Monday, September 03, 2007

Selamanya

Selamanya
Rio Rinaldo
Gagas Media – Juli 2007
172 Hal.

Weekend ini, gue membaca tiga buku tipis dan ringan dan sedikit ‘melow-melow’. Tadinya sih mau nyelesain si Anansi Boys, tapi bukunya ketinggalan di kantor. Jadi ya, sudahlah… buat rileks di akhir pekan, gpp deh… Jadi gue membaca dua novel adaptasi – Selamanya dan Merah itu Cinta, plus satu buku a la chicklit, Indonesian Idle.

Ini nih, yang pertama:

Diawali dengan pertemuan di kantor polisi, cinta lama pun bersemi kembali. Aristha, adalah seorang pemakai dan pengedar narkoba. Dalam salah satu transaksi di sebuah kafe, Aristha tertangkap… mmm… sebenernya sih, dia udah berhasil melarikan diri dan bersembunyi dalam gorong-gorong kotor plus bau… tapi gara-gara seekor tikus yang menjijikan, Aristha berteriak dan teriakannya kedengeran sama polisi yang mengejarnya. Akhirnya, Aristha pun pasrah untuk digiring ke kantor polisi.

Sementara itu, Bara baru saja melamar kekasihnya, Nina. Di tengah-tengah momen romantis itu, tau-tau telepon genggamnya berdering dan ternyata itu dari temannya yang minta dibebasin gara-gara kasus yang sama dengan Aristha.

Maka, bertemulah Bara dan Aristha di kantor polisi.

Ternyata, Bara dan Aristha adalah sepasang kekasih ketika SMU. Dulu, Bara-lah yang ‘memperkenalkan’ Aristha pada obat-obatan terlarang itu, sampai akhirnya, Aristha ketagihan dan masih terus jadi pemakai. Dulu, mereka berjanji untuk bersatu selamanya… tapi, tiba-tiba saja, 6 tahun yang lalu, Bara meninggalkan Aristha tanpa kabar berita. Aristha yang putus asa pun lari ke obat terlarang. Saat ini, Bara sudah bersih dan selain ia memang masih belum bisa melupakan Aristha, Bara merasa bertanggung jawab karena ia-lah, Aristha jadi seperti ini.

Aristha yang tadinya menolak kehadiran Bara, lama-lama luluh juga. Tapi, langsung hancur lagi begitu tahu Bara sudah bertunangan.

Sebenarnya sih, Bara gak benar mencintai Nina seperti yang ia rasakan ke Aristha. Baginya, Aristha-lah matahari hidupnya, sementara Nina adalah bulan yang merupakan ‘pantulan’ dari Aristha. Makanya, Bara seolah hendak menjadikan sosok Nina semirip mungkin dengan Aristha. Misalnya, dengan meminta Nina selalu memakai baju berwarna putih, warna kesukaan Aristha.

Membaca cerita seperti ini, dari awal juga udah keliatan, mau seperti apa endingnya. Fighting for true love deh… seperti Bara yang bertekad menyembuhkan Aristha meskipun ia harus tega melihat penderitaan Aristha ketika sedang sakaw.

Kalo biasanya baca buku atau nonton film Sekar Ayu Asmara, akan ditemui nuansa mistis yang kental plus masalah kejiwaan, di buku ini, kaya’nya lebih berat unsur dramanya, unsur romantisnya… meskipun… akhirnya, gak kalah tragis dari cerita-ceritanya yang lain.

Kaya’nya emang lebih enak baca novel adaptasi-nya dulu dibanding nonton filmnya, ‘pengkhayalan’ jadi lebih bebas... meskipun, seperti novel adaptasi lainnya... buku ini tipis banget, kita jadi gak bisa mengenal tokoh lebih dalam, masalah yang ditampilkan seolah hanya garis besarnya aja.

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang