhuhu...eh beli dimana ferrr

ferina said...

beli.. beli.. beli...
kemarin aku belinya di Periplus

Anonymous said...

Dari kapanan itu pegang-pegang buku ini di Periplus, saya jatuh cinta dengan gaya penceritaan Sara gruen yang sepertinya melakukan riset mendalam waktu mengerjakan novelnya. Baca postingan mbak Ferina tambah bikin pengen beli bukunya :)

ferina said...

beli.. beli.. beli...
aku jatuh cinta sejak baca Water for Elephants.
jad pengen baca bukunya yang pertama

Tjut Riana said...

Ini bagus juga ya, Fer? *mulai jatuh cinta pada karya2 Sara Gruen* :p

Tjut Riana said...

Sepertinya ini bagus juga ya, Fer? *mulai jatuh cinta pada karya2 Sara Gruen* :p

ferina said...

bagus juga, mbak :)

Astrid said...

sudah beli, gara2 terpengaruh ferina huahahaha...tapi entah kapan dibacanya nih, masih tinggiiii tumpukan buku2 yg belom *fiuh

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang