Lelaki Harimau
EkaKurniawan @ 2004
GPU – Cet. 4, Februari 2016
190 hal.
Suatu hari yang berjalan
seperti biasa .. tenang … ketika semua
orang melakukan rutinitasnya sehari-hari. Tiba-tba dikejutkan dengan berita
tragis … Anwar Sadat tewas .. mati terbunuh oleh Margio. Dengan kondisi yang
sangat mengerikan. Anwar Sadat mati dengan luka menganga di lehernya.
Karuan hal ini jadi pertanyaan ..
apa yang menyebabkan Margio berbuat sadis seperti itu? Jawaban Margio simple
aja ‘Ada harimau dalam tubuhku’
Selesai .. sekian … itulah awal yang
akan menggiring pembaca kepada kilas balik perjalanan hidup seorang Margio.
Margio lahir dalam sebuah keluarga
yang tidak bahagia. Ayah yang kasar, ibu yang seolah hidup dalam dunianya
sendiri. Ibu Margio, Nuraeni, adalah seorang kembang desa. Jodohnya sudah
ditetapkan ketika ia berusia belasan tahun. Komar bin Syuaeb lah jodohnya.
Dalam pernikahan itu, Margio kerap menyaksikan ayahnya memukul ibunya, bahkan
Margio juga sering jadi sasaran amukan ayahnya. Dan akibatnya, Margio sangat
membenci ayahnya, puncaknya ia melarikan diri dari rumah, karena takut emosinya
memuncak hingga ia kerap berkata ingin membunuh ayahnya. Sikap Nuraeni yang tak
peduli, pasrah dan masa bodoh itu timbul karena kekecewaan atas pengaharapan
masa percintaan yang indah dan manis.
Sebagai anak muda, Margio penuh
dengan emosi yang meluap-luap … tapi sayangnya itu bukan emosi dengan energi
positif. Penuh kebencian dalam diri Margio, hasil dari kehidupan yang jauh dari
kedamaian dan kenyamanan. Ada kalanya, ketika Nuraeni tiba-tiba rajin menanam bunga,
Komar, dan juga Margio serta Mameh, adiknya,
berharap itulah saat Nuraeni berubah. Tak lagi hanya duduk di dapur dan
berbicara dengan panci-panci. Tapi ternyata … rumah mereka malah mirip semak
belukar. Ketika memang akhirnya Nuraeni bersolek, justru terjadi karena aib
yang baru diketahui kemudia hari.
Emosi negatif Margio tersalurkan
dengan berburu babi hutan, minum-minuman keras di warung kampung bersama
teman-temannya. Tapi sesungguhnya, di balik itu semua, Margio adalah anak yang
berbakti pada ibunya. Ia membiarkan kesenangan ibunya yang tiba-tiba, demi
melihat seulas senyum dan rona bahagia di wajah ibunya.
Silahkan membenci Komar dengan
segala kekasaran dan kebengisannya, silahkan mengasihani Nuraeni karena menerima
semua perlakuan tak pantas itu. Tapi, jangan kaget, kalau tiba-tiba sikap itu
akan berbalik. Seperti gue, yang seketika iba pada Komar dan memandang jijik
pada Nuraeni.
Gue cukup sabar untuk gak membuka
halaman terakhir, untuk mencari tahu ending dari cerita ini. Menikmati lembar
demi lembar, yang minim dialog, dan .. surprisingly, gue gak bosan … Gue malah
semakin penasaran mencari tahu ke mana cerita ini akan mengalir.
‘Perkenalan’ pertama dengan novel
Eka Kurniawan. Seandainya buku ini gak menjadi salah satu nominasi Man Booker
Prize, mungkin gue gak akan pernah melirik buku ini. Melihat judulnya aja,
jujur .. sudah gak menarik bagi gue. Dan, menyenangkan rasanya perkenalan
pertama ini membuat gue ingin membaca karya-karya beliau yang lain.
4 comments:
Berapa bintang, Fer? *baca juga gak ya.
aku pun ketagihan baca karya2 Eka Kurniawan, keren2 semua, penuh twist & ending yang ga ketebak. baca yang 'cantik itu luka' fer, bagussss....:)
@mave: hai minaa.... apa kabar?? aku sih kasih bintang 4. dari awal tuh diajak 'muter2' tapi gak bikin bosen, malah pengen tau ada di mana ujungnya.
@mbak riana: sip mbak .. masih milih2 antara mau baca 'O' atau 'cantik itu luka' duluan.
Iya geregetan pengen baca setelah penulisnya dapat nominasi dan disebut2 sebagai the nex Pramoedya Ananta Toor
Post a Comment