The Dogs of Babel
Carolyn Parkhurst @ 2003
Back Bay Books - 2004
264 hal.
Sejak istrinya meninggal dunia, Paul menjadi ‘terobsesi’ untuk membuat Lorelei, anjing mereka ‘bicara’. Karena ketika kejadian itu, hanya Lorelei-lah saksi hidup yang menyaksikan detik-detik terakhir Lexy di dunia. Lexy ditemukan meninggal dunia di dekat pohon di pekarangan rumah mereka. Ketika kejadian itu, suasana di sekitar rumah mereka sepi. Tak ada tetangga yang sedang merumput atau menjemur pakaian, tak ada yang sedang ada di dapur mereka. Tak ada seorang pun yang kebetulan melintas di depan rumah mereka. Melihat posisi Lexy, polisi memperkirakan Lexy terjatuh dari pohon. Tapi, apa penyebabnya, tak ada yang tahu pasti. Untuk apa Lexy memanjat pohon? Apakah Lexy bunuh diri? Atau Lexy ingin mengambil sesuatu di atas pohon itu lalu terjatuh? Paul ingin sekali mendapatkan jawabannya.
Kebetulan Paul adalah professor linguistik. Jadi urusan bahasa bukanlah hal yang asing untuknya. Di sela-sela proses ‘mengajar’ Lorelei yang tak memperoleh progress yang berarti, pembaca diajak flash back, ke awal perjumpaan Paul dan Lexy.
Lexy adalah seorang pekerja kreatif pembuat topeng. Ia membuat topeng untuk acara pernikahan, pentas drama, festival-festival, bahkan membuat topeng wajah orang yang sudah meninggal. Karakter Lexy agak labil. Terkadang ia ceria, tapi bisa juga cenderung depresi. Ia bisa jadi ‘pemarah’ dan sangat kecewa kalau Paul mengkritik hasil kerjanya.
Keinginan Paul untuk bisa membuat Lorelei berbicara nyaris menjerumuskannya ke dalam praktek percobaan illegal. Di mana akhirnya ia mengetahui asal usul Lorelei yang dulu datang ke tempat Lexy dalam keadaan luka parah.
Pelan-pelan Paul mencari petunjuk apa yang ada di dalam benak Lexy sebenarnya. Mulai dari buku-buku yang disusun lagi oleh Lexy di pagi saat hari kematiannya, lalu telepon ke peramal yang diketahui Paul secara tak sengaja lewat televise dan lewat buku harian Lexy tempat ia selalu menuliskan mimpi-mimpinya.
Lagi… buku yang gue dapet dari hasil bookmooch. Gue memilih buku ini dari hasil rekomendasi di salah satu blog pas gue lagi browsing. Padahal gue gak pernah denger juga tentang pengarangnya. Inilah ‘keuntungan’ lagi gak punya buku baru. Gue jadi tertarik untuk baca buku-buku yang udah lama ‘terlantar’ di lemari buku gue.
Tentang bukunya sendiri, biasa deh, gue suka pesimis kalo baca buku yang awalnya nyaris membosankan. Gue membayangkan buku ini hanya berisi satu orang laki-laki kesepian dan seekor anjing. Apalagi gue gak terlalu suka baca buku tentang hubungan antara manusia dan hewan. Bukan karena gue gak suka binatang, tapi mungkin karena gue emang nyaris gak pernah punya binatang peliharaan, makanya gue rada gak ada ‘chemistry’ sama binatang. Tapi, satu yang membuat gue tertarik untuk menyelesaikannya, adalah, karena gue juga penasaran, apa sih penyebab kematian Lexy. Mungkin kalau buku ini hanya berkisar tentang proses Paul yang coba berinteraksi sama Lorelei, gue yakin gue gak akan menyelesaikan buku ini. Tapi, karena diselingi sama cerita Paul dan Lexy, gue jadi tertarik, dan akhirnya tuntaslah novel ini. Gue pun jadi ‘mengikuti’ proses bagaimana seorang suami akhirnya bisa memahami istrinya (meskipun agak terlambat kali ya).
Carolyn Parkhurst @ 2003
Back Bay Books - 2004
264 hal.
Sejak istrinya meninggal dunia, Paul menjadi ‘terobsesi’ untuk membuat Lorelei, anjing mereka ‘bicara’. Karena ketika kejadian itu, hanya Lorelei-lah saksi hidup yang menyaksikan detik-detik terakhir Lexy di dunia. Lexy ditemukan meninggal dunia di dekat pohon di pekarangan rumah mereka. Ketika kejadian itu, suasana di sekitar rumah mereka sepi. Tak ada tetangga yang sedang merumput atau menjemur pakaian, tak ada yang sedang ada di dapur mereka. Tak ada seorang pun yang kebetulan melintas di depan rumah mereka. Melihat posisi Lexy, polisi memperkirakan Lexy terjatuh dari pohon. Tapi, apa penyebabnya, tak ada yang tahu pasti. Untuk apa Lexy memanjat pohon? Apakah Lexy bunuh diri? Atau Lexy ingin mengambil sesuatu di atas pohon itu lalu terjatuh? Paul ingin sekali mendapatkan jawabannya.
Kebetulan Paul adalah professor linguistik. Jadi urusan bahasa bukanlah hal yang asing untuknya. Di sela-sela proses ‘mengajar’ Lorelei yang tak memperoleh progress yang berarti, pembaca diajak flash back, ke awal perjumpaan Paul dan Lexy.
Lexy adalah seorang pekerja kreatif pembuat topeng. Ia membuat topeng untuk acara pernikahan, pentas drama, festival-festival, bahkan membuat topeng wajah orang yang sudah meninggal. Karakter Lexy agak labil. Terkadang ia ceria, tapi bisa juga cenderung depresi. Ia bisa jadi ‘pemarah’ dan sangat kecewa kalau Paul mengkritik hasil kerjanya.
Keinginan Paul untuk bisa membuat Lorelei berbicara nyaris menjerumuskannya ke dalam praktek percobaan illegal. Di mana akhirnya ia mengetahui asal usul Lorelei yang dulu datang ke tempat Lexy dalam keadaan luka parah.
Pelan-pelan Paul mencari petunjuk apa yang ada di dalam benak Lexy sebenarnya. Mulai dari buku-buku yang disusun lagi oleh Lexy di pagi saat hari kematiannya, lalu telepon ke peramal yang diketahui Paul secara tak sengaja lewat televise dan lewat buku harian Lexy tempat ia selalu menuliskan mimpi-mimpinya.
Lagi… buku yang gue dapet dari hasil bookmooch. Gue memilih buku ini dari hasil rekomendasi di salah satu blog pas gue lagi browsing. Padahal gue gak pernah denger juga tentang pengarangnya. Inilah ‘keuntungan’ lagi gak punya buku baru. Gue jadi tertarik untuk baca buku-buku yang udah lama ‘terlantar’ di lemari buku gue.
Tentang bukunya sendiri, biasa deh, gue suka pesimis kalo baca buku yang awalnya nyaris membosankan. Gue membayangkan buku ini hanya berisi satu orang laki-laki kesepian dan seekor anjing. Apalagi gue gak terlalu suka baca buku tentang hubungan antara manusia dan hewan. Bukan karena gue gak suka binatang, tapi mungkin karena gue emang nyaris gak pernah punya binatang peliharaan, makanya gue rada gak ada ‘chemistry’ sama binatang. Tapi, satu yang membuat gue tertarik untuk menyelesaikannya, adalah, karena gue juga penasaran, apa sih penyebab kematian Lexy. Mungkin kalau buku ini hanya berkisar tentang proses Paul yang coba berinteraksi sama Lorelei, gue yakin gue gak akan menyelesaikan buku ini. Tapi, karena diselingi sama cerita Paul dan Lexy, gue jadi tertarik, dan akhirnya tuntaslah novel ini. Gue pun jadi ‘mengikuti’ proses bagaimana seorang suami akhirnya bisa memahami istrinya (meskipun agak terlambat kali ya).
0 comments:
Post a Comment