Thursday, May 10, 2007

OUT (Bebas)

OUT (Bebas)
Natsuo Kirino
Lulu Wijaya (Terj.)
GPU, April 2007
576 Hal.

Empat orang perempuan bekerja pada shift malam di sebuah pabrik makanan kotakan. Mereka cukup dekat, meskipun tidak bisa dikatakan bersahabat. Mereka berempat biasa bekerja dalam satu baris atau satu kelompok dan saling mem-back up satu sama lain. Keempat wanita itu adalah Yayoi, Masako, Yoshie, dan Kuniko.

Mereka semua punya masalah tersendiri dengan rumah tangga mereka yang bisa dibilang tidak bahagia. Misalnya Masako, yang meskipun masih satu rumah dengan suami dan anaknya, tapi hampir tidak pernah ada komunikasi, lalu Yoshie, suaminya sudah meninggal dan ia harus mengurus ibu mertuanya yang sakit-sakitan. Yoshie biasa dipanggil ‘Kapten’ karena ia yang paling cekatan; Kuniko, wanita satu ini ingin selalu tampil ‘berkelas’ meskipun untuk itu ia harus mencari pinjaman ke rentenir agar bisa memenuhi semua kebutuhannya. Setiap bulan ia selalu bermasalah dengan cicilan bulanan dari pinjamannya itu.

Sedangkan Yayoi, ibu dua anak yang masih kecil-kecil, baru saja mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Suaminya, Kenji, akhir-akhir ini sering pulang dalam keadaan mabuk dan mulai menghabiskan uang untuk perempuan. Ketika Yayoi protes, Kenji malah memukulnya dan meninggalkan bekas biru di perutnya. Inilah asal mula semua permasalahan.

Karena sakit hati atas sikap suaminya, Yayoi – yang terlihat paling lemah di antara mereka berempat, melakukan tindakan mengerikan dengan membunuh suaminya. Bingung harus berbuat apa, Yayoi pun menelepon Masako agar mau membantunya.

Meskipun juga tidak harus berbuat apa dan atas dasar apa, Masako mau membantu Yayoi. Dan entah apa juga yang merasuki Masako sampai ia akhirnya mengambil tindakan yang sangat mengerikan untuk melenyapkan mayah Kenji. Masako meminta bantuan Yoshie yang dengan terpaksa menuruti permintaan Masako karena hutang budi. Dan Kuniko, pun tanpa sengaja terlibat aksi pemotongan mayat Kenji. Sementara Yayoi sendiri tidak terlibat dalam kejadian ini. Atas perintah Masako, Yayoi harus berperan sebagai istri yang khawatir karena suaminya tidak pulang ke rumah.

Masako, yang bertindak sebagai ‘pimpinan’ dalam hal ini, membagi-bagikan kantong berisi potongan tubuh Kenji pada Yoshie dan Kuniko untuk dibuang di tempat-tempat yang berbeda. Tapi, karena kesalahan satu orang saja yang tidak sabaran dan hanya memikirkan kepentingan sendiri, beberapa kantong berhasil ditemukan, dan polisi pun mulai melakukan penyelidikan.

Tidak ada yang menduga bahwa semua ini dilakukan oleh Yayoi dan teman-temannya – para ibu rumah tangga biasa. Malah, seorang tersangka berhasil ditemukan dan dijebloksan ke penjara. Satake, tersangka itu, harus kehilangan usaha yang bertahun-tahun ia bangun. Satake juga punya masa lalu yang gelap yang membuat ia menjadi tersangka paling kuat.

Rahasia mereka tidak selamanya bisa disembunyikan dengan baik. Di antara mereka lagi-lagi ada yang hanya memikirkan kepentingan sendiri yang malah menjebloksan mereka ke dalam masalah yang lebih besar. Ancaman mulai muncul dari orang-orang yang mengetahui rahasia mereka dan dari orang yang merasa dirugikan oleh mereka. Mereka merasa diawasi dan nyawa mereka pun terancam. Hidup mereka pun tidak aman dan nyaman lagi.

Natsuo Kirino berhasil membangun ketegangan dari awal cerita. Meninggalkan rasa penasaran untuk terus dan terus melanjutkan buku ini sampai selesai. Bagian-bagian yang mengerikan diceritakan dengan halus, tapi, bisa membuat bertanya-tanya, apa yang ada di benak Masako, Yoshie dan Kuniko kala melakukan hal itu. Kalau gue, bener-bener bisa ngerasain betapa dinginnya Masako.

Pembaca bukan hanya diajak untuk mengikuti jalannya sebuah pelacakan pelaku pembunuhan, tapi juga diajak untuk menyelami kehidupan masing-masing tokoh, dan apa yang mereka rasakan sampai semua ini terjadi.

Sempat ketar-ketir juga begitu tau ada ‘adegan’ potong-memotong mayat. Tapi, ternyata gak seburuk itu… I still love sushi… I still love steak… atau… gue udah ikutan Masako yang dingin itu??? Hehehe… Kalo dipikir-pikir, gak ada satupun dalam novel ini, yang tokohnya punya kehidupan yang bahagia. Iya sih… kalo bahagia, gak akan ada kejadian seperti itu. Tapi, semuanya benar-benar gelap. Mungkin kesamaan nasib yang akhirnya menyatukan mereka, meskipun gak kompak.

Terima kasih untuk para ‘kompor’ – Kobo dan Om Tan, karena ternyata… gue suka sama buku ini… (meskipun gak yakin bisa berani kalo nonton filmnya…)

1 comments:

Anonymous said...

udah baca juga, emang keren deh ceritanya, dan nggak bisa ngebayangin deh kalau dibikin filem...
apa yang dibikin torso'nya Kenji yang di...hyyyiii...eneg'deh...
Masako begitu menikmati perannya sebagai tukang potong ya?
Apalagi waktu Jumonji memberikannya order...
Dan bagaimana perasaan anda jika anda adalah Masako yang menghadapi tubuh mati teman wanita anda sendiri dan harus memotong2 nya sebagai bukti profesionalitas anda...hehehe

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang