A Game of Thrones – A Song of Ice and Fire #1
(Perebutan Takhta)
Barokah
Ruziati (Terj.)
Fantasious – Maret 2015
968 hal.
Mungkinnnn kalau A Game of Thrones
ini gak diterjemahin ke dalam bahasa Indonesia, gue gak akan pernah ‘tenggelam’
dalam intrik-intrik perebutan kekuasaan antar kerajaan-kerajaan besar… gue gak
akan melirik buku ini, yang tebalnya luar biasa, plus gue yakin gue gak akan
sanggup baca versi bahasa Inggrisnya. Gue juga udah langsung merasa gak akan bisa
menghafal begitu banyak tokoh dengan cerita yang pastinya rumit dan penuh
intrik-intrik. Lalu .... datanglah Mbak Maria @hobbybuku ... yang akhirya membuat gue 'luluh' dan menyerah ... lalu memesan buku ini ...
Dan ternyata … gue gak bisa berhenti
baca buku ini … gue rela bawa buku bantal ini ke mana-mana demi menuntaskan
rasa penasaran gue... Yah, ngeri-ngeri sedep gitulah perasaan gue saat baca buku ini. Dan karena gue belum pernah nonton serial tv-nya, gue jadi
gak ‘terganggu’ atau terbayang-bayang dengan tokoh dalam serial itu. Meskipun ..
akhirnya yah, gue menyerah juga … pengen tau ‘wujud’ Jon Snow kaya’ apa sih J
Seperti terlihat dari judulnya,
novel ini akan penuh dengan peperangan, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, dan
tentu saja ‘darah’. Konon kabarnya, George R.R. Martini ini, gak segan-segan
membunuh atau mematikan tokoh utama yang baik hati dan dapat dipercaya. Tapi
siapa sih yang bisa benar-benar dipercaya dalam cerita kaya’ begini? Yang
terlihat baik, ternyata bermuka dua, yang kaya’nya antagonis, tapi kalo dia
bicara, koq ya ada benernya juga …
Gue gak akan nulis tentang cerita
dari buku ini, gue cuma mau sharing beberapa tokoh yang menarik perhatian gue.
Pertama tentu saja Jon Snow J Faktor ‘anak
haram’ menjadikannya berbeda dari anak-anak Klan Stark lainnya. Dia tak diakui
oleh ibu tirinya, lalu memilih bergabung dengan Garda Malam. Menghadapi dilema
apakah akan tetap setia sama Garda Malam atau ikut berperang
Lalu ada Bran Stark, bocah laki-laki
berusia 7 tahun ini, terpaksa tidak bisa melakukan kegemarannya menjelajah
menara-menara setelah lumpuh akibat terjatuh. Tapi Bran punya semangat dan
kekuatan sendiri. Meskipun tau ia cacat, ia tak mau terlihat lemah. Ia bertekad
harus kuat demi adik kecilnya, Rickon.
Arya Stark – anak perempuan ini
tangguh, dan tomboy. Ketika kakaknya, Sansa Stark, belajar tata karma, dan
segala tetek bengek urusan kerajaan. Arya lebih suka melatih keterampilannya
memegang pedang.
Semetara itu, dari klan Lannister
yang ambisius ini, ada Tyrion Lannister, adik sang ratu yang kerap dicemooh
karena postur tubuhnya yang cebol. Gue juga jadi kadang kasian dan simpati sama Tyrion ini,
yang suka dilupakan sama ayahnya. Bahkan gue terhibur dengan lelucon-lelucon sinis a la Tyrion. Meskipun punya ambisi tersendiri, dia seolah gak ada beban, santai aja menghadapi kekacauan yang tengah terjadi.
Dari Klan Targaryens, ada Daneryn
Targaryens, pewaris terakhir dari klan ini. Di mana raja mereka dibunuh oleh Raja
Baratheon, dan mulai menyusun kekuatan untuk merebut kembali takhta tertinggi
itu. Tapi, yang justru menarik perhatian gue adalan Khal Drogo, suami Daneryn.
Dalam bayangan gue, ini orang gedeeee banget. Rambutnya panjang, penuh dengan
lonceng-lonceng, menandakan dirinya tak pernah terkalahkan. Khal Drogo ini berasal
dari klan Penunggang Kuda – yang rada-rada bar-bar sih. Mengerikan kalo
udah baca gimana perlakukan mereka
terhadap orang-orang yang mereka taklukan.
O ya, satu lagi yang rasanya pengen
gue ‘jitakin’ adalah Pangeran Jeoffreys. Setelah raja mangkat, otomatis dia
jadi raja. Di usia belia, dia udah naik mudahnya memengal kepala orang.
Dalam cerita kaya’ begini, tentu
saja banyak tokoh-tokohnya. Di awal-awal, gue sempet bolak-balik karena
agak-agak ‘tersesat’. Tapi, meskipun begitu, gak seperti membaca Lord of the
Rings, dalam Game of Thrones, pelan-pelan gue bisa mengenal para tokoh. Dan
langsung ikutan ngeri ketika tokoh-tokoh utama mulai ‘tumbang’….
Jon, Robb Stark, Arya, Pangeran
Jeoffrey, Sansa, Bran – mereka baru berusia belasan tahun, tapi sudah sangat
dewasa dalam berpikir dan bertindak. Mereka diajarkan sejarah kerajaan dan klan
mereka di usia dini, berlatih menggunakan pedang, dan bagaiman bertindak dengan
bijaksana.
Yang bikin buku ini gak membosankan
adalah pergantian karakter dalam setiap bab. Meskipun mereka berada di tempat
yang jauh berbeda, tapi tetap terasa hubungan cerita satu sama lain, dan
membuat gue juga lebih mengenal para tokoh-tokoh utama.
3 comments:
penerjemahnya temenku nih fer, tapi selama ini aku ga pernah tertarik utk baca buku ini.
tapi abis baca review ini, kok..mulai galau ya? kira-kira aku cocok ga ya baca buku ini?
wah, temennya mbak Uci ternyata :)
*hayo mbak ... baca juga buku ini... seru lho... *
Masuk wishlist bulan depan :)
Post a Comment