Friday, November 06, 2015

Dark Places


Dark Places (Tempat Gelap)
Dharmawati (Terj.)
GPU 2015
472 hal.

25 tahun yang lalu, sebuah pembunuhan keji terjadi di Kinnakee, Kansas. Korbannya adalah seorang ibu dan dua perempuan. Mereka tewas dengan cara yang sangat keji dan sadis. Korban yang selamat, Libby Day, yang ketika itu berusia 7 tahun, bersaksi bahwa Ben Day, kakak laki-lakinya yang sudah membunuh ibu dan dua saudara perempuannya. Banyak yang menduga, mereka dijadikan korban untuk pemujaan setan.

Libby Day jadi terkenal, banyak orang yang bersimpati. Mereka memberikan bantuan secara moril dan materil. Beranjak dewasa, Libby menjadi pribadi yang cenderung malas, tertutup dan masa bodoh. Ia bergantung pada uang hasil bantuan orang-orang, Ketika uang itu mulai menipis, mau tak mau, ia harus mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya sendiri. Tapi, karena mala situ, ia tak tertarik pada pekerjaan apa pun atau bahkan untuk mencari pekerjaan.

Secara kebetulan, datang tawaran dari sebuah perkumpulan rahasia bernama Klub Bunuh. Kasus ini menarik bagi sekelompok orang-orang, yang sebagian besar percaya bahwan Ben tak bersalah. Mereka juga bersedia membayar mahal untuk benda-benda yang berasal dari keluarga Day.

Meskipun awal pertemuan tidak berjalan dengan lancar, tapi justru membawa Libby kepada suatu hal yang baru. Ia malah berusaha mencari jawaban dari apa yang sudah terjadi di malam itu. Penyelidikan itumembawa Libby ke berbagai pelosok, mencari jejak dan membuat Libby memberanikan diri untuk membuka kembali kenangan masa lalunya.

Awal cerita rada lamban, berselang-seling antara Libby di masa sekarang, dan penuturan Ben dan Patty – ibu Libby, pada tanggal 2 Januari 1985, hari di mana terjadi kejadian tragi situ. Ben dan Patty ‘menggambarkan’ keadaan di rumah mereka, sejak pagi hingga tengah malam.

Jujur aja, sejak awal ketika bagaimana korban digambarkan, gue udah harap-harap cemas, setiap membaca bagian Ben dan Patty, karena setiap judul bab ditulis dalam hitungan jam, gue pun jadi deg-degan ketika waktu semakin menunjukkan tengah malam, menjelang detik-detik kejadian. Dan gue ‘jijay’ banget sama Diondra, pacarnya Ben,  yang super jorok.

Suasana di dalam buku ini suraaammmm banget. Keluarga yang berantakan, ibu yang bingung, anak yang gak keurus, (mantan) suami yang pemabuk, teman-teman yang tukang teler.

Meskipun gak ‘sesarap’ Gone Girl, tapi buku ini yang tetap bikin penasaran. Ada satu bagian yang gue merasa, koq biasa aja, ketika Libby berhadapan dengan sang pembunuh. Gue merasa, sering banget sering ngeliat ini di film atau baca di buku-buku lainnya.


Yang pasti, setelah dua kali baca buku Gillian Flynn, pastikan ‘jantung’ sehat, emosi kuat dan jangan bad mood, karena buku-bukunya beliau ini cenderung membuat pembaca emosi jiwa dan ikutan sinting.

2 comments:

Tjut Riana said...

hahaha...walaupun stres tiap kali selesai baca karya ibu flynn ini tapi...kok ya tetep penasaran dibaca juga.

sekarang lagi menimbang-nimbang untuk nonton filmnya atau tidak #periksakesehatanjantung...:p

ferina said...

hahaha iya, mbak .. aku pengen baca yang lainnya .. ngeri2 sedep ini namanya ... :D

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang