Some Kind of Wonderful
Sarah Webb
Pan Books, 2003
495 Hal.
Rossie memang menyadari kalau kehidupan pernikahannya sedang dalam masa-masa hambar, tapi, bagi dia, rasanya belum jadi masalah. Darren, suaminya, masih bersikap mesra, meskipun sering banget pulang telat, atau keluar kota. Tapi, Rossie gak menyangka kalau pulang telat dan keluar kota itu hanya alasan. Rossie gak punya bayangan kalau Darren meninggalkan dirinya dan Cass, putri semata wayang mereka, demi seorang cewek blonde bernama Tracy. Emang sih, Darren bukan pria kebapakan. Semua urusan Cass diserahkan pada Rossie, tapi ketika mereka berpisah, Darren menuntut waktu untuk bertemu dengan Cass.
Beruntung Rossie memilik adik, Kim dan ayah, Rex, yang asyik dan selalu mendukungnya. Bahkan, Rex menawarkan kepada Rossie untuk mengelola sebuah gallery di daerah Wicklow, yang kebetulan berada di sebuah area taman hiburan yang dimiliki temannya, Connor Dunlop.
Rossie akhirnya pindah ke Wicklow, dan mengelola gallery bernama Redwood Gallery. Tapi, ternyata, Darren gak terima kalau anaknya pindah ke daerah yang jauh dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Buntutnya, karena Darren menganggap Tracy mulai ‘menuntut’ banyak, Darren malah membujuk Rossie untuk balik lagi dengan dia.
Tokoh lainnya adalah Martina. DIa ini membuka butik di tempat yang sama dengan Rossie. Kebetulan, Martina juga kekasih Rory Dunlop, anak Connor. Tapi, hubungan mereka rada tegang ketika Rory meminta Martina untuk menikah dengannya. Ada alasan sendiri kenapa Martina menolak meskipun ia mencintai Rory.
Lain lagi, ada Anna. Ia sahabat Martina, punya play group. Bercerai dengan suami dan punya satu anak. Suami Anna gak kalah brengsek dengan suami Rossie. Connor Dunlop suka sama Anna, tapi Anna masih maju mundur.
Hhhh… cerita yang biasa aja. Woman power… suami yang selingkuh… Hehehe, entah kenapa, gue gak pernah kapok baca buku seperti ini, meskipun ceritanya juga gak banyak yang beda. Tergoda sama cover yang lucu-lucu berwarna-warni dan bikin seger…
Baca buku ini juga karena udah lama ‘terkapar’ di lemari kantor. Dibaca buat sebagai selingan baca Vienna Blood. Maklum, baca yang berdarah-darah, kaya’nya perlu pengalihan sebentar ke cerita yang ringan. Padahal, bukunya juga lumayan tebel. Karena gak terlalu berkesan… gak banyak comment, deh…
Sarah Webb
Pan Books, 2003
495 Hal.
Rossie memang menyadari kalau kehidupan pernikahannya sedang dalam masa-masa hambar, tapi, bagi dia, rasanya belum jadi masalah. Darren, suaminya, masih bersikap mesra, meskipun sering banget pulang telat, atau keluar kota. Tapi, Rossie gak menyangka kalau pulang telat dan keluar kota itu hanya alasan. Rossie gak punya bayangan kalau Darren meninggalkan dirinya dan Cass, putri semata wayang mereka, demi seorang cewek blonde bernama Tracy. Emang sih, Darren bukan pria kebapakan. Semua urusan Cass diserahkan pada Rossie, tapi ketika mereka berpisah, Darren menuntut waktu untuk bertemu dengan Cass.
Beruntung Rossie memilik adik, Kim dan ayah, Rex, yang asyik dan selalu mendukungnya. Bahkan, Rex menawarkan kepada Rossie untuk mengelola sebuah gallery di daerah Wicklow, yang kebetulan berada di sebuah area taman hiburan yang dimiliki temannya, Connor Dunlop.
Rossie akhirnya pindah ke Wicklow, dan mengelola gallery bernama Redwood Gallery. Tapi, ternyata, Darren gak terima kalau anaknya pindah ke daerah yang jauh dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Buntutnya, karena Darren menganggap Tracy mulai ‘menuntut’ banyak, Darren malah membujuk Rossie untuk balik lagi dengan dia.
Tokoh lainnya adalah Martina. DIa ini membuka butik di tempat yang sama dengan Rossie. Kebetulan, Martina juga kekasih Rory Dunlop, anak Connor. Tapi, hubungan mereka rada tegang ketika Rory meminta Martina untuk menikah dengannya. Ada alasan sendiri kenapa Martina menolak meskipun ia mencintai Rory.
Lain lagi, ada Anna. Ia sahabat Martina, punya play group. Bercerai dengan suami dan punya satu anak. Suami Anna gak kalah brengsek dengan suami Rossie. Connor Dunlop suka sama Anna, tapi Anna masih maju mundur.
Hhhh… cerita yang biasa aja. Woman power… suami yang selingkuh… Hehehe, entah kenapa, gue gak pernah kapok baca buku seperti ini, meskipun ceritanya juga gak banyak yang beda. Tergoda sama cover yang lucu-lucu berwarna-warni dan bikin seger…
Baca buku ini juga karena udah lama ‘terkapar’ di lemari kantor. Dibaca buat sebagai selingan baca Vienna Blood. Maklum, baca yang berdarah-darah, kaya’nya perlu pengalihan sebentar ke cerita yang ringan. Padahal, bukunya juga lumayan tebel. Karena gak terlalu berkesan… gak banyak comment, deh…
0 comments:
Post a Comment