Ayu Manda
I Made Iwan Darmawan @ 2010
Grasindo - 2010
330 hal.
Ayu Manda, atau lengkapnya Gusti Ayu Mirah Mandasari, putri tertua di Puri Munduk Sungkal. Keturunan Brahmana. Sejak kecil ia dididik untuk jadi penari Legong, seperti para pendahulunya. Tiada hari tanpa latihan tari Legong, meskipun hati kecilnya kadang menolak. Ia ingin bermain dengan teman-teman sebayanya. Tapi, kedudukannya sebagai putri dari kasta Brahmana, tidak memungkinkannya untuk melakukan itu.
Ayu Manda ‘terpaksa’ dewasa sejak kecil. Ia harus melihat ibunya ‘tersingkir’ dari tempat utama, karena tidak bisa memberikan anak laki-laki. Ia harus melihat ayahnya membawa pulang ibu-ibu lain yang menggantikan posisi ibunya.
Ayu Manda juga harus bersaing dengan saudara tirinya sendiri dalam menari. Persaingan ini berlanjut sampai bertahun-tahun kemudian, menimbulkan dendam yang terus mengikuti mereka sampai mereka dewasa.
Lewat tarian, Ayu Manda melanglang buana sampai ke Benua Eropa. Ayu Manda dan juga para penari, pemain gamelan yang lugu, yang tidak pernah keluar jauh, yang mengetahui hanya apa yang terjadi di sekitar tempat mereka tinggal.
Kemampuan tari Ayu Manda pada akhirnya tidak hanya terbatas pada tari Legong, tapi memperlebar sayapnya jadi penari Joged, tarian yang dianggap erotis dan tidak pantas ditarikan oleh bangsawan seperti Ayu Manda. Tapi, di tangan Ayu Manda, tarian itu jadi eksotis. Karena tari Joged ini, Ayu Manda terlibat partai terlarang, padahal, yang ia tahu hanya menari. Ayu Manda tidak tahu bahwa keberadaan dirinya untuk menari Joged, adalah untuk menarik simpati rakyat agar mau berpihak pada partai yang mengajaknya bergabung.
Sampai akhir cerita, Ayu Manda tetap gadis lugu, tapi ia kaya pengalaman dan punya pendirian serta sikap. Ayu Manda harus kecewa, karena dibohongi, dikhianati dan harus kehilangan.
Dari awal cerita, gue langsung ‘jatuh cinta’, karena disuguhi dengan bahasa-bahasa yang indah, menggambarkan suasana sebuah desa di Bali di tahun 60an. Bali yang belum modern, Bali yang kaya’nya masih sejuk banget. Gue langsung membayangkan, ada di Bali, ada di tengah pura-pura, terus ada anak-anak yang lagi pada main-main, masih pake kebaya atau kain tradisional.
I Made Iwan Darmawan @ 2010
Grasindo - 2010
330 hal.
Ayu Manda, atau lengkapnya Gusti Ayu Mirah Mandasari, putri tertua di Puri Munduk Sungkal. Keturunan Brahmana. Sejak kecil ia dididik untuk jadi penari Legong, seperti para pendahulunya. Tiada hari tanpa latihan tari Legong, meskipun hati kecilnya kadang menolak. Ia ingin bermain dengan teman-teman sebayanya. Tapi, kedudukannya sebagai putri dari kasta Brahmana, tidak memungkinkannya untuk melakukan itu.
Ayu Manda ‘terpaksa’ dewasa sejak kecil. Ia harus melihat ibunya ‘tersingkir’ dari tempat utama, karena tidak bisa memberikan anak laki-laki. Ia harus melihat ayahnya membawa pulang ibu-ibu lain yang menggantikan posisi ibunya.
Ayu Manda juga harus bersaing dengan saudara tirinya sendiri dalam menari. Persaingan ini berlanjut sampai bertahun-tahun kemudian, menimbulkan dendam yang terus mengikuti mereka sampai mereka dewasa.
Lewat tarian, Ayu Manda melanglang buana sampai ke Benua Eropa. Ayu Manda dan juga para penari, pemain gamelan yang lugu, yang tidak pernah keluar jauh, yang mengetahui hanya apa yang terjadi di sekitar tempat mereka tinggal.
Kemampuan tari Ayu Manda pada akhirnya tidak hanya terbatas pada tari Legong, tapi memperlebar sayapnya jadi penari Joged, tarian yang dianggap erotis dan tidak pantas ditarikan oleh bangsawan seperti Ayu Manda. Tapi, di tangan Ayu Manda, tarian itu jadi eksotis. Karena tari Joged ini, Ayu Manda terlibat partai terlarang, padahal, yang ia tahu hanya menari. Ayu Manda tidak tahu bahwa keberadaan dirinya untuk menari Joged, adalah untuk menarik simpati rakyat agar mau berpihak pada partai yang mengajaknya bergabung.
Sampai akhir cerita, Ayu Manda tetap gadis lugu, tapi ia kaya pengalaman dan punya pendirian serta sikap. Ayu Manda harus kecewa, karena dibohongi, dikhianati dan harus kehilangan.
Dari awal cerita, gue langsung ‘jatuh cinta’, karena disuguhi dengan bahasa-bahasa yang indah, menggambarkan suasana sebuah desa di Bali di tahun 60an. Bali yang belum modern, Bali yang kaya’nya masih sejuk banget. Gue langsung membayangkan, ada di Bali, ada di tengah pura-pura, terus ada anak-anak yang lagi pada main-main, masih pake kebaya atau kain tradisional.
0 comments:
Post a Comment